Liputan6.com, Jakarta- Dalam babak adu penalti, nasib tim ditentukan di tangan kiper dan di kaki penendang. Pada babak ini juga, seorang pemain bisa jadi pahlawan sekaligus pesakitan.
Pada akhirnya kemenangan ditentukan lewat detik demi detik yang menegangkan, penuh drama, sekaligus emosi.
Semua terjadi dalam sekejap mata, mungkin hanya sepersekian detik saja. Itulah sensasi juga kengerian dari babak adu penalti.
Advertisement
Kengerian itu yang mengiringi Langkah Inggris di Piala Dunia 2018 Rusia. Inggris tak pernah memenangkan adu penalti selama tiga kali Piala Dunia. Kutukan itu yang membuat orang pesimis jika The Three Lions harus melakoni drama adu penalti.
Dalam tiga kali adu penalti dalam tiga edisi Piala Dunia, yakni Piala Dunia 1990, 1998 dan 2006, Inggris selalu gagal.
Pada Piala Dunia 1990, Timnas Inggris yang melangkah sampai babak semifinal harus melalui babak adu penalti usai imbang 1-1 melawan Jerman Barat. Sayangnya, The Three Lions kalah 4-3 pada babak adu tos-tosan.
Saat itu, Stuart Pearce dan Chris Waddle menjadi pesakitan karena eksekusinya tak berbuah gol.
Delapan tahun kemudian, Inggris kembali harus tertunduk usai melakoni adu penalti kontra Argentina di babak 16 besar. Pada edisi ini giliran Paul Ince dan David Batty yang gagal melaksanakan tugasnya dengan baik.
Piala Dunia 2006 menjadi momen terburuk Inggris saat melakoni adu penalti di babak 16 besar. Saat itu Inggris berhadapan dengan Portugal. Skor sama kuat tanpa gol hingga babak akhir. Pada babak adu penalti, Luis Figo dan kawan-kawan mengirim pulang Inggris.
Imbang
Tiga pemain bernama besar yaitu Frank Lampard, Steven Gerrard, dan Jamie Carragher menjadi biang kerok kekalahan adu penalti. Ketiganya tidak mampu menjebol gawang Portugal yang dikawal oleh Ricardo Pereira.
Maka saat harus melakoni adu penalti menghadapi Kolombia di babak 16 besar Piala Dunia 2018 Rusia, setelah kedua tim bermain imbang 1-1, para pemain dan supporter Inggris dicekam kecemasan dan juga harapan.
Hasil imbang dalam 120 menit itu tercipta lewat tendangan penalti dari Harry Kane di menit ke-57. Kolombia membalas gol di masa perpanjangan waktu melalui sundulan dari bek muda, Yerry Mina, memanfaatkan umpan dari tendangan sudut.
Radamel Falcao, yang menjadi eksekutor pertama bagi Kolombia, berhasil menjebol gawang Inggris yang dikawal oleh Jordan Pickford. Kesuksesannya itu pun juga diikuti oleh dua eksekutor selanjutnya, yaitu Juan Cuadrado dan Luis Muriel.
Namun di sisi lain, Inggris harus tertinggal lebih dulu, usai Jordan Henderson, yang menjadi eksekutor ketiga bagi skuad The Three Lions, gagal menjebol gawang Kolombia yang dikawal oleh David Ospina. Sebelumnya, Kane dan Marcus Rashford sukses mengeksekusi penalti.
Advertisement
Persiapan
Beruntung bagi Inggris, kegagalan Henderson diikuti oleh eksekutor keempat dari Kolombia, Mateus Uribe. Sedangkan eksekutor keempat dari Inggris, Kieran Trippier, sukses melakukan tendangan penaltinya.
Kutukan adu penalti pun berhasil dipatahkan.
Sebelum berangkat ke Rusia, pelatih Inggris, Southgate melakukan persiapan matang untuk adu penalti itu. Tak sekadar berlatih menendang, ia membuat suasana seperti layaknya adu penalti berlangsung.
Cara jalan Harry Kane dari lingkaran tengah menuju titik penalti bahkan juga diatur sedemikian rupa. Hal tersebut dilakukan secara berulang-ulang.
Selain itu, Southgate juga sudah membuat daftar eksekutor dari terbaik hingga yang sering gagal. Hal ini memudahkannya memilih penendang dalam pertandingan sebenarnya.
Pickford mengakui telah mempelajari pola pergerakan pemain-pemain Kolombia. Meski kurang tepat menghalau gol penalti tiga eksekutor pertama Kolombia, kiper klub Everton ini tak hanya berhasil membaca arah tembakan Bacca tetapi juga menggagalkannya.
Contekan
Pelatih kiper, Martyn Margetson sampai memberikan contekan melalui tulisan di botol minuman. Isi contekan itu mengenai detail kecenderungan arah tendangan para pemain Kolombia.
Hasilnya, arah tembakan tiga eksekutor Kolombia mampu dibaca dengan tepat oleh Pickford. Salah satunya adalah tendangan Bacca yang ditepisnya menggunakan satu tangan.
“Saya melakukan riset. Saya punya kekuatan dan kelincahan. Saya tidak peduli jika saya bukan penjaga gawang terbesar karena ini tentang momen dan melakukan penyelamatan, dan saya mampu. Saya mungkin masih muda tetapi saya memiliki kekuatan mental dan pengalaman yang baik dan saya menggunakannya hari ini,” ujar Pickford.
Apa yang dilakukan oleh Southgate dan staf pelatih lainnya membuat Inggris tak takut lagi melakoni adu penalti. Inggris menatap Piala Dunia 2022 tanpa dibayangi lagi kutukan kalah di drama adu penalti.
Usaha Southgate dan staf pelatih lainnya untuk menghapus kutukan tersebut memang layak diacungi jempol. Kini para penggemar mereka tentu tidak akan diliputi rasa takut lagi kala jagoannya melakoni drama adu penalti.
Setelah Piala Dunia 2018, di bawah asuhan Southgate finis di peringkat tiga UEFA Nations League 2019 dan runner up Euro 2020.
Meski belum membawa Inggris juara, Southgate berhasil mengangkat pamor Three Lions. Ia pun mendapat perpanjangan kontrak hingga 2024 dari Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA).
Di Piala Dunia 2022 Qatar, Inggris tergabung di Grup B bersama Wales, Amerika Serikat dan Polandia.
Jika melihat kekuatan masing-masing tim, Inggris berada satu level di atas tiga pesaingnya tersebut.
Tiga tim yakni Iran, Amerika Serikat, dan Wales diprediksi akan bersaing ketat memperebutkan satu tiket sisa ke 16 besar menemani Inggris.
Legenda Inggris, David Beckham menilai gelaran Piala Dunia kali ini akan menguntungkan bagi timnas Inggris. Hal itu terkait dengan gelaran pada November sampai Desember, yang membuat para pemain timnas Inggris dalam kondisi prima.
Sebab, pada Piala Dunia sebelum-sebelumya digelar usai kompetisi antarklub berakhir sehingga para pemain yang bermain di Liga Inggris dan turnamen lainnya kelelahan usai berkompetisi satu musim penuh.
"Untuk tim kami (Inggris), secara pribadi saya merasa (Piala Dunia di musim dingin) adalah peluang besar," kata Beckham kepada Garry Neville dalam podcast The Overlap dikutip dari situs resmi FIFA.
Advertisement