Liputan6.com, Manchester - Manchester United atau MU tidak diragukan lagi adalah salah satu nama pertama yang muncul di benak Anda saat memikirkan tim sepak bola terbesar di dunia. Terlepas dari kesulitan saat ini, MU adalah klub yang harus dikalahkan selama masa kejayaan Sir Alex Ferguson di 1990-an dan paruh pertama 2000-an.
Seseorang tidak bisa membicarakan topik kesuksesan MU tanpa memperhatikan kontribusi tak ternilai dari manajer legendaris Sir Matt Busby. Selain memimpin MU ke Piala Eropa pertama, dia membangun tim dengan pemain muda dan bakat mentah - yang menjadi bagian penting dari DNA MU.
Baca Juga
Faktor lain yang berkontribusi terhadap kesuksesan MU adalah tentu saja para penggemar mereka. Tim yang bermarkas di Old Trafford ini menjadi salah satu klub yang paling didukung di dunia.
Advertisement
Namun, sejauh ini faktor terbesar untuk kesuksesan MU adalah generasi pemain legendaris yang telah menghiasi dari waktu ke waktu. The Busby Babes, Bobby Charlton, Denis Law, George Best, Bryan Robson, Eric Cantona, The Class of '92, Peter Schmeichel, Roy Keane, Andy Cole, Dwight Yorke, Wayne Rooney, Rio Ferdinand, Nemanja Vidic dan Cristiano Ronaldo hanyalah beberapa pemain yang merupakan pemain hebat di Old Trafford.
Sementara itu, banyak dari para pemain ini pindah dari Old Trafford dengan kenangan indah. Namun, ada juga beberapa pemain yang meninggalkan MU dengan kurang baik dan akhirnya menyesalah.
Siapa saja mereka? Berikut 5 pemain yang menyesal meninggalkan MU.
Saksikan Video Manchester United di Bawah Ini
5. Gabriel Heinze
Sebelumnya Patrice Evra menjadikan posisi bek kiri miliknya di Manchester United, posisi itu ditempati Gabriel Heinze. Bek asal Argentina itu didatangkan MU dari Paris Saint-Germain dengan harga 6,9 juta pound.
Debut Heinze bersama MU spektakuler dengan mencetak satu gol saat menghadapi Bolton Wanderers. Dia melanjutkan penampilan mengesankannya di laga-laga berikutnya. Penampilan spektakuler Heinz diganjar dengan penghargaan Sir Matt Busby Player of the Year.
Namun, cedera melawan Villareal di Liga Champions pada awal musim membuat Heinze harus absen sepanjang musim. MU pun mendatangkan Partice Evra.
Karena posisinya direbut Evra, Heinze lalu dimainkan sebagai bek tengah karena MU krisis cedera. Dia pun kecewa dengan kehidupan di Old Trafford.
Kendati mengangkat trofi Liga Inggris, Heinze menuntut transfer ke Liverpool menjelang akhir musim. Hal ini benar-benar merusak hubungannya dengan Manajer MU Sir Alex Ferguson.
MU menolak tawaran Liverpool dan Heinze akhirnya pindah ke Real Madrid. Dia menjadi pemain MU ketiga yang pindah ke Los Blancos setelah David Beckham dan Ruud van Nistelrooy.
Ferguson marah dengan transfer tersebut dan menuduh Real Madrid mengontrak Heinze dalam upaya untuk memikat Cristiano Ronaldo, yang punya hubungan dekat dengan pemain Argentina itu. Setelah bertahun, Heinze akhirnya berbicara tentang penyesalannya meninggalkan Old Trafford.
"Saya menghabiskan tiga tahun di Manchester dan mengalami beberapa momen hebat dan saya sangat menyesal (meninggalkan klub)," katanya.
"Saya mengambil keputusan dan melihat ke belakang, saya menyesalinya karena itu berarti meninggalkan klub yang hebat dan pendukung mereka."
Sementara itu, Ferguson mengaku tidak memiliki masalah dengan Heinze. "Saya pikir dia memiliki agen buruk yang merekayasa situasi dan mencoba menipu (kepala eksekutif) David Gill. Saya tidak punya masalah dengan Gabby. Dia adalah pemain yang fantastis bagi kami, seorang pejuang. Dia hanya menerima nasihat yang buruk," ucapnya.
