Liputan6.com, Jakarta Lucia Francisca Susi Susanti, atau yang karib dikenal sebagai Susi Susanti, adalah salah satu pebulu tangkis putri terbaik Indonesia. Lewat prestasi yang ditorehkan, ia tak hanya membuat kagum Tanah Air, tetapi juga memasyhurkan Merah Putih di mata dunia.
Susi Susanti lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat pada 11 Februari 1971. Ia merupakan putri dari pasangan Risad Haditono dan Purwo Banowati. Pendidikan SD ditempuhnya di Tasikmalaya, SMP dan SMA Negeri di Ragunan, Jakarta Selatan, kemudian berlanjut ke STIE Perbanas.
Baca Juga
Usut punya usut, perkenalan Susi dengan dunia tepok bulu diinisiasi oleh keduanya orang tuanya. Mereka memang diklaim sangat gemar dengan olahraga badminton.
Advertisement
Ayah Susi bahkan sempat memiliki ambisi untuk menjadi juara dunia. Malang cedera lutut yang dialaminya membuat mimpi itu kandas. Sang ayah hanya bisa bermain di level daerah, sementara Susi maju meneruskan cita-cita tersebut.
“Perkenalan saya di bulutangkis sebetulnya itu karena orang tua saya. Kebetulan Mama-Papa saya hobi bulutangkis. Jadi waktu kecil, saya di Kota Tasikmalaya, kebetulan Mama sama Papa mantan pemain daerah lah kalau dibilang, bukan yang jago-jago banget,” ujarnya dikutip dari wawancara khusus dengan Liputan6.com dengan Susi Susanti, terbit Kamis (26/1/2023).
“Tapi, impian jadi pemain bulutangkis itu ada di Papa. Karena Papa waktu itu cedera, akhirnya pengin jadi juara dunia enggak kesampaian. Namun, Papa masih tetap meneruskan hobinya di bulu tangkis meskipun cuma di level Kota Tasik saja,” sambungnya.
Punya Bakat
Susi pun kerap diajak orang tuanya berkunjung ke lapangan badminton. Ia yang semula hanya coba-coba, ternyata jadi tertarik dengan tepok bulu. Sang Ayah pun menyadari bakat dalam diri Susi. Alhasil, eks tunggal putri Indonesia mulai diajarkan dasar-dasar bulu tangkis.
“Saya sering diajak Mama-Papa ke lapangan badminton. Jadi awalnya hanya nemenin Mama-Papa. Setelah itu, saya mulai belajar, nyoba-nyoba, dari awal cuman aduh seneng ya ngambilin bola. Kan biasa anak-anak ngambil bola.”
“Terus di sana kan ada jajanan ya, ada kantin. Senang banget waktu kecil. Jadi, pertama bukan mau main badmintonnya, tapi jajannya waktu kecil. Setelah itu, saya mulai tertarik. Saya melihat Mama-Papa main, ah coba-coba mukul, ternyata cukup menarik juga, senang juga.”
“Papa ketika itu sepertinya melihat saya punya bakat. Bakat saja kayanya tidak cukup. Tapi saya punya sifat yang kalau belum bisa tuh penasaran terus, pengin belajar, belajar, belajar. Nah di situlah mulai perkenalan pertama, dan dari situ Papa mulai mengajarkan basic dari bulutangkis,” tutur Susi mengisahkan perkenalannya tengan tepok bulu.
Advertisement
Kejuaraan Pertama
Susi juga mengisahkan pengalaman pertamanya ikut serta dalam kejuaraan bulu tangkis. Kala itu, ia sudah bergabung dengan klub badminton milik pamannya. Adapun di kota asalnya, turnamen bulu tangkis kelompok usia yunior cukup rutin diadakan.
Susi sendiri sebenarnya tak dituntut untuk meraih prestasi apapun. Sang ayah hanya ingin dia terjun ke kompetisi. Namun, secara mengejutkan, Susi justru meraih juara tiga. Menurutnya, trofi juara kala itu menjadi hal yang berharga buat dirinya.
“Saya masih ingat waktu saya mulai belajar, setelah belajar bulutangkis, saya masuk ke klub bulutangkis yang kebetulan punya Om saya sendiri. Jadi memang keluarga besar Mama-Papa hobi bulu tangkis. Nah di situlah, mungkin waktu SD, kalau nggak salah sekitar kelas 3 (ikut kejuaraan bulu tangkis),” tutur Susi.
