Liputan6.com, Jakarta - Warga Aljazair pergi ke Qatar untuk memberikan dukungan kepada tim nasional Maroko yang akan menghadapi Portugal. Fakta ini menunjukkan keberhasilan Maroko sudah memberi kebanggaan bagi seluruh rakyat Afrika.
Pasalnya, keberhasilan Maroko tak hanya membuka lembaran sejarah baru bagi sepak bola Afrika, tapi juga membuat konflik dilupakan.
Sebelum Maroko, tim Afrika yang sukses menembus perempat final Piala Dunia adalah Kamerun (1990), Senegal (2002), dan Ghana (2010). Belum ada yang mampu menembus babak semifinal.
Advertisement
Para penggemar sepak bola dari Aljazair tak peduli dengan perselisihan pemerintahnya dengan Maroko, yang makin meruncing beberapa tahun terakhir. Bahkan kedua negara memutuskan hubungan diplomatik pada Agustus 2021.
Sepekan sebelum pemutusan hubungan, Aljazair menuding Maroko turut berkontribusi dalam kebakaran hutan di negaranya. Imbas kebakaran ini, puluhan ribu hektar hutan hangus, dan 90 orang tewas, termasuk 30 tentara.
Aljazair menuding kelompok separatis wilayah Berber dan Rabat sebagai dalang kebakaran hutan itu.
Selain itu, Aljazair tidak senang dengan pemulihan hubungan Maroko baru-baru ini dengan Israel, sementara juga menuduh mereka mendukung MAK, Gerakan Otonomi Kabylie, yang mengupayakan penentuan nasib sendiri untuk provinsi pesisir kecil dari Aljazair.
Di sisi lain, Maroko menuduh Aljazair mendukung kampanye Front Polisario untuk kemerdekaan Sahara Barat, dan juga menuduh asosiasi sepak bola Aljazair melakukan "perampasan budaya" atas perlengkapan pelatihan menjelang Piala Dunia.
Kedua negara juga berselisih soal wilayah yang disengketakan Sahara Barat. Rabat menuduh Algiers mendukung kampanye kelompok separatis di Maroko Front Polisario untuk memproklamirkan kemerdekaan di Sahara Barat.
Namun rakyat kedua negara itu tak peduli dengan pertikaian yang ada.
Kebanggaan
Maroko juga membuat Afrika dan negara-negara Arab mendukung mereka setelah tiga wakil Asia terlempar dari Piala Dunia 2022.
Tak heran, menjelang laga Maroko vs Portugal, Achraf Hakimi dan kawan-kawan tidak hanya mendapat dukungan dari 37 juta penduduk tanah kelahiran mereka. Namun, seluruh Benua Afrika bersatu mendukung Singa Atlas.
Di sekitar Souq Waqif, para pendukung dari Aljazair mudah ditemui. Mereka bernyanyi sambil mengibarkan bendera Aljazair.
"Satu, dua, tiga! Viva l'Algérie!" demikian nyanyian yang bergema di sekitar Souq Waqif di hari-hari menjelang semifinal Piala Dunia, seperti dikutip dari Deutsche Welle, Selasa (13/12/2022).
Nyanyian Itu sering diselingi dengan membawakan lagu kebangsaan Aljazair dan lagu rakyat tradisional yang dinyanyikan oleh para penggemar yang dibungkus dengan bendera Aljazair.
Advertisement
Menjadi Saudara
Aljazair memang tidak hadir di Piala Dunia Qatar. Mereka terakhir lolos pada 2014, kalah dari Jerman yang akhirnya jadi pemenang dalam perpanjangan waktu di babak 16 besar.
Namun hal itu tak menghentikan ratusan warga Aljazair untuk datang ke Doha untuk mendukung tetangga mereka di Afrika Utara, Maroko, menjelang pertemuan bersejarah mereka dengan Prancis pada Rabu malam. Dan orang Maroko menghargai dukungan tersebut.
"Kita semua bersatu!" kata Yasmine, seorang pendukung Atlas Lions yang mengatakan dia "senang melihat semua orang Aljazair mendukung Maroko di turnamen ini, dengan cara yang sama seperti kami mendukung mereka di tahun 2014."
Ahmed dari Casablanca setuju, mengatakan kepada DW: "Kami telah bertemu banyak penggemar Aljazair yang bertukar bendera dengan kami. Semua orang di sini merasa Afrika, semua orang merasa Arab, semua orang merasa luar biasa."
Bahan Pembicaraan
Marvellous Mutohwo, warga Zimbabwe yang sudah bertahun-tahun tidak nonton bola, rela menonton pertandingan Maroko vs Portugal demi mendukung Singa Atlas.
Mutohwo pun berencana menonton bersama teman-temannya di bar. Selain karena akses listrik susah di kampung halamannya, Mutohwo hendak menonton bersama banyak teman untuk mengantisipasi pelecehan.
"Setidaknya saya bakal memiliki bahan pembicaraan jika orang-orang mendikusikan sepak bola, karena sepak bola adalah apa yang dibicarakan orang-orang belakangan ini. Ada kehebohan besar karena sebuah tim Afrika bisa berbuat banyak di Qatar. Saya tidak bisa melewatkannya!" kata Mutohwo.
Dukungan untuk Maroko juga mengalir deras dari masyarakat yang mengidentifikasikan diri sebagai orang Afrika sekaligus Arab.
Advertisement
Banyak Pendukung Baru
Hussein Idow Ali, seorang penduduk Somalia, rela menanggalkan dukungan untuk Selecao das Quinas karena "saudaranya", Maroko, bertanding.
"Saya mendukung Maroko sebagai orang Afrika sekaligus saudara Arab dan muslim kami. Saya harap mereka membawa pulang trofi Piala Dunia ke Rabat (ibu kota Maroko). Namun, jika mereka (Maroko) kalah, saya akan balik mendukung Portugal, sesuatu yang saya harap tidak terjadi," kata Ali.
Sementara itu, Sidiki Sanoe, mahasiswa asal Liberia, menyebut kemenangan Maroko atas Spanyol di babak 16 besar Piala Dunia lalu memberikan pesan kuat ke seluruh dunia.
"Apa yang kami, orang Afrika, mencoba kerjakan adalah sesuatu yang lebih jauh dari sepak bola," kata Sanoe.
"Kami ingin berkata ke dunia bahwa Afrika punya talenta. Kami sangat bertalenta, kami dapat melakukan hal-hal yang lebih baik dan kami bisa sukses," pungkasnya.
Â