Sukses

4 Kepindahan Manajer Sepak Bola Teraneh Sepanjang Sejarah

Selain Mark Hughes, simak empat kepindahan manajer teraneh sepanjang sejarah dalam artikel berikut!

Liputan6.com, Jakarta - Mark Hughes baru-baru ini membuat kejutan di dunia sepak bola dengan menerima jabatan sebagai manajer baru di Bradford City.

Legenda Manchester United sekaligus mantan bos Manchester City, Stoke City, dan Southampton FC itu menggantikan Derek Adams yang dipecat pada awal bulan ini. Hughes kabarnya telah menandatangani kontrak berdurasi dua tahun dengan tim League Two.

“Saya sangat senang berada di sini dan (saya) menantikan peran serta pekerjaan yang ada,” ujar Hughes pasca penunjukannya, seperti dilansir dari Daily Mail.

“Mungkin sedikit mengejutkan bahwa saya bergabung (dengan Bradford), tetapi jangan tertekan oleh hal itu. Saya di sini karena suatu alasan, (yakni) menjadikan Bardford City sebagai tim yang ingin ditonton dan dibanggakan banyak orang,” sambungnya.

Mengutip laporan Daily Star, kepindahan Hughes memang menjadi hal yang mengejutkan bagi sebagian orang. Apalagi jabatan ini merupakan peran pertama yang diambilnya sejak meninggalkan Southampton pada 2018 lalu.

Hughes bukanlah satu-satunya manajer yang mengambil langkah tak terduga. Selain dirinya, terdapat sejumlah sosok lain yang mencatatkan transfer paling mencengangkan. Simak empat kepindahan manajer sepak bola teraneh sepanjang sejarah, seperti dilansir dari Daily Star!

2 dari 5 halaman

1. Gary Neville – Valencia

Usai bekerja sebagai salah satu pelatih Inggris di bawah Roy Hudgson sejak 2012, Gary Neville membuat keputusan berani dengan menerima jabatan sebagai manajer Valencia pada 2015.

Langkah ini menjadi hal yang mencengangkan buat sebagian orang. Pasalnya, Neville menghabiskan seluruh karier sepak bolanya di Inggris.

Ia menjalani musim yang panjang bersama Manchester United dan membela tim nasional Inggris. Setelahnya pun ia masih menjadi asisten pelatih The Three Lions. Tak heran jika pilihannya untuk melangkah ke La Liga membuat banyak orang bertanya-tanya.

Dilansir dari Daily Star, Neville hanya sanggup memenangkan 10 dari 28 pertandingan di Valencia. Klub yang kala itu berada enam poin di atas zona degradasi akhirnya memilih untuk memberhentikan Neville dari jabatannya.

3 dari 5 halaman

2. Tony Adams – Granada

Mirip Neville, Tony Adams juga membuat langkah mengejutkan dengan menjadi manajer Granada setelah lama melanglang buana sebagai pesepak bola di Inggris bersama Arsenal.

Namun, ini bukanlah kepindahan aneh pertama yang dicatatkannya. Melansir Daily Star, Tony Adams sempat mengguncang Azerbaijan dengan mengambil jabatan manajer di Gabala, sebelum hijrah ke Spanyol pada 2017.

Granada semula mengangkat mantan bek Arsenal itu sebagai direktur sepak bola pada Maret. Akan tetapi, pihak klub mengalihperankan Adams menjadi manajer sebulan kemudian.

Bertahun-tahun absen menjalani karier manajerial, Adams mengemban tanggung jawab besar, yakni menyelamatkan skuad asuhannya dari zona degradasi. Namun, upaya tersebut tak berbuah hasil yang diharapkan. Granada jadi salah satu tim yang terdegradasi kala itu.

4 dari 5 halaman

3. Dave Hockaday – Leeds United

Dave Hockaday merupakan salah satu manajer teraneh yang ditunjuk mengisi kursi pelatih Leeds United di bawah kempemimpinan Massimo Cellino. Sosok yang hampir tak dikenal itu dipercaya menggantikan Brian McDermott untuk musim 2013/2014.

Satu-satunya pengalaman manajerial yang dikantongi Hockaday kala itu adalah menjadi juru taktik di Forest Green Rovers. Bersama Leeds, ia hanya mampu meraih dua kemenangan dari enam pertandingan yang ditanganinya. Hockaday akhirnya dipecat 70 hari setelah bekerja.

5 dari 5 halaman

4. Ramon Diaz – Oxford United

Eks pemain internasional Argentina Ramon Diaz menjabat sebagai manajer River Plate selama tujuh tahun, sebelum akhirnya hengkang ke Inggris. Ia mengambil posisi sebagai manajer Oxford United pada Desember 2004.

Meski dilaporkan rela bekerja gratis dan sukses memberikan awal yang cerah di masa kepemimpinannya, Diaz memutuskan pergi dari klub sebelum akhir musim, ketika Oxford finis di posisi ke-15.