Liputan6.com, Jakarta Pelatih timnas Indonesia, Shin Tae-yong berniat mundur bila Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan, meninggalkan jabatannya sebagai imbas tragedi Kanjuruhan. Pernyataan yang diunggah melalui akun Instagram-nya itu memicu munculnya gerakan tanda pagar #STYout di media sosial.
Seperti diketahui, banyak warganet meminta Mochamad Iriawan bertanggung jawab atas tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 132 orang. Salah satu bentuknya, dengan meninggalkan jabatannya.
Baca Juga
Shin Tae-yong ternyata tidak sependapat dengan gerakan itu. Sebaliknya, pelatih asal Korea Selatan itu justru mendukung Iriawan tetap bertahan di posisinya. Shin Tae-yong bahkan 'mengancam' bakal ikutan mundur dari timnas Indonesia bila Mochamad Iriawan lengser sebagai imbas dari tragedi Kanjuruhan.
Advertisement
"Menurut saya, jika Ketua Umum PSSI harus bertanggung jawab atas semua yang terjadi dan mengundurkan diri, maka saya pun harus mengundurkan diri,” tulis Shin pada akun @shintaeyong7777.
Bagi Shin Tae-yong, sikap ini merupakan bentuk solidaritasnya terhadap sesama rekan kerja. Menurutnya, bilamana ada kesalahan dari rekan kerjanya yang bekerja sama dalam satu tim, maka dirinya juga mempunyai kesalahan yang sama karena mereka berada dalam satu paket yaitu satu tim.
"Karena saya pikir jika terdapat kesalahan dari rekan kerja yang bekerja bersama sebagai 1 tim, maka saya pun juga memiliki kesalahan yang sama. Kita adalah 1 tim," ungkapnya.
(Komentar lengkap Shin Tae-yong, bisa anda baca melalui tautan ini)
Tanggapan Presiden
Pemerintah sebenarnya telah membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) untuk mengusut tuntas tragedi Kanjuruhan. Rencananya, tim yang dipimpin oleh Menko Polhukam, Mahfud MD itu bakal melaporkan hasil temuannya kepada Presiden RI, Joko Widodo, Jumat pagi (14/10/2022).
"Akan dilaporkan oleh tim gabungan independen pencari fakta, besok pagi kepada saya. Baru besok pagi, jadi saya baru bisa menyampaikan besok siang,” ucap dia di Kota Bandung, Kamis (13/10).
Mengenai ancaman mundur STY, Presiden Jokowi enggan berkomentar lebih jauh. Jokowi meminta semua pihak bersabar menunggu hasil temuan TGIPF dan tidak berspekulasi tentang hal lain terlebih dulu.
"Laporan TGIPF nya belum. Belum sampai ke mana-mana. Jangan sampai ke mana-mana dulu, laporannya saja belum," ujar Presiden Jokowi menanggapinya.
Advertisement
Tragedi Kanjuruhan
Tragedi Kanjuruhan bermula dari keributan usai laga Arema FC kalah 2-3 dari Persebaya Surabaya, di Stadion Kanjuruhan, Malang pada lanjutan Liga 1, Sabtu 1 Oktober 2022. Bonek atau pendukung Persebaya tidak hadir dalam duel ini. Namun bentrok tidak terhindarkan saat pendukung Aremania menginvasi lapangan untuk meluapkan kekecewaannya terhadap tim Singo Edan.
Aksi ini dibalas tembakan gas air mata dari petugas. Akibatnya, sebanyak 132 orang dinyatakan meninggal dunia, termasuk 39 anak-anak. Korban termuda tercatat berumur 3 tahun.
Di Indonesia, Tragedi Kanjuruhan tercatat sebagai kericuhan sepak bola paling mematikan sepanjang sejarah. Sementara di dunia, Tragedi Kanjuruhan berada di urutan kedua korban terbanyak setelah tragedi Estadion Nacional di Lima, Peru, tahun 1964. Kejadian ini menelan 328 korban jiwa.
6 Tersangka
Berbagai tim turun tangan untuk mengurus peristiwa ini. Mulai dari Komnas HAM hingga pemerintah lewat pembentukan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang dipimpin Menko Polhukam, Mahfud Md. Kepolisian Republik Indonesia (Polri) juga sudah menetapkan 6 tersangka, termasuk Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita. Pria kelahiran Bandung itu dianggap lalai karena tidak melakukan verifikasi terhadap Stadion Kanjuruhan pada tahun 2022.
Selain itu, polisi juga menetapkan Ketua Panpel Arema, Abadul Haris sebagai tersangka bersama Security Officer, Suko Sutrisno. Sebelumnya, Komdis PSSI sudah lebih dulu menjatuhkan hukuman berupa larangan beraktivitas di sepak bola Indonesia selama seumur hidup bagi keduanya.
PSSI juga menjatuhkan hukuman kepada Arema selaku penyelenggara berupa larangan menggelar partai kandang di Stadion Kanjuruhan hingga akhir musim 2022/2023, plus denda Rp 250 juta.
Selanjutnya adalah Kabag Ops Polres Malang Wahyu S. Dia mengetahui adanya aturan FIFA soal larangan penggunaan gas air mata, tapi tidak mencegah atau melarang pemakaian saat kejadian.
Tersangka lainnya adalah, Danyon Brimob Polda Jatim berinisial H dan Kasat Samapta Polres Malang Bambang Sidik Achmadi yang disebut memerintahkan anggota untuk menembakkan gas air mata.
Advertisement