Sukses

Bola Ganjil: Penumpang Tenar di Pembajakan Maskapai Jerman

Usai mengungkap skandal korupsi sepak bola Jerman, Horst-Gregorio Canellas merasakan teror di udara. Berikut kisahnya.

Liputan6.com, Jakarta - Horst-Gregorio Canellas membuat gempar ketika memutar rekaman percakapan yang mengungkap kebobrokan sepak bola Jerman pada 1971.

Aksinya tersebut sepak bola Jerman berbenah dan menggelar penyelidikan. Hasil 10 pertandingan patut dipertanyakan. Sementara lebih dari 50 orang ditemukan bersalah.

Canellas jadi salah satu terdakwa meski menjadi whistleblower skandal tersebut. Tengah memimpin Kickers Offenbach, dia dilarang terlibat sepak bola seumur hidup.

Sosok berdarah Spanyol itu kemudian meninggalkan si kulit bundar meski mendapat pengampunan penuh pada tahun 1976.

Namun, kisah hidup Canellas bukan hanya ditandai peristiwa ini. Ada pengalaman lebih menakutkan yang dirasakannya.

Saksikan Video Berikut Ini

2 dari 4 halaman

Teror di Udara

Canellas dalam perjalanan ke Frankfurt sehabis mengunjungi Mallorca pada 13 Oktober 1977. Dia naik Lufthansa dengan nomor penerbangan LH 181 bersama 85 penumpang lain plus lima awak.

Sekitar 30 menit mengudara, pesawat dibajak di udara oleh empat militan. Teroris dari Palestina bernama Zohair Youssif Akache bertindak sebagai pemimpin, membawahi Suhaila Sayeh, Wabil Harb, dan Hind Alameh.

Mahmud memaksa Schumann terbang mengarah ke Larnaca, Siprus. Namun, karena pesawat tidak membawa cukup bahan bakar, maka mereka harus mendarat di Roma, Italia.

Di sini pembajak menyuarakan tuntutan pertama, yakni pembebasan sepuluh teroris Red Army Faction (RAF) yang ditahan di Penjara JVA Stuttgart-Stammheim, ditambah dua rekan sesama Palestina yang ditahan di Turki, serta uang sebesar 15 juta dolar AS. Pemerintah Jerman meminta Italia menembak roda pesawat untuk mencegahnya mengudara. Tapi, Pemerintah Italia memilih tidak ikut campur.

Pesawat akhirnya terbang ke Larnaca. Setelah satu jam tiba, perwakilan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) setempat mencoba membujuk Mahmud agar membebaskan sandera melalui komunikasi.

3 dari 4 halaman

Pilot Ditembak Mati

Pesawat kembali mengisi bahan bakar dan berangkat ke Beirut (Lebanon). Namun, mereka dilarang mendarat.

Mahmud memberi saran agar pesawat terbang ke Damaskus (Suriah), tapi permintaan merapat juga diabaikan. Penolakan juga datang dari Baghdad (Irak) dan Kuwait City (Kuwait). Pesawat akhirnya merapat ke Bahrain.

Sempat diblok, pesawat akhirnya mendarat karena bahan bakar segera habis. Kasus serupa terjadi di Dubai, Uni Emirat Arab. Di sini pembajak meminta kiriman makanan, minuman, obat-obatan, hingga koran. Pesawat tetap berada di tempat parkir hingga 15 Oktober karena mengalami masalah teknis.

Setelah diperbaiki, pesawat terbang mengudara menuju Salalah dan Masirah (Oman), Riyadh (Arab Saudi), dan Aden (Yaman).

Meski ditolak, pesawat akhirnya mendarat di landasan berpasir yang sejajar dengan kedua landasan pacu. Burung besi itu tetap utuh, tapi dalam kondisi rusak karena pendaratan kasar.

Schumann diizinkan turun untuk memeriksan kondisi roda. Namun, karena terlalu lama kembali, dia ditembak hingga mati begitu melapor. Pesawat kini dikendalikan kopilot Jurgen Vietor. Dengan hati-hati dia menerbangkan pesawat menuju Mogadishu (Somalia).

 

4 dari 4 halaman

Aksi Penyelamatan

Pada 17 Oktober pagi waktu setempat, pesawat tiba di Bandara Adden Ade. Setelah pesawat diparkir, jasad Schumann dikeluarkan melalui seluncur evakuasi di pintu kanan belakang.

Pembajak kemudian menuntut Pemerintah Jerman agar mengabulkan pembebasan anggota RAF hingga pukul 16.00. Jika tidak, mereka mengancam bakal membakar pesawat yang tidak bisa lagi beroperasi akibat kerusakan roda.

Pemerintah Jerman akhirnya memenuhi, tapi meminta waktu mengingat proses panjang yang mesti dilalui. Tenggat pun diperpanjang hingga pukul 02.30 keesokan harinya.

Sempat berniat mencoba di Dubai, tapi ditunda karena ingin latihan ekstra, pasukan elite kontraterorisme Jerman GSG-9 dibantu resimen khusus Angkatan Darat Inggris dan tentara Somalia akhirnya beraksi.

Pasukan dibagi. Komandan GSG-9 naik ke dalam pesawat melalui pintu darurat, dengan beberapa anggota menggunakan tangga naik ke atas sayap dan membuka kedua jendela.

Meminta penumpang dan awak menunduk ke lantai kabin menggunakan bahasa Jeman, pasukan mulai menembaki keempat pembajak, menewaskan Wabil Harb dan Hind Alameh serta melukai Akache dan Suhaila Sayeh. Akache meninggal akibat luka tembak beberapa jam kemudian.

Salah satu anggota GSG-9 terluka akibat tembakan dari pembajak, begitu pula tiga penumpang dan seorang awak kabin. Setelah dievakuasi, Canellas dan korban penyanderaan kemudian diterbangkan ke Bandara Bonn di Koln. Mereka mendarat 18 Oktober sore dan mendapat sambutan pahlawan.