Liputan6.com, Jakarta - Sembari memboncengi kedua putranya yang masih balita, Suparman mengendarai motor untuk mencari berita. Si bungsu duduk di depan dan sulung di belakang.
Kisah ini adalah salah satu kenangan akan Suparman dalam menjalankan profesi. Keadaan tidak dijadikan alasan. Meski harus menjaga anak, dia tetap menjalankan tugas sebagai ayah semaksimal mungkin.
"Karena jam kerja kita berbeda, dia yang berada di rumah di pagi dan siang hari. Lalu sore ketika saya pulang gantian dia yang kerja," kata sang istri, Novita Eny Ristiana.
Advertisement
Sakit juga tidak menghalanginya. Nana, panggilan sang istri bercerita, Suparman tetap bekerja meski sudah sulit berdiri. Pada waktu itu dia meminta bantuan temannya untuk mengantar.
Sastra Inggris UIN Malang tersebut menderita asam lambung akut. Dia sampai berobat ke Malaysia untuk menyembuhkan penyakit. Namun, Tuhan memiliki rencana lain.
Sang Khalik memanggilnya pada 11 Desember 2019 di usia 37 tahun. Almarhum sendiri seakan sudah memiliki firasat yang diungkapkannya melalui status terakhir di akun Facebook pribadi. "Merasa seperti sedang berpacu dengan waktu. Harus bikin keputusan yang cepat dan tepat," tulisnya.
Peristiwa terjadi hanya beberapa hari sebelum acara Anugerah Jurnalistik Pertamina (AJP). Sosok yang akrab disapa Arman ini sebelumnya diundang ke Jakarta setelah menduduki peringkat ketiga nasional kategori feature media cetak lewat tulisan "Tak Lagi Melawan Ombak Tiga Meter demi Solar 10 Liter".
"Dia sudah bed rest. Pihak Batam Pos kemudian mengutus teman sekantornya," kata Nana yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau.
Penghargaan tersebut adalah gelar kesekian yang diterima mendiang dari AJP. Sebelumnya dia merebut posisi pertama nasional kategori feature media cetak AJP 2017 dengan tulisan 'Suka Duka Pertamina Mendistribusikan BBM hingga Pulau Terdepan NKRI: Menembus Angin Utara, Mengalahkan Ombak Laut Cina'.
Selain itu, Suparman memenangkan AJP 2018 regional yang diselenggarakan Marketing Operation Region I lewat karya berjudul 'Kurangi Pencemaran, Konsumen Pertamina Migrasi ke BBM Ramah Lingkungan'.
Melalui tulisannya, sosok yang bekerja di Batam Pos sejak 2008 ini turut memenangkan banyak lomba jurnalistik yang diselenggarakan sejumlah institusi di tingkat regional dan nasional. Mulai Kementerian Komunikasi dan Informatika, Perusahaan Gas Negara (PGN), PLN Batam, hingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Serangkaian gelar tersebut mengangkat reputasi Suparman sebagai wartawan berprestasi. Pendapatan ekstra yang diterima juga membantu memenuhi kehidupan sehari-hari, sekaligus mewujudkan mimpi utamanya. Mendiang ingin memberangkatkan sang ayah menjalani ibadah umrah.
"Insyaallah berangkat November nanti. Semula Maret, tapi karena pandemi ditunda. Uang dikumpulkan dari hadiah Pertamina, OJK, dan satu lagi saya lupa. Almarhum memang gemar mengikuti lomba jurnalistik," kata Nana.
Dedikasi terhadap pekerjaan dan sayang keluarga, Suparman meninggalkan istri dan tiga putra. Si sulung kini berumur lima tahun, lebih tua setahun dari sang adik. Sementara status bungsu kini jadi milik bayi berusia enam bulan. Nana sedang hamil ketika Allah menjemput.
"Saya kini mengumpulkan tulisan almarhum untuk dokumentasi. Nanti saya akan tunjukkan kepada anak-anak agar mereka mengenal ayahnya," tutup Nana.
Saksikan Video Pertamina Berikut Ini
Meningkatkan Kualitas Jurnalis
Suparman dan jurnalis lainnya di Indonesia bakal kesulitan bersinar jika Pertamina tidak memberi panggung. Melalui AJP, wartawan bisa mengukur kemampuan dalam memproduksi karya jurnalistik, sekaligus menambah motivasi meningkatkan kualitas diri demi menjadi pemenang.
Hal tersebut sesuai dengan misi AJP. Menjalankan salah satu program tanggung jawab sosial (corporate social responsibility/CSR), Pertamina berupaya memberdayakan insan media di Indonesia.