“Jadi di Tasik sendiri, bukan sering, tapi memang rutin ada pertandingan-pertandingan, meskipun mungkin kayak 17 Agustus-an. Waktu itu ada kelompok usia yunior. Kalauyunior itu kan 18 tahun. Jadi waktu itu, meskipun saya usianya masih 9-10 tahun, pas ada pertandingan, kata Papa ikut saja, coba saja.”
“Di situ saya nggak dapat juara (pertama), saya cuma dapat juara 3. Tapi buat saya piala itu sangat berharga sekali karena itu awal, awal yang sangat baik meskipun tidak menjadi juara 1, tapi kebanggaan bahwa setelah saya berlatih ternyata saya bisa dapat loh. Piala ini menjadi satu penyemangat saya," tandasnya.
Dukungan Orang Tua
Langkah Susi menjadi makin mantap karena mengantongi dukungan penuh dari orang tua. Ia juga punya role model dalam diri pebulu tangkis-pebulu tangkis senior yang lebih dulu menorehkan prestasi.
“Papa terus memberikan support dan semangat kepada saya. Kata Papa, 'Ini kan baru juara 3, kamu bisa untuk jadi juara 1 dengan catatan berlatih lagi, bekerja keras lagi, kan impian kamu menjadi juara dunia.' Nah, di situlah saya terpacu untuk berlatih lebih giat lagi dan ya ingin mengejar impian saya menjadi juara dunia,” kisahnya
“Saya punya impian jadi juara dunia sebetulnya mulai dari saya main bulutangkis. Jadi kebetulan waktu itu kan sering sekali nonton di TV itu ada Kak Verawati, Pak Rudy Hartono. Waktu itu, (saya) ingat pada saat Pak Rudy menjadi juara All England, nah itu satu kebanggaan ya. Saya melihat, waktu itu kan saya masih baru belajar-belajar ya.”
“Waduh saya ingin kaya Pak Rudy, ingin jadi juara dunia. Kayanya waktu itu ke luar negeri saja sesuatu yang luar biasa ya. Apalagi waktu melihat Pak Rudy naik podium menjadi juara dan itu menjadi role model saya, menjadi idola saya, ah saya pengin kaya Pak Rudy deh, pengin jadi juara All England.”
“Jadi waktu saya bilang ke papa, beliau tentunya memberikan support yang luar biasa, karena impian papa sebetulnya ingin menjadi juara dunia, tapi karena tidak tercapai akhirnya impian itu dititipkanlah ke saya,” sambung Susi.
Advertisement
Rutin Kompetisi
Susi pun makin giat mengikuti kompetisi hingga ia akhirnya dilirik oleh Djarum dan Jaya Raya. Pada usia 14 tahun, Susi mendapat tawaran bergabung dari dua klub tersebut. Namun, ayah dan ibunya akhirnya memutuskan agar Susi meniti karier bersama Jaya Raya.
“Jadi setelah saya waktu itu menjadi juara pertama kali, juara ketiga itu, saya mulai rutin mengikuti kejuaraan-kejuaraan. Ada open tournament, ada kelompok usia ya. Kalau sekarang kan pertandingan itu ada kelompok usia dini, anak-anak, remaja, lalu ada taruna yunior.”
“Waktu itu tahapannya dari Tasikmalaya, saya mulai mengikuti kejuaraan, ada di Bandung, ada di Purwokerto. Dalam level waktu itu, masih kelompok usia remaja. Dari situ mungkin klub besar seperti Djarum dan Jaya Raya memantau bibit-bibit yang ada di daerah.”
“Di usia 14 tahun, saya mendapat tawaran untuk bergabung di klub besar. Waktu itu di Tasik kan saya di klub Tunas Inti Tasik, klub kecil yang ada di daerah. Tapi dari hasil kejuaraan-kejuaraan itu saya dipantau oleh klub-klub besar seperti Djarum dan Jaya Raya.”
“Akhirnya saya memilih–bukan saya juga sih sebetulnya, tapi Papa dan Mama saya juga. Waktu itu saya dapat tawaran dari Jaya Raya dan Djarum. Tapi setelah berunding, Mama-Papa akhirnya memutuskan dipilihlah Jaya Raya di Jakarta,” pungkas dia.