Sukses

Bola Ganjil: Trio Milutinovic Bersaudara Mengguncang Dunia

Simak kisah tiga Milutinovic bersaudara yang memiliki keahlian masing-masing di sepak bola.

Liputan6.com, Jakarta - Pecinta sepak bola tahu Baresi, Koeman, Laudrup, Neville, De Boer, hingga Inzaghi merepresentasikan apa. Nama-nama ini adalah kakak adik dengan karier luar biasa.

Apakah itu bermain di era sama atau tidak (Michael dan Brian Laudrup), memperkuat satu tim (Gary dan Philip Neville), atau bahkan dipisahkan rivalitas sekota (Giuseppe dan Franco Baresi), mereka menghadirkan cerita ekstra dari sepak bola yang pada dasarnya sudah penuh drama.

Hal serupa juga berlaku jika melibatkan tiga saudara, meski jumlahnya tidak banyak dan cenderung hanya satu sosok yang menonjol. Pogba, Hazard, atau Maradona adalah contohnya.

Namun, tidak demikian dengan trio dari Yugoslavia. Milutinovic bersaudara bersinar lewat caranya masing-masing.

Milutinovic paling dikenal di dunia barangkali sang bungsu Velibor atau sapaan akrabnya Bora. Punya pengertian strategi mendalam, dia sukses membawa lima negara berbeda ke Piala Dunia secara beruntun sebagai pelatih.

Kakak pertamanya adalah Milos yang dianggap sebagai salah satu pesepak bola terbaik dari Yugoslavia, terutama dari posisi sayap. Sementara anak tengah Milorad beroperasi di lini belakang. Dia membela negaranya pada Piala Dunia 1958 serta memperkuat Partizan Belgrade hampir di 200 kali.

Ini adalah kisah mereka:

Saksikan Video Berikut Ini

2 dari 5 halaman

Dobrakan Milos

Lahir di Bajina Basta yang terletak di sisi Sungai Drina, barat daya Yugoslabia, Milutinovic bersaudara hidup sulit pada masa kecil karena hilangnya kedua orang tua. Sang ayah tewas akibat Perang Dunia II dengan ibu meninggal karena tuberkolosis tidak lama setelah konflik tersebut.

Milos, Milorad, Bora, dan saudari mereka Milena akhirnya dibesarkan bibi di kota tambang kecil bernama Bor.

Sejak usia kecil, ketiga bersaudara menunjukkan potensi besar di lapangan hijau. Teknik Milos ditambah kreativitas dan kecepatan memudahkannya mengisi berbagai posisi di lini depan.

Talenta tersebut meyakinkan FK Bor, yang berkutat di Divisi III, untuk merekrutnya. Bakatnya kemudian terendus oleh Partizan pada 1952. Jasa Milos sebenarnya juga diinginkan Red Star. Namun, dia akhirnya memilih Partizan yang berjanji juga memboyong Milorad. Baru berusia 19 tahun, Milos bertindak sebagai kepala keluarga dan ingin menjaga sang adik.

3 dari 5 halaman

Bintang Impor Bayern Munchen Pertama

Dengan kehidupan profesional dan personal lebih mapan, Milos tampil percaya diri di lapangan. Dia bersinar pada laga pertama Piala Champions sepanjang masa melawan CP Sporting dari Lisbon, Portugal. Mencetak dua gol, Milos terpilih sebagai man of the match.

Milos makin bersinar di partai kedua. Dia membuat empat gol dan membantu timnya melangkah ke babak berikut.

Real Madrid sudah menunggu. Memiliki Ferenc Puskas, Alfredo Di Stefano, dan Francisco Gento, Los Blancos jelas diunggulkan. Namun, justru Milos yang bersinar pada duel pertama di ibu kota Spanyol. Dia bahkan mampu menghasilkan dua gol pada 10 menit pertama. Beruntung bagi Real Madrid, wasit menganulir kedua torehannya tersebut.

