Liputan6.com, Jakarta Mantan anggota Komite Etik FIFA asal Indonesia, Dali Tahir buka suara terkait wacana Kongres Luar Biasa (KLB) yang terus bergulir. Ini imbas dari Tragedi Kanjuruhan yang menelan 135 korban jiwa pada 1 Oktober lalu.
Menurut pria yang ikut mendirikan klub Arseto Solo itu, KLB saat ini bukanlah solusi. Pasalnya, bila menilik pengalaman pada hasil KLB di masa lalu, justru tidak membuat PSSI menjadi lebih baik justru hal tersebut bisa berdampak negatif jika hanya didasari dengan emosi.
"Saya menghargai pandangan tersebut. Tetapi, maaf, Ali Sadikin yang di KLB 1980-an awal, tidak membuat PSSI menjadi lebih baik. Nurdin Halid digempur, didemo selama delapan bulan, juga tidak membuat PSSI menjadi baik. Mengapa? Karena dasar penggulingan itu emosi yang berlebih," kata Dali lewat keterangan tertulis yang diterima media.
Advertisement
Dali pun mengingatkan bahwa PSSI sebagai sebuah organisasi tunduk pada aturan dan hukum sepak bola, yakni statuta FIFA dan PSSI. Perlu diketahui untuk mengelar KLB, PSSI diharuskan melewati beberapa tahapan. Komite Pemilihan harus dibentuk, penyaringan kandidat, lalu mengirim undangan kepada para voters. KLB juga harus diusulkan oleh 2/3 pemilik suara PSSI.
"Ada hukum sepak bola yakni statuta FIFA dan PSSI. Di sana diatur cara bagaimana mekanisme KLB. Taati itu dengan baik dan simpan emosi serta kemarahan di dalam saku," ujar Dali.
Pria yang pernah menjabat sebagai Chairman dari klub asa Australia, Brisbane Roar FC ini juga mengingatkan KLB berpotensi besar menjadi alasan bagi FIFA untuk kembali menghukum Indonesia karena ada intervensi dari pihak ketiga.
"Sanksi terberat biasanya, bisa saja Indonesia di-banned (dilarang tampil di event internasional), yang artinya Indonesia tidak boleh menyelenggarakan pertandingan internasional lagi," kata Dali.
“Ingat, kita pernah dihukum FIFA karena nafsu sekelompok orang lalu melahirkan PSSI tandingan. Melahirkan kompetisi tandingan. Jangan sampai para separatis itu kembali menunggangi tragedi ini untuk mencapai tujuan mereka merebut kekuasaan,” dia menambahkan.
Fokus Pembenahan
Seperti diketahui, Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada awal Oktober 2022 lalu banyak korban yang meninggal karena situasi panik karena chaos hingga ada yang terinjak-injak. Namun secara medis, penyebab kenapa banyak yang meninggal di Stadion Kanjuruhan diduga karena sesak napas akibat tembakan gas air mata.
Situasi ini juga diperparah karena jumlahnya melebihi kapasitas. Setidaknya ada 4.000 orang yang tidak kebagian tempat duduk. Dali mendorong agar semua pihak fokus dalam pembenahan. Misalnya, tempat duduk di stadion yang mana setiap satu tiket untuk satu kursi penonton sehingga stadion tidak boleh overloaded, dan setiap tiket harus punya kursi.
"Berarti nomor dikursi kan harus ada, sedangkan di stadion kita tidak diterapkan oleh PSSI," katanya.
Advertisement
Sosialisasi
Selain itu, Pria yang sebelumnya sempat menjabat sebagai Ketua Komite Hubungan Luar Negeri PSSI itu menganjurkan agar PSSI perlu secara berkala melakukan sosialisasi kepada pihak keamanan terkait aturan FIFA yang melarang gas air mata ke dalam stadion.
“Di dalam peraturan FIFA menyatakan dengan jelas bahwa federasi sepak bola harus memberi tahu kepada keamanan pada saat pertandingan dilarang membawa gas air mata ataupun senjata, sedangkan peraturan Kapolri mengatakan boleh jika telah menjadi tahap serius,” kata Dali.
“Karena yang menjadi anggota FIFA adalah PSSI bukan Polri,” katanya.