Sukses

Bola Ganjil: Gagal Bela Timnas Meski Bermodal Medali Juara Liga Champions

Liga Champions adalah panggung utama sepak bola pada di level klub. Penampilan gemilang di sana, apalagi jika sampai menjadi juara berkali-kali, seharusnya menarik perhatian semua orang.

Liputan6.com, Jakarta - Liga Champions adalah panggung utama sepak bola pada di level klub. Penampilan gemilang di sana, apalagi jika sampai menjadi juara berkali-kali, seharusnya menarik perhatian semua orang.

Namun tidak semua merasakan demikian. Sejumlah nama diabaikan pelatih tim nasional sehingga tidak sekalipun mendapat kesempatan membela negara.

Horst Blankenburg merupakan salah satunya. Dia jadi bagian kunci sukses Ajax Amsterdam ketika menduduki takhta tertinggi Eropa pada periode 1971 hingga 1973.

Meski begitu, kehadirannya diabaikan Helmut Schon yang kala itu menjabat nakhoda Timnas Jerman Barat. Penyebabnya hanya satu. Blankenburg bermain di posisi spesifik seperti Franz Beckenbauer.

Nyaris mustahil tim menurunkan dua sweeper sekaligus. Beckenbauer pasti didahulukan karena memiliki kualitas lebih bagus. Apalagi saat itu setiap tim hanya diizinkan melakukan satu pergantian pemain dalam pertandingan.

Peluang Blankenburg membela timnas pada dasarnya sudah kecil. Kalaupun Beckenbauer absen, Schon lebih memilih menurunkan komposisi tim tanpa sweeper sama sekali.

 

2 dari 3 halaman

Senasib Seperti Blankenburg

Blankenburg bukan satu-satunya bagian tim Ajax yang tidak dilirik timnas. Nama lain adalah kiper Heinz Stuy. Seperti rekan setimnya, Stuy tidak mengantongi caps bersama Belanda karena kalah bersaing melawan Jan Jongbloed.

Lalu ada kasus Bernd Durnberger (Bayern Munchen 1974–1976), Jimmy Case (Liverpool 1977, 1978, 1981), dan Filippo Galli (AC Milan 1989, 1990, 1994). Mereka sama-sama mengoleksi tiga medali Liga Champions. Tapi, tidak seperti Blankenburg dan Stuy, mereka bukanlah pemain utama meski tampil di final.

 

3 dari 3 halaman

Terjadi di Masa Lampau

Nama-nama di atas meraih kesuksesa ketika kompetisi masih bernama Piala Champions. Patut diingat ketika itu laga internasional jauh lebih sedikit ketimbang sekarang.

Klub juga memiliki kans besar menjuarai beberapa edisi Piala Champions, bahkan secara beruntun.