Sukses

Ganda Campuran Indonesia Krisis, Ini Pendapat Tontowi Ahmad

Ganda campuran Indonesia saat ini kesulitan untuk berprestasi usai Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir pensiun.

Liputan6.com, Jakarta Indonesia saat ini masih kesulitan untuk mencari ganda campuran bulu tangkis yang tangguh seperti duet Liliyana Natsir/Tontowi Ahmad. Regenerasi untuk sektor ganda campuran masih mandeg meski pasangan-pasangan baru bermunculan.

Menurut Tontowi Ahmad, gap atau jarak yang terlalu jauh pada regenerasi ganda campuran Indonesia yang membuat sektor tersebut sulit bersaing di level atas. Indonesia saat ini belum lagi memiliki ganda campuran yang dapat diandalkan pada berbagai turnamen intersional maupun super series level atas BWF.

"Yang kurang dari ganda campuran sekarang adalah dari regenerasinya menurut saya. Jadi, sewaktu saya sama Butet (sapaan akrab Liliyana Natsir) misalnya, saya waktu itu nomor satu, seharusnya estafetnya ke peringkat kedua atau ketiga Indonesia," kata Tontowi seperti dikutip antara.

"Tetapi, sekarang berbeda. Tongkat estafet jatuh ke ke nomor empat atau lima, sementara negara lain pemainnya masih sama,” dia menambahkan.

Setelah Liliyana Natsir/Tontowi Ahmad, Indonesia sebetulnya punya ganda campuran yang cukup baik. Salah satunya yaitu Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti yang kini berada di posisi ke-5 dunia, dan Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaja (23) sebagai penggantinya.

Praveen/Melati menjadi satu-satunya pasangan ganda campuran Indonesia yang nyaris meneruskan prestasi Owie/Butet. Namun setelah menangi All England 2020, prestasi Praveen/Melati malah terjun bebas.

Mereka pun sudah terdegradasi dari Pelatnas PBSI sehingga ganda campuran senior pelatnas saat ini diisi oleh Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari yang kini duduk di peringkat ke-15, Adnan Maulana/Mychelle Crhystine Bandaso (29) dan Rehan Naufal Kusharjanto/Lisa Ayu Kusumawati (30).

 

2 dari 3 halaman

Beban Berat

Regenerasi yang belum tepat ini membuat para pemain terbebani. Kini, pemain yang biasa jadi pelapis mendadak menjadi pasangan nomor satu pelatnas.

“Contohnya di China, Zhang Nan/Zhao Yun Lei turunnya ke Zheng Si Wei/Huang Ya Qiong. Dari Thailand sudah ada (Dechapol/Sapsiree). Jadi, nomor satunya mereka sudah bertemu dengan nomor tiga kita," kata Tontowi.

"Jadi kalau bertemu dengan nomor satu negara lain, kita masih tertinggal. Pesan saya buat adik-adik, bukan saya menjelekkan. Mereka harus lebih bekerja keras. Target kita ini mengejar mereka

“Harusnya ganda campuran nomor tiga nasional harus bisa stabil mulai sekarang. Tetapi, peringkat kedua dan ketiga nasional sudah hilang. Jadi, yang ada (nasional) nomor empat harus ada di peringkat satu nasional sehingga ada gap di situ mau tidak mau." ujar pria asal Banyumas itu.

 

3 dari 3 halaman

Harus Sabar

 

Sementara itu,Mantan pelatih ganda campuran Indonesia Richard Mainaky berharap penerusnya, Nova Widianto bisa sabar mengatasi mandeknya prestasi ganda campuran Indonesia. Dia memaklumi ini bisa terjadi karena regenerasi di ganda campuran Indonesia sudah terputus.

"Orang-orang kan terbayang ganda campuran Indonesia harus seperti dulu (seperti zaman Liliyana/Tontowi). Kalau untuk bisa menjadi seperti dulu, ya sulit. Setelah mereka pensiun seharusnya kan ada regenerasi, tapi itu putus dua tingkat jadi ya harus mulai dari bawah lagi. Nova (Widianto) harus kerja keras lagi dan harus sabar,” kata Richard.

“Dengan hilangnya Praveen/Melati dan Hafiz/Gloria itu pemain muda masih butuh bimbingan, figur, dan jam terbang. Namun pada akhirnya sekarang mereka naik ke atas (menjadi pemain utama) dan sudah dibebankan dengan orang lihat ganda campuran dulu padahal belum waktunya,” ujar dia menambahkan.

Pelatih yang membantu mengantarkan Liliyana/Tontowi meraih emas Olimpiade itu menilai kondisi saat ini bisa dibilang menjadi yang terburuk dalam sejarah ganda campuran Indonesia. Pasalnya, menurut dia, sebelumnya tidak pernah terjadi regenerasi yang terputus selama 26 tahun dia mengabdi di Pelatnas PBSI.