Liputan6.com, Jakarta - Gaung kampanye Black Lives Matter kencang terdengar di tengah pandemi Covid-19. Ketidakadilan berdasar warna kulit pun menjadi salah satu tema terpanas pada tahun ini.
Para tokoh bicara, termasuk pelaku olahraga. Pesepak bola berlutut sebelum pertandingan sebagai tanda protes. Sementara pembalap, pebasket, dan petenis juga bersuara menggunakan panggung masing-masing.
Baca Juga
Menyemarakkan isu ini, Liputan6.com mengajak pembaca mengenang Andrew Watson. Bersama Arthur Wharton dan Robert Walker, Watson tercatat sebagai pemain kulit hitam pertama yang menempuh jalur profesional dan bermain di pentas internasional.
Advertisement
Dia melakukannya bersama Timnas Skotlandia di abad ke-19. Total Watson membela The Tartan Armu sebanyak tiga kali pada 1881-1882.
Lahir Mei 1857, dia adalah putra dari bos kebun gula Peter Miller Watson dan perempuan lokal Guyana, yang kala itu diduduki Inggris Raya, bernama Hannah Rose.
Watson pulang ke Skotlandia bersama ayah serta kakak perempuan Annetta Keduanya menerima warisan berlimpah ketika sang ayag meninggal pada 1869.
Lahir di keluarga kaya, Watson menerima menddiikan tinggi. Namun, dia juga memiliki nilai bagus di mata pelajaran olahraga. Ketika belajar filsafat alam, matematika, dan teknik sipil di Universitas Glasgow, cintanya kepada sepak bola semakin merekah. Watson memutuskan meninggalkan sekolah setelah hanya setahun menimba ilmu.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Masuk Era Profesionalisme
Setelah membela dua klub lokal, Maxwell dan Parkgrove, Watson terpilih untuk mewakilii Glasgow pada duel antarkota melawan Sheffield pada April 1880. Dia juga masuk skuat yang menjalani tur ke Kanada musim panas tahun yang sama. Sayang, program itu batal karena sekretaris Asosiasi Sepak Bola Skotlandia (SFA) kala itu, William Dick, meninggal.
Beroperasi di sisi pertahanan, Watson hijrah ke Queen's Park yang berstatus klub sepak bola terbesar di Inggris Raya. Dia membantu klub memenangkan tiga gelar Piala Skotlandia. Dengan ini, Watson menjadi pemain kulit hitam pertama yang memenangkan kompetisi.
Watson lalu pergi ke selatan dan membela sejumlah klub Inggris, yakni Swifts, Corinthian, Pilgrims, Brentwood, dan London Caledonians.
Selain kepiawaian di dalam lapangan, pendidikan yang dimiliki membantu Watson menjadi administrator klub. Dia menduduki posisi ini di Parkgrove dan Queen's Park.
Seiring perubahan era, Watson ikut terbawa kehadiran profesionalisme. Dia membela klub berbasis Merseyside, Bootle FC, setelah menerima bayaran.
Advertisement
Jadi Korban Rasisme?
Perbedaan warna kulit tidak pernah jadi masalah bagi Watson, setidaknya menurut catatan sejarah. Tidak ada catatan dia menjadi korban rasisme pada buku rekor SFA.
Satu-satunya anomali dari partisipasi Watson kala itu justru menyangkut sepatu. Dia memakai warna coklat, berbeda dari hitam yang dikenakan koleganya.
Watson membela Skotlandia melawan Inggris di London pada Maret 1881. Dia bahkan menjadi kapten di laga tersebut dan menang 6-1, hingga kini tercatat sebagai kekalahan kandang terbesar Inggris.
Beberapa hari berselang, Watson menghadapi Wales dan membantu negaranya berjaya 5-1.
Penampilan terakhirnya bersama Skotlandia terjadi Maret 1882. Kembali meladeni Inggris, Watson lagi-lagi mencicipi kemenangan 5-1 .
Kepindahan ke Inggris pada 1882 kemudian mengakhiri karier internasionalnya. Pasalnya, SFA kala itu hanya memilih pemain yang berbasis Skotlandia.
Penantian Panjang
Publik Skotlandia harus menunggu cukup lama sebelum menyaksikan pemain berwarna lain yang membela timnas. Setelah Watson, nama selanjutnya yang tampil adalah Paul Wilson pada 1975. Wilson keturunan India.
Sedangkan pemain kulit hitam berikutnya yang memperkuat Timnas Skotlandia adalah Nigel Quashie pada 2004, 123 tahun setelah Watson melakukannya.
Advertisement