Sukses

Bola Ganjil: Kebanggaan Seorang Ayah, Bermain Bersama Buah Hati

Sepak bola sudah menyaksikan kisah lintas generasi. Seorang pemain menurunkan bakat kepada putranya yang kemudian juga menjadi aktor lapangan hijau.

Liputan6.com, Jakarta - Sepak bola sudah menyaksikan kisah lintas generasi. Seorang pemain menurunkan bakat kepada putranya yang kemudian juga menjadi aktor lapangan hijau.

Namun, ada kalanya tercipta momen unik dalam hubungan mereka. Disiplinnya sang ayah dalam menjaga fisik, plus naungan dewi fortuna hingga bebas cedera, menghadirkan karier panjang yang menghadirkan momen unik. Dia bisa bermain bersama sang anak.

Walter Pandiani merasakannya. Sosok berkebangsaan Uruguay tersebut menunjukkan kemampuan bersama Deportivo La Coruna pada awal abad ke-21. Dia menghabiskan mayoritas karier di Spanyol sampai akhirnya berlabuh di Atletico Baleares.

Saat itu Atletico Baleares berkompetisi di Segunda Division B atau Divisi III pada sistem kompetisi sepak bola Spanyol. Pada 12 Mei 2013, Pandiani dan putranya Nico tampil menghadapi Sant Andreu. Pandiani senior mencetak satu gol meski timnya takluk 1-2.

Sosok asal Uruguay lain, Carlos Maria Morales, juga merasakan pengalaman unik itu bersama buah hatinya Juan Manuel. Tahun 2008, mereka memperkuat Montevideo Wanderers.

Begitu pula Anatoli Davydov. Usai berpetualang ke Finlandia dan China, dia kembali ke Zenit St Petersburg pada 1997. Namun, Davydov pulang dengan status asisten pelatih karena usianya tidak lagi muda.

Sang arsitek Anatoly Byshovets ternyata punya pikiran lain. Dia membujuk Davydov agar merumput semusim lagi. Davydov pun tampil di 15 laga musim ini, mayoritas bersama putranya Dmitry.

 

 
2 dari 3 halaman

Pasangan Ayah dan Anak Lain

Jose Ramon Gomez dan putranya Jose merasakan pengalaman serupa di CE Europa. Begitu pula Henrik dan Jordan Larsson bersama Hogaborg.

Sementara pengalaman pahit dirasakan Arnor dan Eidur Gudjohnsen. Sejak berusia 25 tahun, Arnor sudah mengungkapkan tekad bermain bersama sang putra.

Dia pun terus berpelualang di lapangan hijau. Sementara sang putra Eidur tumbuh sebagai bintang. Bakat dari sang ayah membawanya ke berbagai klub besar Eropa.

 

3 dari 3 halaman

Batal akibat Cedera

Arnor dan Eidur lalu dipersatukan pada tugas internasional. Sayang, keduanya secara teknis tidak merumput bersama.

Pada 24 April 1996, Arnor yang berusia 34 tahun digantikan Eidur yang berumur 17 tahun melawan Estonia.

Urung mewujdukan mimpi, keduanya dijadwalkan menjadi starter pada duel kontra Macedonia beberapa bulan berselang. Sayang musibah menimpa Eidur. Dia cedera patah tulang sehingga harus absen lama. Ketika Eidur pulih, Arnor sudah gantung sepatu.

"Kegagalan bermain bersamanya jadi salah satu penyesalan terbesar dalam hidup saya. Dan saya yakin Eidur merasakan hal serupa," ungkap Arnor.