Liputan6.com, Jakarta Membludaksnya penonton pada pertandingan Arema vs Persebaya ditengarai sebagai salah satu pemicu terjadinya tragedi Kanjuruhan pada Sabtu malam (1/10/2022). Insiden ini telah menelan setidaknya 125 korban jiwa dan melukai ratusan orang lainnya.Â
Arema FC membantah telah menjual tiket melebihi kapasitas stadion. Media Officer Singo Edan, Sudarmadji kepada wartawan menegaskan, pihaknya hanya mencetak 42 ribu tiket dari kapasitas Stadion Kanjuruhan yang mencapati 45 ribu orang.
Baca Juga
Hal ini dibenarkan oleh Ketua Komite Wasit PSSI, Ahmad Riyadh. Dalam jumpa pers yang berlangsung di Malang, Selasa siang (4/10/2022), Ahmad menyatakan bila Arema FC hanya menjual 42 ribu tiket pada saat pertandingan melawan Persebaya.Â
Advertisement
Namun jumlah ini ternyata berbeda dengan rekomendasi dari pihak kepolisian. Sebelumnya, Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda) Jatim dalam surat izin keramaian tanggal 29 September 2022 meminta jumlah penonton dibatasi sebanyak 75 % dari kapasitas stadion.
Mengenai perbedaan ini, anggota komite eksekutif PSSI, Ahmad Riyad menyatakan kalau panitia pelaksana Arema memang tidak bisa memenuhinya. Panpel tidak punya pilihan karena tiket yang dicetak sudah habis terjual sebelum surat izin keramaian itu mereka terima.  Â
"Saat himbauan itu keluar, tiket sudah sold out sebesar 42 ribu," kata Ahmad Riyadh menjelaskan.Â
Meski demikian, jalannya pertandingan menurut Riyadh tidak ada masalah. Buktinya, hingga menit ke-90, tidak ada masalah yang berarti. Kericuhan baru merebak setelah wasit meniup peluit panjang di mana Arema FC akhirnya menyerah dengan skor 2-3 kepada Persebaya.Â
 Â
Â
Ulah Oknum
Seperti diketahui, tragedi Kanjuruhan menjadi kericuhan sepak bola terburuk dalam sejarah Indonesia. Peristiwa ini bermula saat sejumlah suporter Arema turun ke lapangan untuk mengungkapkan kekecewaan usai laga melawan Persebaya, Sabtu (1/10/2022).
Sayang kehadiran suporter Singo Edan mendapat perlawanan dari pihak keamanan yang kemudian melepaskan gas air mata.
Penonton yang berada di tribun panik dan berusaha menyelamatkan diri. Sebagian mengalami sesak nafas dan tewas terinjak atau terhimpit saat berdesakan di depan pintu.
Banyak pihak kemudian menyoroti keputusan polisi melepas gas air mata ke arah suporter. Sebab menurut aturan FIFA langkah tersebut justru jelas-jelas dilarang.
Menanggapi hal ini, Riyadh menyampaikan kalau sosialiasi mengeni hal ini sebenarnya sudah dilakukan. Hanya saja, Polisi sebagai petugas keamanan menurutnya juga memiliki SOP dalam penanganan kerumunan.
"Inilah yang juga akan dibenahi ke depannya. Liga 1 juga dihentikan untuk membenahi hal-hal seperti ini," beber Ahmad Riyadh.
"Ini juga termasuk yang dirumuskan oleh tim PSSI dan Mabes Polri untuk ke depannya."
Ahmad Riyahd tidak membahas terlalu jauh prosedur penggunaan gas air mata oleh polisi. Hanya saja, dia berharap FIFA bisa melihat bahwa kelalaian yang menyebabkan terjadinya tragedi Kanjuruhan, hanyalah ulah oknum tertentu dan bukan sistematis.
"Ini bukan kebijakan pemerintah, tapi hanya ulah oknum jadi bukan kelalaian pemerintah. Semoga FIFA bisa melihat ini. Saat ini, Mabes Polri juga sudah langsung turun tangan."
Advertisement
Hukuman Arema
Pada kesempatan yang sama, Komdis PSSI akhirnya resmi menjatuhkan hukuman kepada Arema FC. Tim berjuluk Singo Edan itu dilarang menjadi tuan rumah pertandingan Liga 1 di sisa musim 2022/23. Selain itu, Arema juga didedan sebesar Rp 250 juta.
"Arema FC nantinya harus bermain jauh dari Malang dan tanpa penonton serta denda Rp250 juta. Pengulangan terhadap pelanggaran di atas akan dijatuhkan hukuman yang lebih berat," kata Ketua Komisi Disiplin PSSI Erwin Tobing pada konferensi pers, Selasa (4/10/2022).
PSSI juga menjatuhkan sanksi terhadap Ketua Panitia Pelaksana Arema FC Abdul Haris dan Koordinator Security Officer Arema FC Suko Sutrisno. Keduanya dilarang terlibat di sepak bola seumur hidup.
Tidak Masuk ke Ranah Pidana
Erwin Tobing menjelaskan, pihaknya hanya bisa bertindak terkait pelaksanaan pertandingan. Untuk kesalahan-kesalahan lain, pihak berwenang lainnya yang bakal menjatuhkan hukuman.
Termasuk kemungkinan hukuman pidana karena lebih dari 100 jiwa melayang dari tragedi Arema yang terjadi Sabtu (1/10/2022) tersebut.
"Keputusan berdasar sidang Kombis ini diharapkan menjadi bahan evaluasi kita semua, terutama untuk panpel-panpel lain," tegas Erwin Tobing.
Advertisement