Liputan6.com, Jakarta - Kehidupan di balik Tirai Besi digambarkan sangat suram. Meski begitu, tetap ada cahaya keluar dari sana.
Josef Masopust merupakan contohnya. Dia merupakan salah satu pesepak bola berbakat yang lahir di timur Eropa, selain Lev Yashin, Ferenc Puskas, hingga Florian Albert.
Masopust menggabungkan teknik pemain Brasil dengan etos kerja tinggi layaknya masyarakat dari Blok Timur. Dia merupakan pahlawan negara setelah membawa Cekoslovakia menduduki peringkat tiga Piala Eropa 1960 dan jadi runner-up Piala Dunia dua tahun berselang.
Advertisement
Lahir 9 Februari 1931, Masopust bergabung dengan Dukla Prague pada 1952 setelah membela ZSJ Uhlomost (sekarang dikenal sebagai FK Nanik Most) dan ZSJ Technomat Teplice.
Transfer Masopust ke Dukla termasuk kontroversial karena banyak klub menginginkan jasanya. Namun, koneksi militer memudahkan Dukla menggaetnya.
Masopust kemudian melakoni debut bersama negara tahun 1954 dan memenangkan 63 caps. Setelah tampil di Piala Dunia 1958, dia mulai mencuri perhatian ketika membawa Cekoslovakia menduduki peringkat tiga Piala Eropa 1960 usai dikalahkan Uni Soviet di semifinal.
Saksikan Video Berikut Ini
Pengakuan Pele
Pada turnamen berikutnya di Chile, Masopust mengejutkan dunia dengan mencapai semifinal. Partisipasi mereka sebelumnya diprediksi berakhir singkat karena satu grup dengan Brasil, Meksiko, dan Spanyol.
Namun, Cekoslovakia melaju ke perempat final usai mengalahkan Spanyol dan mengimbangi Brasil. Mereka lalu menyingkirkan Hungaria dan Yugoslavia untuk memesan tempat melawan Negeri Samba di final.
Walau tidak dikenal sebagai pemain subur, Masopust membawa negaranya memimpin. Namun, Brasil menyamakan skor tidak lama berselang. Selecao lalu menambah dua gol selepas jeda.
"Kami berstatus juara dunia meski hanya semenit. Tentu mengecewakan menderita kekalahan, tapi warisan penampilan kami menciptakan kenangan yang bertahan hingga sekarang," ujar Masopust dilansir World Soccer.
Cekoslovakia mengakui keunggulan Brasil yang bermain tanpa Pele. Meski begitu, Pele mengakui kualitas Masopust dan memasukkannya ke dalam daftar pemain terbaik dunia FIFA 100 pada 2004.
“Masopust adalah gelandang berteknik tinggi. Dia seakan lahir di Brasil, bukan Eropa. Permainannya layak dibandingkan dengan (Michel) Platini, (Franz) Beckenbauer, dan Xavi (Henandez). Dia juga sangat pintar di luar lapangan" puji Pele.
Pada akhir 1962, Masopust diakui sebagai pemain paling mencolok di Piala Dunia Chile. Dia pun dianugerahi Ballon d’Or, mengungguli striker legendaris Portugal Eusebio dan bek Jerman Karl-Heinz Schnellinger.
Advertisement
Bela Klub yang Dibenci
Di level klub, sosok kelahiran Strimice ini menghabiskan 14 tahun bersama Dukla. Publik mencintainya meski memandang klub dengan sinis.
Pasalnya, Dukla memiliki asosiasi dengan militer. Di tengah masa kejayaan, rata-rata penonton yang datang ke stadion hanya sekitar sembilan ribu. Jumlah itu jauh di bawah dua tim berbasis ibu kota lain, Sparta dan Slavia.
Selain koneksi tersebut, masyarakat juga tidak suka melihat praktik Dukla dalam beroperasi. Klub yang berdiri tahun 1948 ini kerap menggunakan kekuatan di belakang layar untuk mendapatkan pemain terbaik, termasuk asal Sparta dan Slavia.
Â
Latih Timnas Indonesia
Masopust membawa Dukla menjadi juara liga sebanyak delapan kali, plus tiga gelar Piala Cekoslovakia. Pada musim 1966/1967, dia membantu klub masuk semifinal Piala Champions walau sudah berusia 35 tahun.
Dilepas setahun kemudian, Masopust mendapat izin bermain di luar negeri. Dia menjalani peran pemain-pelatih di klub Belgia Crossing Molenbeek.
Masopust kembali ke Dukla pada 1973 sebagai pelatih dan dipercaya menangani timnas tahun 1984. Dia kemudian membuat kejutan dengan menerima pinangan PSSI untuk melatih timnas U-19 Indonesia.
Advertisement