Sukses

Ellyas Pical: Harus Yakin Bisa Menang, Kalau Tidak Pulang Kampung Saja

Awal Juni lalu, pada pemutaran film berjudul Ellyas Pical, terlihat Elly duduk di sebelah Menpora Dito Ariotedjo. Elly memang belum kehilangan kharismanya.

Liputan6.com, Jakarta Tak banyak petinju Indonesia yang dikenal luas karena prestasinya, namun di antara yang sedikit itu nama Ellyas Pical pasti berada di urutan teratas. Tak akan lengkap membicarakan cabang olahraga tinju Tanah Air tanya menyebut petinju yang selalu tampil dengan kekuatan tangan kirinya ini.

Lahir di Ullath, Saparua Timur, Maluku Tengah pada 24 Maret 1960, Ellyas Pical yang karib disapa Elly ini tumbuh di lingkungan yang keras dan punya kisah hidup yang berliku. Seperti banyak cerita lainnya, kondisi keluarga yang serba kekurangan membuat Elly tak bisa menempuh pendidikan layaknya anak normal. Pada akhirnya, Elly dituntut untuk mandiri.

Sebagai bagian dari keluarga nelayan, sejak kecil dia sudah bekerja sebagai pencari ikan, yang hingga kini masih membekas dalam kehidupannya. Karena terlalu sering menyelam hingga dasar laut tanpa menggunakan alat bantu, membuat pendengaran Elly terganggu hingga kini.

Selain itu, untuk membantu perekonomian keluarga, Elly kecil juga berjualan es lilin di pasar. Yang jelas, sejak kecil Elly tak memperlihatkan tanda-tanda akan mengikuti jejak keluarga besarnya yang hobi bermain musik. Alih-alih memegang alat musik, Elly ternyata lebih memilih mengenakan sarung tinju.

Perkenalan Elly dengan dunia tinju dimulai pada umur 13 tahun. Kala itu, Elly kerap menyaksikan pertandingan tinju di televisi, khususnya saat sang idola Muhammad Ali beraksi di layar kaca TVRI. Pengalaman inilah yang pada akhirnya membuat Elly memiliki keinginan menjadi petinju profesional dan mulai berlatih diam-diam dengan peralatan seadanya.

Penolakan dari orangtua yang tak menginginkan Elly menjadi petinju tak membuat sang anak patah arang. Apalagi sang paman memberi Elly hadiah sarung tinju yang membuatnya makin bersemangat mengejar impian. Selain berlatih, diam-diam Elly mengikuti berbagai kompetisi tinju di daerahnya.

Ternyata Elly memang berbakat. Pada 1980, Elly menjalani laga tinju debutnya di level amatir saat mengikuti turnamen Piala Presiden di Jakarta. Saat itu, Elly berhasil meraih medali emas pada kelas 51 kg. Berkat kemenangan tersebut, Elly mendapat kontrak untuk terjun ke dunia tinju profesional dua tahun kemudian.

Namun sayang, dalam laga debut profesionalnya ia menelan kekalahan dari Edward Apay pada duel di tahun 1983. Dari kekalahan di laga debut tersebut ia terus berlatih dengan keras dan membuatnya menguasai panggung Super Flyweight.

Tahun 1984, Elly menghentikan langkah mantan petinju nomor satu dunia, Prayurasak Muangsurin dan disusul dengan mengklaim gelar juara OPBF Super Flyweight usai mengalahkan Hee Yun Chun dari Korea Selatan di Kota Seoul pada 19 Mei pada tahun yang sama.

Kemenangan angka 12 ronde dari Hee Yun Chun tersebut mengukir nama Elly menjadi petinju profesional pertama Indonesia yang berhasil meraih gelar internasional di luar negeri.

Setahun kemudian, Elly menambah koleksi gelarnya dengan merebut sabuk juara dunia IBF kelas Bantam Junior usai mengalahkan petinju Korea Selatan lainnya, Ju Do Chun.

Berkat penampilan di atas ring yang selalu menuai decak kagum, Elly pun diberi julukan The Exocet, yang diambil dari nama rudal milik Prancis yang digunakan Argentina dalam Perang Malvinas. The Exocet dianggap menggambarkan kecepatan dan kekuatan pukulan hook serta uppercut kiri Elly yang mematikan.

Sepanjang kariernya, Elly tercatat mengalami 5 kali kekalahan dari 26 pertandingan. Kekalahan pertama didapat saat melawan sesama petinju Indonesia Edward Apay di GOR Pulosari, Malang. Sedangkan kekalahan terakhir terjadi pada 12 Maret 1990 saat menghadapi petinju asal Amerika Serikat Greg Richardson di Jakarta.

Selepas memutuskan pensiun dari ring tinju, kehidupan Elly sempat luntang-lantung. Dari pengakuannya, dia sempat menjadi office boy hingga satuan pengamanan untuk menyambung hidup keluarga.

Pada 13 Juli 2005, Elly membuat geger Ketika dikabarkan ditangkap polisi saat bertransaksi narkoba di sebuah diskotek. Dalam kasus ini dia divonis hukuman penjara selama tujuh bulan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Setelah bebas pada 7 Februari 2006, Elly lantas dipekerjakan di KONI Pusat. Tak hanya itu, wajahnya juga kembali muncul di layar kaca, bukan sebagai petinju melainkan jadi komentator pertandingan.