Advertisement
4. Juan Sebastian Veron
Juan Sebastian Veron dianggap sebagai pembelian mahal Manchester United yang gagal. Selain itu, dia juga dianggap sebagai salah satu pemain Liga Inggris terburuk yang pernah ada. Kendati tampil buruk, Veron mengaku menyesal mengakhiri kariernya di Old Trafford begitu cepat.
Veron didatangkan dengan harga 28,1 juta pound - jadi rekor transfer Liga Inggris - dari Lazio. Pemain asal Argentina ini memiliki awal yang fenomenal dengan mencetak tiga gol dalam empat penampilan. Dia pun mendapatkan penghargaan Premier League Player of the Month.
Namun, tuntutan Liga Inggris membuat penampilan Veron menurun. Segalanya tidak membaik untuk pengatur serangan berkepala plontos itu pada musim keduanya di Liga Inggris. Tetapi penampilannya di Liga Champions sangat fenomenal, dengan empat mencetak di babak grup.
Veron dinilai unggul dalam permainan Eropa karena berjalan lebih lambat. Sementara di Liga Inggris, penyesuaiannya dipertanyakan oleh pers dan banyak pakar. Manajer MU Sir Alex Ferguson kemudian menanggapi pertanyaan itu.
"Veron adalah pemain yang sangat hebat. Dan kalian semua idiot," katanya penuh amarah.
Hanya dua musim di Old Trafford, MU menjual Veron ke Chelsea dengan harga kurang dari setengah dari biaya merekrutnya. Veron pun mengungkapkan penyesalannya hanya bermain singkat di MU.
"Saya sebenarnya merasa lebih sulit tinggal di London daripada Manchester karena saya dari La Plata, yang merupakan kota cukup kecil. Saya berharap saya bisa bertahan di United lebih lama, karena saya yakin saya bisa melakukan hal-hal berbeda," ujarnya.
"Jika saya tetap tinggal di Manchester, saya pikir saya akan memiliki lebih banyak kontinuitas di lapangan."
3. Henrik Larsson
Henrik Larsson hanya membuat 13 penampilan untuk Manchester United di semua kompetisi. Tetapi, striker asal Swedia tersebut dengan cepat membuktikan dirinya sebagai pahlawan selama dua bulan di Inggris.
Sebagai pengagum Larsson, Manajer MU Sir Alex Ferguson memanfaatkan kesempatan mendapatkan dengan status pinjaman dari Helsingborg pada Januari 2007. Larsson merespons dengan mencetak gol pada debutnya melawan Aston Villa di Piala FA.
Pengaruh Larrson berlanjut pada laga-laga MU berikutnya menyusul. Meski tampil mengesankan dan disayangi para fans MU, pemain berusia 35 tahun itu tidak memperpanjang masa peminjamannya.
Kepergian mantan pemain Barcelona itu mengecewakan semua orang, terutama Ferguson. "Kami akan senang dia tetap tinggal, tetapi, jelas, dia telah membuat janjinya kepada keluarganya dan Helsingborg dan saya pikir kita harus menghormatinya," ucap Ferguson.
Larsson mengaku menyesali keputusannya itu. "Satu-satunya penyesalan yang saya miliki dalam karier bermain saya adalah bahwa saya tidak bertahan selama sisa musim karena saya pikir jika saya melakukannya, saya akan ditawari sedikit lebih banyak, mungkin perpanjangan dari itu. Masalahnya adalah saya berjanji kepada Helsingborg untuk pulang dan saya ingin anak-anak memiliki tempat yang bisa mereka sebut rumah," ucapnya.
Advertisement
2. David Beckham
David Beckham memiliki banyak hal. Bagi banyak orang, dia adalah wajah sepak bola global. Untuk fashionista, dia adalah ikon gaya terbaik.
Untuk orang Amerika, dia mungkin salah satu dari sedikit pesepak bola yang mereka kenal. Namun, sebelum Beckham menjadi seperti itu, dia adalah gelandang hebat Manchester United.
