Liputan6.com, Jakarta- Muhammad Yahya Ayyas sukses mengharumkan nama Indonesia di kejuaraan dunia panahan berkuda, The 2nd Silk Road Cup & The 16th World Horseback Archery Championship yang berlangsung di Tehran, Iran, pada 18-21 September 2021. Yahya berhasil menyabet juara tiga di kategori Qabaq atau Turkish Style, dan kemudian meraih nomor tujuh untuk kategori umum.
"Kemenangan ini saya persembahkan pertama karena saya bawa nama bangsa Indonesia, untuk Indonesia, kemudian teman-teman dari komunitas saya, dari kementerian, dari temen-teman semua yang membantu di situ, untuk orang tua saya yang mendukung saya," ujar Muhammad Yahya Ayyas dalam keterangan tertulis.Â
Pada Kejuaraan dunia di Iran ini, digelar tiga kategori, yakni Korean Style, Qabaq / Kabak style atau Turkish Style dan Kassai Track. Pemuda berusia 20 tahun asal Karangnongko, Klaten, Jawa Tengah, itu, merebut juara tiga di Qabaq / Kabak style atau Turkish Style.
Advertisement
Muhammad Yahya Ayyas yang menunggangi kuda bernama Khorramshahr, berhasil melepaskan anak panah pada dua target yang ditentukan. Kedua target itu berada di sisi bawah dan atas dengan posisi atlet menunggangi kuda di lintasi track sepanjang 99 meter. Total poin yang dikumpulkan 17,870 sehingga menempatkannya berada di posisi ketiga.
Di perlombaan tersebut, atlet harus selalu menggunakan busana yang mewakili budaya kampung halaman atlet. Muhammad Yahya Ayyas saat di Iran memilih memakai seragam barisan Pinilih Kasatriyan Dalem Suryenglaga, pakaian salah satu pasukannya Pangeran Diponegoro.Â
Pangeran Diponegoro
Pakaian tersebut dipilih bukannya tanpa alasan. Ia mengatakan pasukan Pangeran Diponegoro antara lain terkenal dengan kemampuannya berkuda dan memanah, dan terinspirasi pasukan Ottoman Turki.
"Jadi ada jejak perjuangan di pakaian yang saya pakai, semangatnya juga beda ketika saya pakai untuk ikut perlombaan. Selain itu ketika dipakai untuk perlombaan, cukup nyaman juga," ujar Muhammad Yahya Ayyas yang juga merupakan pemilik Johnsto Stable Jogja.
Advertisement
Kendala
Putra dari Bambang Minarno itu mengatakan ia berangkat ke Iran dengan niatan menjadi yang terbaik. Namun perjalanannya ternyata menemui sedikit kendala. Karena kesalahpahaman dengan otoritas di Iran, paspornya terpaksa ditahan, dan baru dikembalikan satu hari sebelum pertandingan. Alhasil ia hanya punya waktu sedikit untuk melakukan persiapan.
Salah satu kendala yang ia harus hadapi, adalah ia tidak bisa begitu maksimal memilih kuda, karena Muhammad Yahya Ayyas datang ke lokasi lomba satu hari sebelum perlombaan dimulai. Ia mendapatkan kuda yang tergolong muda, yang ketika perlombaan beberapa kali sempat keluar jalur. Ia menyebut Khorramshahr bukanlah kuda yang stabil.
Selain itu, ia juga punya waktu yang sangat singkat untuk beradaptasi dengan udara di Iran. Muhammad Yahya Ayyas mengatakan ketika perlombaan, cuaca di Iran tidak jauh berbeda dengan cuaca di Jakarta. Namun udara di tanah Persia itu, menurutnya lebih kering. Sehingga atlet-atlet dari negara tropis, mendapat permasalahan seperti kulit pecah-pecah, hingga hidung berdarah.Â
"Kedepannya, saya akan berusaha lebih baik lagi. Saya akan latihan lebih baik lagi, dan melakukan persiapan lebih baik lagi. Semoga kedepannya saya bisa meraih hasil yang lebih maksimal lagi," ujarnya.