Sukses

Warga Shanghai Panic Buying karena Lockdown Covid-19

Panic buying melanda warga kota Shanghai Tiongkok. Pasalnya, Pemerintah setempat memberlakukan lockdown akibat Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta Panic buying melanda warga kota Shanghai Tiongkok. Pasalnya, Pemerintah setempat memberlakukan lockdown akibat Covid-19.

Mengutip CNN, video kepanikan warga Shanghai memperlihatkan perebutan barang-barang di lorong supermarket. Rak-rak makanan pun terlihat kosong melompong.

Diketahui, pihak berwenang mengumumkan sebagian kota akan memasuki lockdown skala besar untuk menghentikan penyebaran Covid-19. Shanghai disebut sebagai pusat baru wabah Covid-19 setelah adanya rekor 3.500 kasus pada Minggu (27/3/2022).

Sebetulnya, pihak kota Shanghai menolak melakukan lockdown. Pemerintah lebih memilih menerapkan sistem "slice-and-grid" yang menutup kompleks perumahan secara bergilir sementara penduduk diuji.

Namun pada hari Minggu, Pemerintah Shanghai akhirnya menerapkan lockdown timur-barat. Tindakan itu sempat dikritik masyarakat yang mengeluh karena trauma Covid-19.

"Lockdown kota penuh akan menghemat banyak waktu dan infeksi ... (termasuk) trauma psikologis berada di bangsal COVID," seorang penduduk di Distrik Pudong timur bermarga Li mengatakan kepada CNN.

 

 

2 dari 4 halaman

Kekhawatiran Karantina

Lebih lanjut, warga Shanghai juga mengkhawtirkan karantina karena Covid-19. Pemerintah kota diketahui mengirim mereka yang dinyatakan positif ke rumah sakit atau pusat karantina.

Shanghai sendiri telah mengubah enam rumah sakit, dua stadion dalam ruangan dan satu pusat pameran menjadi pusat karantina pemerintah. Demikian menurut keterangan pejabat setempat.

3 dari 4 halaman

Soal Fasilitas

Masyarakat khawatir, fasilitas karantina tersebut tidak memadai. Salah seorang pengguna pun telah menyampaikan keluhannya lewat media sosial.

"Ratusan orang hidup bersama, dalam kondisi dingin dan buruk. Pria dan wanita dikarantina bersama tanpa privasi," demikian menurut satu unggahan di media sosial

4 dari 4 halaman

Infografis Covid-19