Bagian dari Kelas 92 yang legendaris, Beckham tumbuh dari bakat generasi menjadi pesepak bola kelas dunia di bawah asuhan Sir Alex Ferguson. Dia memenangkan enam gelar Liga Inggris, satu trofi Liga Champions, dua Piala FA, dan dua Community Shields.
Tetapi, fokus Beckham pada citra dan kesepakatan korporatnya membuat hubungan dengan Ferguson tegang. Juru taktik asal Skotlandia itu menuduh Beckham bertindak seolah-olah dia lebih besar dari manajer.
Hubungan keduanya mencapai titik puncak setelah kekalahan MU 0-2 dari Arsenal di Piala FA. Usai laga itu, Ferguson menendang ke arah Beckham yang membuat pelipisnya terluka.
Insiden tersebut menjadi paku terakhir bagi karier Beckham di MU, dengan bergabung ke Real Madrid segera setelah itu. Meski menempa karier yang terhormat bersama Madrid, LA Galaxy, AC Milan, dan PSG - pencapaiannya di lapangan tidak mendekati apa yang terjadi dengan MU.
Ferguson mengungkapkan perasaannya pada Beckham dalam otobiografinya 2013 lalu. "David adalah satu-satunya pemain yang saya kelola yang memilih untuk menjadi terkenal, membuat misinya dikenal di luar permainan," katanya.
"Saat seorang pemain Manchester United berpikir dia lebih besar dari manajer yang harus dia tuju ... David mengira dia lebih besar dari Alex Ferguson. Tidak ada keraguan tentang itu dalam pikiran saya".
Beckham merenungkan waktunya di MU lebih dari dua dekade kemudian, dengan mengatakan: "Pada usia 41 saya ingin berpikir bahwa saya lebih dewasa dan sedikit lebih bijaksana daripada ketika saya berusia 21 tahun. Ada beberapa keputusan yang saya buat saat itu salah dan saya dapat melihat mengapa manajer menjadi sangat frustasi."
"Saya sangat senang tinggal di Manchester United sepanjang karier saya dan tidak pernah pergi ke tempat lain," pungkasnya.
1. Peter Schmeichel
Peter Schmeichel tidak diragukan lagi adalah salah satu penjaga gawang terhebat di dunia pada masa jayanya. Delapan musim bermain untuk Manchester United adalah bukti kehebatannya.
Dibeli dari klub Denmark Brondby pada 1991 dengan harga 505 ribu pound, Schmeichel membutuhkan sedikit waktu untuk menemukan kakinya di Liga Inggris. Bersama MU, dia memenangkan segalanya.
Selain mempertahankan clean sheet untuk 42% penampilannya di MU - statistik yang gila - Schmeichel juga berlari ke area lawan untuk membantu serangan timnya sehingga menjadikannya favorit fans.
Tapi, di musim terakhirnya pada 1999, kiper asal Denmark itu merasa bahwa tuntutan jadwal MU yang melelahkan dikombinasikan dengan kecepatan sepak bola Inggris terlalu membuat stres. Dia kemudian memutuskan pindah ke liga yang tidak terlalu menuntut.
Karier Schmeichel bersama MU sangat spektakuler. Dia memenangkan treble bersejarah setelah Setan Merah mengalahkan Bayern Munchen 2-1 pada final Liga Champions di Camp Nou, 2009.
Penghitungan trofi Schmeichel pada saat pindah ke Sporting Lisbon berjumlah lima gelar Liga Inggris, satu trofi Liga Champions, tiga Piala FA, empat Community Shields dan satu Piala Super Eropa.
Schmeichel menyatakan penyesalan atas keputusannya untuk pindah hampir dua dekade kemudian. "Saya mungkin bisa bermain selama bertahun-tahun lagi di Manchester United jika saya mengurangi sedikit rasa bangga dan berbicara dengan manajer tentang hal itu - tapi saya tidak," katanya.
"Saya terlalu bangga dengan posisi saya di klub. Ketika Anda mencapai usia pertengahan 50-an, Anda melihat ke belakang dan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang berbagai hal. Itu adalah kepala pria muda yang membuat keputusan itu, saya akui saya mungkin seharusnya bertahan."
"Bukan penyesalan seperti itu, tapi sekaligus penyesalan jika Anda mengerti maksud saya," pungkasnya.
Advertisement