Di sini Pertamina mengajak wartawan mengasah kemampuan dalam memproduksi berita melalui lomba. Mereka yang berprestasi kemudian diganjar hadiah besar. Pemenang terbaik bahkan mendapat beasiswa belajar di luar negeri. Selain untuk menghargai insan pers, AJP juga jadi sarana untuk meningkatkan literasi jurnalis terhadap proses bisnis Pertamina mulai dari hulu hingga hilir.
Dengan memberikan pemahaman tersebut, Pertamina berharap wartawan menghasilkan produk jurnalistik yang objektif, adil, dan berimbang. Nantinya produk jurnalistik tersebut bakal menciptakan komunikasi efektif antara perusahaan dan masyarakat.
Terutama menyangkut dedikasi Pertamina dalam memenuhi kebutuhan energi nasional melalui berbagai upaya. Dengan bantuan pers, Pertamina berniat memberikan informasi terkait kinerja perusahaan sehingga literasi publik terhadap kiprah perusahaan terus meningkat.
“Dengan demikian, wartawan kita edukasi kalau membuat berita itu bukan hanya mengambil release dari Pertamina saja. Kami berharap dia mencoba mencari second opinion dari tempat lain, misalnya dari kementerian, dari kampus, dan sebagainya,” jelas Manager Hubungan Pemerintah dan Masyarakat (Hupmas) Pertamina periode 2000-2003 Ridwan Nyak Baik.
AJP turut berkaitan dengan strategi bisnis. Pertamina menggandeng pers untuk memberitakan kegiatan perusahaan ke publik. Bentuk komunikasi ini merupakan salah satu wujud penerapan good corporate governance.
"Lomba ini dalam rangka menunjang konsep humas strategis, jadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan antara media relations, pengelolaan media internal, dan perpustakaan dalam mewujudkan visi dan misi humas strategis Pertamina,” kata Ridwan Nyak Baik.
Melalui AJP, Pertamina berharap dapat tumbuh bersama pers. Sebab, sebagai salah satu pilar demokrasi, media massa terus melakukan pengawasan bagi kinerja perusahaan. Hal tersebut menjadi penyemangat bagi Pertamina untuk menjadi lebih baik lagi.
Advertisement
Lahir 2001
AJP lahir pada 2001 dengan nama Pertamina Press Awards (PPA). Direktur Utama Pertamina saat itu, Baihaki Hakim, memprakarsai ajang apresiasi bagi pelaku media.
Sempat vakum pada 2005 dan 2006, PPA mencapai milestone pada 2008. Perlombaan diubah namanya menjadi AJP dengan tujuan untuk lebih meningkatkan rasa nasionalisme dan semangat cinta Tanah Air.
“Penyebutan apresiasi tersebut dengan menggunakan Bahasa Indonesia terasa lebih elegan,” kata Alicia Irzanova yang saat itu bertugas sebagai Media Relations Officer Pertamina.
Selain perubahan identitas, sistem pendaftaran turut berganti. Pertamina membuka seluruh insan pers melalui berbagai saluran komunikasi. Sebelumnya Pertamina sendiri yang mengumpulkan karya jurnalistik, selain tetap menerima kiriman materi dari wartawan yang bersangkutan.
Kategori baru di dalam lomba bermunculan. Namun, tidak ada yang berbeda dalam penilaian. Untuk memilih karya terbaik dan menjaga independensi, Pertamina melibatkan dewan juri dari kalangan profesional, praktisi pers, dan pakar. Seluruhnya dari kalangan eksternal sehingga objektivitas penilaian tetap terjaga.
Wartawan senior N Syamsuddin Ch Haesy memuji hal ini. Dia menilai AJP memiliki pengukuran paling objektif di antara acara sejenis yang dilakukan perusahaan lain.
“Penilaian AJP tidak pernah melibatkan pihak internal perusahaan. Semua dinilai juri independen yang diundang Pertamina,” ungkap sosok yang sudah lebih dari tiga kali didapuk sebagai juri AJP itu.
Namun, perhatian Pertamina terhadap insan media bukan hanya melalui AJP. Persero yang berdiri pada 10 Desember 1957 ini rutin mengadakan workshop agar pengetahuan jurnalis mengenai industri migas semakin berkembang.
Pertamina turut menggelar webinar, salah satunya digelar di Makassar awal bulan ini. Di acara tersebut pemberi materi membeberkan tentang tips dan trik menulis serta bagaimana memperdalam tulisan bagi jurnalis di Sulawesi.
