Sukses

Malaysia Hukum Pemain Myanmar karena Salam Antikudeta Militer

Salam tiga jari menjadi simbol perlawanan masyarakat Myanmar terhadap kudeta militer yang berlangsung di negaranya.

Liputan6.com, Jakarta Salah seorang pemain Myanmar yang bermain di Liga Malaysia dijatuhi sanksi larangan bertanding gara-gara melakukan gerakan salam tiga jari usai mencetak gol. Gerakan ini belakangan akrab sebagai simbol perlawanan warga pro demokrasi yang menentang kudeta militer di negara mereka.

Hein Htet Aung yang bermain untuk tim Divisi II Liga Malaysia, Selangor FC dipastikan absen saat timnya bertemu Perak FC, Jumat ini. Asosiasi sepak bola Malaysia menjatuhkan satu larangan bertanding kepadanya setelah melakukan salam tiga jari saat timnya bertemu PDRM FC bulan ini. 

Gambar yang memperlihatkan salam tiga jari Hein Htet Aung sempat viral di media sosial. Asosiasi Sepak Bola Malaysia menganggap gerakan itu tidak mencerminkan semangat sportivitas atlet. Htet Aung juga dinyatakan telah melanggar aturan terkait perbuatan dan bahasa yang menyinggung.  

Htet Aung juga bakal diganjar dengan sanksi yang lebih berat bila mengulangi aksi tersebut. 

 

 

Saksikan juga video menarik di bawah ini

2 dari 3 halaman

Komentar Asosiasi Sepak Bola Malaysia

"Sepak bola harus di atas ras, agama dan politik, "kata Baljit Singh Sidhu, ketua komite disiplin asosiasi sepak bola Malaysia kepada AFP seperti dilansir dari Channel News Asia.

"Sepak bola harus digunakan untuk menyatukan orang dan bukan untuk memecah belah mereka - dan tidak boleh memihak siapa pun," Sidhu menambahkan. 

 

3 dari 3 halaman

Salam Tiga Jari

Salam tiga jari terinsipirasi dari film Hunger Games. Saat ini, gerakan itu menjadi simbol perlawanan warga Myanmar terhadap pihak militer yang menangkap Aung San Suu Kyi, bulan Februari lalu. Junta militer menuding Suu Kyi dan pimpinan sipil lainnya telah berbuat curang dalam pemilihan umum. 

Kudeta ini memicu reaksi dari masyarakat di Myanmar. Mereka berbondong-bondong turun ke jalan menyerukan pembebasan Suu Kyi. Gerakan ini kemudian dibalas dengan tindakan represif oleh militer yang hingga saat ini diperkirakan telah menelan korban hingga 500 jiwa.Â