Sukses

Satu-satunya Manusia di Bumi: 3 Final Piala Dunia, 2 Kali Juara

Cafu merupakan satu-satunya pemain yang tampil di tiga final Piala Dunia berturut-turut dan menjuarainya dua kali.

Liputan6.com, Jakarta - Piala Dunia 2022 Qatar sudah di depan mata. Ajang empat tahunan ini bakal berlangsung pada 20 November hingga 18 Desember.

Pada akhir tahun nanti, Piala Dunia 2022 akan tercatat dalam sejarah sebagai ajang pertama yang berlangsung di kawasan Timur Tengah dan dilangsungkan pada musim dingin.

Jika bicara Piala Dunia, banyak momen dan kisah menarik yang tak akan ada habisnya. Salah satunya adalah kehadiran sesosok manusia yang tampil di tiga final secara beruntun.

Namanya memang tak sepopuler Ronaldo Nazario, Rivaldo, hingga Ronaldinho di Timnas Brasil. Namun, Cafu punya rekor fantastis yang tidak dimiliki pemain-pemain lain.

Pemilik nama lengkap Marcos Evangelista de Morais ini melakukannya setelah bermain di laga puncak Piala Dunia 1994, 1998, dan 2002.

Sebelum Cafu, sejumlah pemain pernah tampil di dua final Piala Dunia. Banyak dari mereka–terutama dari tim Italia tahun 1930-an dan tim-tim hebat Brasil pascaperang–telah mengangkat trofi dua kali. Dan kemudian, tentu saja, ada Pele, yang memenangkan Piala Dunia edisi 1958 dan 1962. Tapi Cafu berhasil melampaui pemain legendaris Brasil itu.

Dia mengawali ketika turun ke lapangan untuk final Piala Dunia pertamanya pada 17 Juli 1994. Pemain berposisi sebagai bek sayap itu masuk skuad Brasil di Piala Dunia AS setelah membantu Sao Paulo meraih Copa Libertadores dan Piala Interkontinental berturut-turut.

Cafu juga dinobatkan sebagai sebagai Pemain Terbaik Amerika Selatan 1994. Namun, Cafu tidak dipilih sebagai starter melawan Italia pada partai final di Rose Bowl.

Nasib baik menaungi Cafu ketika Jorginho cedera pada menit ke-21. Dia tampil sebagai pemain pengganti yang meyakinkan. Selain membantu Brasil menjaga clean sheet, dia berkontribusi membawa negaranya mengalahkan Italia 3-2 melalui adu penalti.

“Adu penalti tidak menarik bagi kami. Hanya ada harapan bahwa semuanya akan berakhir dengan cepat, sehingga Anda akan tahu apakah Anda seorang juara atau tidak," kata Cafu, dilansir FIFA.

"Dan ada lebih banyak tekanan pada lima orang pertama daripada pada kami yang menonton dari samping," jelasnya.

2 dari 5 halaman

1998 Kelabu

Cerita yang sangat berbeda terjadi empat tahun kemudian, ketika Cafu kembali ke panggung agung ini. Di Piala Dunia 1998, Cafu merupakan pemain utama.

Di partai final, Brasil menghadapi tuan rumah Prancis yang sebelumnya tidak diunggulkan. Namun, pada kenyataannya, Zinedine Zidane dan kolega berhasil membuat Cafu dan kawan-kawan hancur lebur. Brasil kalah 0-3.

“Pada tahun 1998, sayangnya kami menghadapi tim yang lebih baik. Prancis bermain sangat baik dalam pertandingan itu," ungkap Cafu.

"Banyak orang mengatakan bahwa Brasil tidak bermain bagus, tetapi itu menghilangkan prestasi Prancis. Kami tidak bermain cukup baik untuk mengalahkan mereka," kata Cafu terkait kegagalan di PialaDunia 1998.

3 dari 5 halaman

Hilangnya Ban Kapten

Jelang Piala Dunia 2002 Jepang-Korea Selatan, Cafu harus merelakan ban kapten berpindah ke Emerson. Hal itu tak lepas lantaran pergantian pelatih dari Wanderley Luxemburgo ke Luiz Felipe Scolari.

“Aku kapten di setiap pertandingan kualifikasi Piala Dunia hingga Scolari mengambil alih dan memberi ban kapten kepada Emerson, pemain hebat yang dia kenal dengan baik sejak mereka masih di Gremio," kata Cafu.

"Scolari mendatangiku dan menjelaskannya dan aku bilang tidak apa-apa; yang aku mau hanya menjadi juara dunia lagi. Dia tidak menyangka jawabanku, dan kami menjadi teman.” ucapnya.

Namun, Emerson menderita cedera bahu saat kualifikasi. Scolari mengembalikan ban kapten kepada Cafu, yang meminta sang pelatih tetap membawa Emerson ke Piala Dunia. “Tapi aku tak berdaya di situ; Scolari menggantinya dengan Ricardinho,” ujar Cafu.

4 dari 5 halaman

Juara Lagi

Pada tanggal 30 Juni 2002, hanya beberapa minggu setelah ulang tahunnya yang ke-32, Sang kapten Cafu memimpin timnya di final melawan Jerman. Saat itu, Cafu mampu membuat lini bertahan Brasil tetap aman tanpa kebobolan atas kemenangan dua gol.

“Memimpin sekelompok pemain yang ingin menang jauh lebih mudah daripada memimpin kelompok yang meragukan diri sendiri, tidak berkomitmen, atau terpecah belah," kata Cafu, dilansir FIFA.

"Tim Brasil 2002 sangat mudah untuk memimpin [sebagai kapten] karena semua orang memiliki tujuan yang sama, yaitu menjadi juara dunia. Ketika Anda memiliki kebersamaan itu, dan tidak ada ego, tentu membuat pekerjaan Anda sebagai kapten menjadi lebih mudah," jelasnya.

5 dari 5 halaman

Piala Dunia Keempat

Cafu terus bermain setelahnya. Ia bahkan masih menjadi kapten tim di Piala Dunia 2006. Namun, langkah Brasil di Jerman, terhenti di perempat final.

Dia kecewa, tapi tak menyimpan banyak penyesalan. Biar bagaimana, Cafu jadi satu-satunya pemain yang bisa tampil di tiga final Piala Dunia berturut-turut.

“Bermain di empat Piala Dunia memang sangat luar biasa bagi seseorang yang hanya bermimpi menjadi pesepak bola. Tapi, mencapai tiga final Piala Dunia berturut-turut adalah hal yang tidak biasa," kata Cafu seperti dilansir Qatar2022

"Dan saya sangat bangga menjadi satu-satunya pemain yang berhasil mencapainya. lakukan itu,' ujar pria 52 tahun tersebut.