Simbol dalam Bentuk Trofi
Pada tiga tahun pertama, para pemenang PPA mendapat trofi berbentuk klasik. Baru pada tahun keempat panitia mengubah bentuk trofi menjadi tangan kanan manusia yang menggenggam koran tergulung. Ceritanya, desain itu dipilih karena melambangkan pencapaian yang diperoleh lewat perjuangan dan kerja keras.
“Piala AJP seperti Golden Globe Award dan cara pegangnya tangan kanan dan diangkat ke atas. Mahkotanya adalah gulungan koran. Semua orang yang dapat piala pasti diangkat ke atas dan bersyukur,” terang Adiatma Sardjito, yang saat itu mengisi posisi sebagai Asisten Manajer Media Eksternal.
Gulungan koran sebagai “mahkota” piala memiliki sarat makna. Menurut Adiatma, tahun 2001 merupakan periode keemasan bagi media cetak karena memasuki awal dari era reformasi nasional, termasuk kebebasan pers yang dimulai pada tahun 1999. Apalagi pada awal penyelenggaraan AJP yang dinilai adalah karya media massa cetak.
“Waktu itu, orang-orang biasanya suka menggulung koran usai membacanya. Koran tidak hanya berfungsi sebagai media informasi, tapi juga biasa menjadi ‘media’ lainnya di berbagai kesempatan. Bisa digunakan sebagai bungkus, sebagai kipas saat naik kereta, atau sebagai payung sederhana kala hujan dan bisa dijadikan alas duduk di lantai,” jelas sosok yang kemudian menjabat Vice President (VP) Corporate Communication Pertamina periode Februari 2017-Desember 2018.
Advertisement
Berbeda di 2020
Tahun ini, Pertamina menggelar AJP dengan serangkaian perubahan di tengah cobaan berat berupa pandemi Covid-19. Persero berupaya meningkatkan kualitas jurnalis daerah melalui seleksi berjenjang. Tujuannya agar mereka dapat bersaing hingga tingkat nasional. Dengan pola ini, AJP 2020 akan melahirkan juara di setiap wilayah yang kemudian bersaing di tingkat pusat.
Pertamina sadar pandemi Covid-19 membatasi kegiatan peliputan on site sehingga karya yang diikutsertakan dalam AJP 2020 menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya. Namun, Pertamina tetap mendorong insan media di seluruh wilayah untuk aktif menjadi peserta dengan memberikan stimulus adanya para pemenang tingkat wilayah.
“AJP 2020 juga digelar dalam periode restrukturisasi organisasi, sehingga diperlukan penyesuaian atau beradaptasi dengan organisasi baru yang mengandalkan aktivitas publikasi unit operasi dan anak usaha,” ungkap Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman.
Transformasi itu seiring bertambahnya usia AJP. Pada tahun ke-18 penyelenggaraan, perlombaan terus berevolusi agar semakin berkembang.
“Sudah berlangsung selama 18 tahun, AJP 2020 merupakan ajang penghargaan karya jurnalistik yang dinantikan wartawan. Diharapkan akan semakin meningkatkan sinergi Pertamina dengan media di seluruh Indonesia,” jelas Fajriyah Usman.
Edisi 2020 AJP mengambil tema 'Ketulusan untuk Melayani'. Perlombaan dibagi menjadi delapan kategori yakni Hard News Media Cetak, Feature Media Cetak, Media Online/Siber, Feature Radio, Feature TV, Foto Essay, Program CSR/Pemberdayaan Masyarakat, dan Kategori Program Kemitraan.
Pada kesempatan sebelumnya, Pertamina tidak hanya menyelenggarakan AJP level nasional. Marketing Operation Region (MOR) dan Refinery Unit (RU) kerap mengadakan AJP lokal.
Media Communications and CSR masing-masing unit operasi tersebut menjalankan fungsinya dengan mengajak jurnalis yang sehari-hari bertugas memburu berita di sekitar wilayah operasi Pertamina untuk berpartisipasi. Tahun lalu AJP lokal digelar MOR I Sumbagut, MOR II Sumbagsel, MOR IV Jateng & DIY, RU II Dumai-Sei Pakning, dan RU VI Balongan.
Fajriyah Usman menyatakan, AJP lokal merupakan salah satu bentuk apresiasi perusahaan kepada pelaku pers yang telah memberitakan kiprah Pertamina di daerahnya masing-masing.
“Terima kasih kepada insan pers yang selama ini bersinergi dengan Pertamina dalam menyampaikan informasi terkait peran perusahaan kepada seluruh masyarakat di berbagai daerah. Kami berharap ajang ini bisa memberikan semangat untuk menulis agar media tetap edukatif kepada masyarakat,” ungkapnya.