Tuan rumah menang 4-0. Pada leg kedua, Milutinovic kembali cemerlang dan menjebol gawang lawan dua kali. Sayang Partizan hanya berjaya 3-0 dan tersisih. Meski begitu, catatan delapan gol dari empat laga menjadikan Milutinovic sebagai top skor kompetisi.

Milos terus memperkuat reputasi. Jika bukan karena larangan bermain di luar negeri sebelum berusia 28 tahun, dia bakal bersinar di Eropa. Sempat dua musim di Partizan, dia lalu pergi ke OFK Belgrade.

Tahun 1960, Milos didiagnosis mengidap tuberkulosis. Penyakit itu merupakan pembunuh paling aktif di Yugoslavia. Beruntung ada klub Eropa Barat mau membantu. Bayern Munchen yang ketika itu belum ada apa-apanya menawarkan karier plus perawatan. Proposal tersebut pun disambut.

Manuver Bayern Munchen berbuah manis. Milos jadi salah satu pemain asing terbaik sepanjang sejarah klub, meski performanya tidak seperti ketika belum terkena penyakit.

Dari Jerman, Milos berpetualang ke Prancis untuk membela Stade Francais dan Racing Club sebelum pulang kampung di usia 35 tahun.

Milos kembali memperkuat OFK dan berduet bersama teman lama Dragoslav Sekularac. Kehadiran keduanya menarik perhatian 33 ribu penonton untuk menyaksikan laga pertama. Seperti biasa, Milos tetap bersinar. Dia mencetak gol dan membantu tim meraih kemenangan.

 

4 dari 5 halaman

Pilihan Milorad

Milorad sempat mengikuti Milos ke OFK pada kesempatan pertama sebelum memilih jalur berbeda. Dia kembali ke Partizan ketika Milos pergi ke Bayern Munchen.

Pada saat bersamaan, Bora bergabung dan bermain sebagai gelandang. Keduanya bermain bersama pada periode 1960-1963 dalam tim legendaris Partizan. 

Milorad dikenal sebagai bek tanpa kompromi yang piawai menghalau serangan lawan. Memasuki usia 28 tahun, dia memaksimalkan opsi berkarier di luar negeri, tepatnya Swiss bersama La Chaux-de-Fonds dan Neuchatel Xamax. Namun, Bora memutuskan bertahan dan masih jadi bagian klub pada musim 1965/1966.

Ketika itu dia tidak lagi jadi pilihan utama. Beberapa bulan sebelum Partizan sukses melangkah ke final Liga Champions, dia pindah ke OFK dengan status pinjaman. Transfer ini membuat Milutinovic bersaudara membela Partizan dan OFK pada karier masing-masing.

 

5 dari 5 halaman

Polesan Bora

Jika Milos paling berbakat di lapangan, maka Bora punya kemampuan terbaik sebagai pelatih. Meski Milos dan Milorad sama-sama mencoba peruntungan, keduanya tidak mampu menyamai torehan sang bungsu.

Milos mampu membawa Partizan menjadi juara Yugoslavia pada 1983 setelah paceklik gelar setengah dekade. Sempay pula memimpin Besiktas dan timnas, dia kembali ke Partizan pada 1990. Namun Milos tidak berdaya menandingi Red Star Belgrade yang dalam periode keemasan. Dia meninggal dunia pada 2003.

Smeentara Milorad melatih klub Swiss Neuchatel Xamax sebelum memutuskan posisi pelatih bukanlah bukanlah pekerjaan ideal. Hanya bekerja semusim dan hidup tenang hingga menyusul Milos tahun 2015.

Hanya Bora yang masih hidup. Dia membawa timnas Meksiko, Kosta Rika, Amerika Serikat, Nigeria, dan Tiongkok tampil di Piala Dunia secara beruntun pada 1986-2002.

Pada kariernya itu, Bora hanya sekali gagal membawa tim asuhannya lolos dari fase grup yakni Tiongkok.

Keterlibatannya di panggung terbesar dunia memastikan nama Milutinovic tetap relevan dalam sepak bola lewat pencapaian di dalam dan luar lapangan lebih dari setengah abad lalu.