Liputan6.com, Jakarta - Pemecatan pelatih jadi pemandangan biasa di dunia sepak bola. Manajemen klub tidak segan menjatuhkan vonis pemberhentian karena pertaruhan begitu besar.
Bukan sekedar prestasi saja, klub kini mempertimbangkan uang sebagai alasan di balik pemberhentian pelatih. Terutama seirig berkembangnya bisnis di sepak bola, dengan besarnya fulus yang beredar.
Belakangan ini setidaknya terdapat lima pemecatan dalam satu musim kompetisi. Di Liga Inggris saja sudah ada tiga pegantian nakhoda meski 2022/2023 baru dua bulan berlangsung.
Advertisement
Jika dirunut, pergantian kursi kepemimpinan tim bahkan selalu hadir selama hampir enam dekade. Musim 1965/1966 merupakan edisi terakhir tidak adanya pelatih yang kehilangan pekerjaan di kasta tertinggi. Bola Ganjil coba menjelaskan situasi saat itu sehingga fenomena ini bisa terjadi.
Inggris tengah bersiap menggelar Piala Dunia. Sebagai penemu sepak bola modern, mereka tentu antusias menyambut momen tersebut.
Optimisme ternyata menular ke klub. Para petinggi tetap memberi kepercayaan kepada arsitek tim dalam usaha mengubah peruntungan.
Â
Tim Terdegradasi Menyesal?
Tentu tidak semuanya merasakan dampak positif. Blackbun Rovers bakal menyesal karena mempertahankan Jack Marshall. Di tangannya, kinerja tim terus melempem sehingga mengakhiri kompetisi di dasar klasemen.
Mereka cuma mendulang 20 poin atau terendah dalam 19 tahun. Blackburn baru memecat Marshall pada pertengahan Divisi II 1966/1967.
Northampton Town juga turun kasta bersama Dave Bowen. Klub tetap mengandalkannya meski fokus Bowen jelas terbagi. Pasalnya, dia juga menangani Timnas Wales pada saat bersamaan.
Â
Advertisement
Dampak ke Klasemen
Klub-klub lain bernasib sedikit lebih baik. Fulham, Sunderland, dan Nottingham Forest selamat dari degradasi bersama nakhoda masing-masing meski menghabiskan mayoritas kampanye di papan bawah.
Patut ketahui, sembilan tim di atas Blackburn hanya dipisahkan empat angka pada klasemen akhir.
Hal ini ditenggarai sebagai dampak nihilnya pergantian pelatih. Tim-tim gagal mengubah kinerja di lapangan secara drastis, karena mereka ditangani satu sosok sepanjang musim. Alhasil fenomena unik 1965/1966 terjadi.