Liputan6.com, Jakarta - Seperti gelaran event internasional lain belakangan ini, Piala Dunia 2022 di Qatar nanti juga akan menjadi salah satu ajang yang mengedepankan program "ramah lingkungan".
Kementerian Perkotaan Qatar menargetkan 60 persen sampah selama Piala Dunia akan menjalani proses daur ulang ketat. Mulai dari recycling, reuse atau proses lainnya.
Baca Juga
Mereka berjanji tidak akan hanya membiarkan sampah-sampai itu membusuk di tempat pembuangan akhir.
Advertisement
Program ini sejalan dengan janji untuk membuat Piala Dunia Qatar akhir tahun nanti menjadi yang pertama bebas karbon.
"Kami menargetkan 60 persen sampah akan dipilah, ini adalah tanggung jawab besar sebagai tuan rumah event olahraga besar," ujar Direktur Manajemen Sampah dan Daur Ulang Kementerian Perkotaan, Hamad Al Bahr.
Pemilahan sampah adalah upaya krusial demi meningkatkan jumlah sampah yang akan menjalani daur ulang. Tak hanya pemerintah yang bertanggung jawab, tetapi semua individu termasuk rumah hingga bisnis besar.
Dalam wawancara dengan Qatar TV, Al Bahr mengatakan kalau pemilahan 60 persen sampah adalah angka yang lebih besar dibandingkan Piala Dunia sebelumnya di Rusia.
"Target ini sulit. Karena itu kami membentuk tim demi mencapainya. Target lain kami adalah mengubah 40 persen sampah lainnya menjadi energi," lanjutnya.
Pemerintah Qatar pun sudah mengajukan beberapa proposal tender dan kerjasama dengan pihak swasta. Mulai dari peti kemas untuk membawa sampah, tenaga pembersih, hingga stasiun pembuangan sampah mobile selama Piala Dunia 2022 nanti.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sudah Sukses di FIFA Arab Cup
Program yang dibuat oleh Qatar ini sebenarnya bukan sekedar angan-angan atau mimpi dadakan. Mereka sudah melakukan ujicoba saat menggelar turnamen sepakbola antar negara-negara Arab tahun lalu.
Pada FIFA Arab Cup 2021, tak ada sampah dari venue pertandingan yang berakhir di tempat pembuangan sampah akhir, dan sekitar 70 persen berhasil didaur ulang di Stadion Al Bayt.
Qatar mempersiapkan dua tipe tempat sampah, berwarna hijau dan abu-abu, untuk memisahkan sampah daur ulang dan non-daur ulang dari penonton. Para penonton diminta untuk membantu program ramah lingkungan ini.
"Saat ini, kami punya pusat manajemen sampah paling besar di Timur Tengah. Kami sudah punya pengalaman cukup bagus selama FIFA Arab Cup 2021, yang menjadi pijakan untuk mencapai target kami," tambah Al Bahr.
Tak hanya dari pembuangan sampah, Qatar juga berusaha ramah lingkungan dalam membangun stadion-stadion sebagai venue pertandingan Piala Dunia nanti.
Contohnya Stadion Ahmad bin Ali. Stadion yang sebenarnya dibangun sejak 2003 ini menjalani renovasi yang mengutamakan konsep eco-friendly.
Sebanyak 90 persen material dari bangunan lama digunakan kembali untuk stadion baru dan juga proyek seni publik. Pohon yang sebelumnya mengelilingi stadion lama dipertahankan untuk ditanam kembali sehingga dapat meminimalkan kerusakan lingkungan alam.
Ruang hijau baru seluas 125 hektar persegi dengan tanaman asli dan konsumsi air rendah bisa dinikmati masyarakat di sekitar stadion.
Stadion ini juga dilengkapi koneksi kereta, jalur sepeda dan jalur pejalan kaki yang strategis. Sehingga meminimalisir penggunaan mobil pribadi.
Â
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DIÂ GOOGLE NEWS
Advertisement
Strategi
Satu stadion lain yang mengedepankan konsep ramah lingkungan adalah Stadion 974 yang terletak di Ras Abu Aboud, dekat pelabuhan Doha.
