Sukses

Kegembiraan Sejenak Bagi Warga Tunisia di Piala Dunia 2022

Situasi ekonomi yang berat menghimpit warga Tunisia, dan keberadaan timnas di Piala Dunia 2022 menjadi hiburan tersendiri bagi mereka

Liputan6.com, Jakarta- Warga Tunisia sedang berjuang menemukan kegembiraannya di tengah gejolak ekonomi dan politik. Mereka berdemo ke jalan ibu kota Tunisia karena inflasi yang melonjak dan kekurangan pangan di negara tersebut.

Para pengunjuk rasa di distrik kelas pekerja Douar Hicher di ibu kota Tunisia bahkan mengangkat roti di udara saat mereka turun ke jalan. Masyarakat berebut dan antre berjam-jam untuk membeli 1 kg gula.

Tunisia akhirnya menjadi “pasien” Dana Moneter Internasional (IMF), mendapat  pinjaman US$ 1,9 miliar. Dana itu digunakan untuk menghadapi tantangan ekonomi dan politik yang berat.

Namun kesepakatan masih memerlukan persetujuan dewan IMF, yang dijadwalkan untuk membahas masalah tersebut pada Desember 2022.

Tak hanya itu, Tunisia juga sempat terancam tercoret dari Piala Dunia 2022 karena FIFA menganggap ada intervensi urusan Federasi Sepakbola Tunisia (FTF).

Kegembiraan itu akhirnya datang dari tim nasional Tunisia yang mulai berjuang di Piala Dunia 2022. Laga perdana di Stadion Education City, Qatar yang dinanti-nanti untuk sejenak melupakan situasi ekonomi dan politik yang muram.

Seperti dilaporkan Aljazeera, sejak Selasa (22/11/2022) pagi toko-toko sudah tutup di Tunis. Alasannya adalah laga pembuka Elang Kartago, julukan timnas Tunisia menghadapi Denmark.

Satu jam sebelum kickoff, mereka tercengang ketika tahu Arab Saudi berpesta ketika berhasil menekuk Argentina dengan skor 2-1.

Namun, kemenangan mengejutkan itu juga membawa harapan bagi rakyat Tunisia, yang menduduki peringkat 30 dunia. Sambil berharap untuk bisa memberikan kejutan bagi Denmark yang menempati peringkat 10 FIFA.

Dengan krisis ekonomi, rakyat Tunisia tidak banyak tersenyum akhir-akhir ini – tetapi tim sepakbola mereka adalah salah satunya.

2 dari 4 halaman

Terpuruk

Kemenangan mengejutkan itu membangkitkan harapan di kalangan warga Tunisia bahwa tim mereka, yang berperingkat 30 dunia, juga bisa memberikan pukulan mengejutkan bagi lawan mereka, yang menempati peringkat 10 peringkat FIFA.

“Ini kejutan terbesar dari Piala Dunia sejauh ini,” Amine, seorang siswa yang seperti banyak orang lain di ibu kota pergi menonton pertandingan Tunisia, mengatakan tentang kemenangan Arab Saudi itu.

Setengah jam sebelum kick0off, jalanan masih ramai. Taksi Jamaiya, minibus kuning yang mengangkut sebagian besar kelas pekerja berkeliling, berpacu seiring waktu. Di radio, pengamat sepakbola berbicara  tentang formasi dan strategi.

Kafe dan bar dengan cepat dipenuhi pelanggan. Sebagian besar tempat hanya berupa ruang berdiri. Suara nyanyian dari pelanggan ditingkahi dengan gendang tradisional yang terus-menerus.

Dengan ekonomi mereka yang terpuruk di tengah krisis biaya hidup, kekurangan barang-barang kebutuhan pokok, dan melonjaknya pengangguran, rakyat Tunisia tidak memiliki banyak hal untuk jadi hiburan akhir-akhir ini.

Saat pertandingan dimulai, kesunyian begitu terasa, diselingi oleh jingkrakan gembira setiap kali Tunisia mengancam akan mencetak gol.

3 dari 4 halaman

Berdoa

Babak pertama berakhir imbang tanpa gol, dan di dalam "salon de thé" Chabbi (rumah teh kelas pekerja), udaranya kental dengan asap rokok dan shisha. Sistem suara menyanyikan lagu-lagu populer yang identik dengan pertandingan tim nasional.

Pemilik kafe dan bar, meski situasi sedang berat, mencoba melakukan yang terbaik untuk para pelanggannya. Kopi tersedia dengan gula, sedangkan susu untuk cappucino berasal dari kaleng.

Penderitaan terasa mendekat ketika Denmark mencetak gol di babak kedua, namun berubah jadi kelegaan karena gol itu dianulir, dianggap offside.

Kemudian, mata terpaku ke layar lagi dengan konsentrasi yang mendalam sambil berdoa agar Tunisia lolos dari babak penyisihan grup untuk pertama kalinya dalam penampilan keenam mereka di Piala Dunia.

4 dari 4 halaman

Kemenangan

Sebuah rollercoaster emosional, pertandingan beroktan tinggi membuat Tunisia bermain sangat baik – tetapi Denmark juga berbahaya.

Pada menit ke-67, Anis Slimane yang tampak kelelahan digantikan oleh Naim Sliti. Para penggemar bersorak.

“Dia adalah pemain menyerang, jadi itu sebabnya semua orang senang!” kata Mohammed, yang berada di kota untuk kursus pelatihan memulai bisnis.

“Tunisia bermain sangat baik dan melawan tim yang sangat kuat,” tambahnya.

Ada lebih banyak sorakan di menit ke-80 saat gelandang ofensif Hannibal Mejbri juga datang.

“Dia adalah pengubah permainan,” kata Mohammed optimis.

Tetap saja, tidak ada yang berubah hingga peluit akhir dibunyikan wasit. Tapi bagi para penggemar Tunisia, dan para pemain Tunisia yang merayakannya di Doha, ini terasa seperti sebuah kemenangan.

“Kemenangan” itu jadi lebih terasa ketika gelandang Timnas Tunisia, Aissa Laidouni yang tampil gemilang terpilih sebagai Man of The Match (MOTM). Laidouni berperan penting dalam menghentikan serangan dari Christian Eriksen dan kawan-kawan.

Laidouni hanya tampil selama 88 menit, sebelum digantikan oleh Ferjani Sassi. Namun, ia berhasil memberikan 82 persen umpan akurat kepada rekan-rekannya.

Selain itu, Laidouni melakukan 63 sentuhan dan berhasil memenangkan lima dari enam kali duel dengan para pemain Denmark. Ia juga memenangkan tiga tekel dan tiga clearance.

Kini, fokus mereka tertuju pada pertandingan grup ketiga pada 29 November melawan juara bertahan dan mantan penguasa kolonia,l Prancis. Atau, seperti yang ditertawakan Muhamad, “penindas tua”.

Pertandingan selama 90 menit dengan tambahan waktu, setidaknya memberikan senyuman kepada para penggemar Tunisia. Senyuman yang sedikitnya melonggarkan sesak di dada karena situasi negara yang muram.