Yang bikin stadion rancangan Fenwick Iribarren Architects ini unik karena menggunakan 974 kontainer pengiriman baja bekas, yang dimodifikasi hingga berbentuk melengkung seperti bujur sangkar.
Hal ini tentunya ramah lingkungan karena membutuhkan bahan material konstruksi yang lebih sedikit, sehingga mengurangi limbah dan meminimalisir jejak karbon selama proses pembangunan.
Untuk menghadapi cuaca panas Timur Tengah yang bisa mencapai 43 derajat Celcius, stadion venue Piala Dunia 2022 akan dilengkapi oleh pendingin ruangan raksasa untuk mencegah para pemain dan penonton alami kepanasan dan dehidrasi.
AC raksasa sudah pasti tidak ramah lingkungan dong?
Tidak kalau menggunakan teknologi canggih yang dikembangkan selama 13 tahun oleh Saud Abdulaziz Abdul Ghani alias Dr Cool.
Sistem pendingin ruangan ini akan menggunakan energi dari matahari dan diklaim 40 persen lebih ramah lingkungan dibandingkan teknik yang saat ini ada.
Tujuh dari delapan stadion Piala Dunia 2022 yang dilengkapi teknologi ini disebut akan bebas karbon. Termasuk Stadion Al Janoub, yang akan jadi venue laga pertama Prancis.
AC Raksasa Kok Irit Listrik?
Listrik yang dibutuhkan untuk pendingin udara ini dikumpulkan dari lahan panel surya raksasa yang terletak di gurun pasir dekat Doha. Teknologi yang sama telah digunakan untuk mengaliri listrik ke rumah kaca-rumah kaca, tempat Qatar selama ini menghasilkan sayur mayur mereka.
"Kami memiliki insulasi thermal terbaik dalam mesin kami, juga sistem sensor terbaik di sekitar stadion," ujar Saud yakin dengan alat ciptaannya.
Meski temperatur pada Desember nanti akan tidak setinggi saat musim panas, teknologi pendingin ruangan ini akan tetap digunakan. Menurut Saud, tiap manusia menghasilkan panas setara dua buah laptop dan mengeluarkan 70 gram keringat tiap jamnya.
Karena itu, Saud melanjutkan, pendingin ruangan masih dibutuhkan. Apalagi saat 80 ribu orang akan berkumpul di dalam satu stadion selama pertandingan Piala Dunia berlangsung. Terlebih saat ini temperatur global tidak mudah diprediksi imbas perubahan iklim.
"Kalau kamu ingin para pemain terus bermain tanpa water break, maka pendingin ruangan akan menjadi kebutuhan," tambah Saud.
Ia pun yakin teknologi ini akan diadopsi pada Piala Dunia berikutnya, terutama di tahun 2026 saat Amerika Serikat, Meksiko dan Kanada menjadi tuan rumah.
Advertisement
Tetap Banjir Kritik, Dinilai Ingkar Janji
Meski sudah melakukan upaya maksimal untuk meminimalisir emisi karbon, FIFA dan penyelenggara Piala Dunia 2022 tetap mendapat kritik pedas dari organisasi lingkungan hidup, ThinkTank Carbon Market Watch (TCMW).
Menurut mereka, Piala Dunia Qatar telah ingkar janji untuk menjadi ajang yang ramah lingkungan.
TCMW menilai beban karbon penyelenggaraan Piala Dunia sudah muncul sejak pembangunan stadion, yang disebut bisa meningkatkan emisi karbon delapan kali lipat dari normal.
Secara kasar, Piala Dunia 2022 diprediksi akan menghasilkan 3,6 juta ton karbon dioksida, lebih banyak dari yang diproduksi selama Piala Dunia 2018 lalu.
"Bisa dibilang, tak ada dampak positif yang muncul," tulis pernyataan aktivis TCMW, Gilles Dufrasne.
Namun, tudingan itu langsung dibantah FIFA yang menyatakan penilaian TCMW tak berlandasan dan kurang adil. Karena hanya melakukan analisa selama pembangunan stadion.
FIFA mengklaim sudah melakukan mitigasi dengan menggunakan teknologi tenaga surya, penanaman kembali pohon di sekitar stadion dan daur ulang limbah pembangunan.