Elly juga pernah mendapat penghargaan dari Kementerian Sosial (Kemensos) dan dinobatkan sebagai pria lanjut usia (lansia) berprestasi di peringatan Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) pada 29 Mei 2021.

Terakhir, Falcon Pictures memproduksi film tentang perjalanan hidup Elly sebanyak enam episode. Awal Juni lalu, pada pemutaran film berjudul Ellyas Pical ini, terlihat Elly duduk di sebelah Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo. Elly memang belum kehilangan kharismanya.

Lantas apa pesan Elly untuk generasi muda yang ingin melanjutkan perjuangannya? Berikut petikan wawancara Ellyas Pical dengan Sheila Octarina dalam program Bincang Liputan6.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Tiga Lawan Langsung Terkapar

Boleh diceritakan bagaimana masa kecil Bang Elly?

Waktu kecil saya selalu di laut mencari ikan. Sementara di sekolah saya dikenal sebagai anak yang bandel. Pulang sekolah saya bantu Mama jualan es. Selebihnya seperti anak-anak lain, saya juga bermain bersama teman-teman di kampung.

Kadang ada saja teman-teman yang cari gara-gara mengajak berkelahi. Pernah kejadian saya ditantang tiga orang teman, saya ajak berantem sekalian. Saya pukul mereka bertiga sampai jatuh dan tak melawan lagi.

Apakah itu awal mulanya Bang Elly tertarik menjadi petinju?

Sejak kecil saya memang bercita-cita jadi petinju. Dan itu terwujud karena Paman melihat saya sering berkelahi dan mengajak latihan tinju. Om saya bertanya, 'kamu mau jadi petinju kah seng?' Orang Ambon ngomong begitu. Ya sudah, boleh Om kata saya.

Kata Om saya, nanti kita bikin sasana kecil di pinggir laut untuk latihan. Sejak itu saya latihan tinju bersama Om dengan peralatan sederhana.

Sejak latihan tinju apakah Bang Elly tak lagi turun ke laut?

Tetap ke laut. Habis latihan saya mulai turun ke laut menyelam. Suatu Ketika saat menyelam, ada yang meledakkan bom ikan dekat saya. Karena nggak tahu ada bom saya kaget, telinga saya hancur.

Syukur ada saudara yang menyelamatkan saya dan membawa pulang ke rumah. Sampai sekarang pendengaran saya terganggu akibat kena bom ikan itu.

Setelah kejadian itu Bang Elly masih menyelam?

Saya sudah enggak lagi, stop. Waktu saya kemudian dihabiskan buat latihan tinju. Om bilang, kalau kamu mau jadi juara harus latihan betul-betul, serius dan disiplin. Jadi saya latihan, Om kasih latihan saya setiap hari.

Awal-awal latihan tinju itu umur berapa?

Masih kecil, mungkin umur 10 tahun. Umur 14 tahun baru saya mulai ikut-ikut pertandingan di daerah dan jadi juara.

Berarti orangtua mendukung cita-cita Bang Elly untuk jadi petinju?

Tidak juga. Mama bilang, kamu masih kecil, buat apa jadi petinju melawan orang yang badannya besar-besar? Saya bilang, Mama enggak usah takut, biar saja. Nanti lihat, saya pasti juara. Saya sudah cita-cita begitu, jadi juara. Akhirnya Mama membolehkan.

Lalu bagaimana ceritanya sampai ke Jakarta?

Karena selalu menang setiap bertanding di daerah, sasana kemudian memilih dan melakukan seleksi untuk petinju yang akan dibawa ke Jakarta. Akhirnya saya yang dipilih untuk ikut Presiden Cup di Jakarta.

Masih ingat ketika itu umur berapa?

Kalau tidak salah pertama kali ke Jakarta itu umur 17 tahun.

 

3 dari 5 halaman

Lawan Terkuat, Khaosai Galaxy

Siapa yang paling berjasa membawa Bang Elly ke Jakarta?

Namanya Pak Nahan, tapi sudah meninggal. Sampai di Jakarta saya masuk ke Sasana Garuda Jakarta yang ada di Pancoran. Saya juga pernah tinggal dan latihan di Tanah Abang sama Pak Turino Tidar. Saya di situ untuk persiapan kejuaraan dunia dan mempertahankan, latihan juga di sana.

Tapi orang-orang yang lama itu sudah meninggal semua. Yang bos-bos saya yang pegang saya sudah meninggal dan sudah tak ada sasana lagi. Sasana-sasana itu sudah dibeli orang dan sudah dibangun jadi gedung-gedung baru.

Nah, setelah Bang Elly pindah ke Jakarta dan jadi juara dunia, tanggapan orangtua bagaimana?

Kalau orangtua memang maunya saya tinggal di Jakarta saja. Saya bilang, Mama jangan takut, kalau saya sudah juara nanti saya panggil Mama datang ke Jakarta. Mama bilang, asal nyong latihan sungguh-sungguh dan betul-betul jadi juara. Mama sempat menangis juga, Mama takut karena lawan saya orang-orang sebesar itu.

Mama sendiri pernah melihat Bang Elly bertanding?

Pernah, setelah saya jadi juara dunia, Mama datang ke Jakarta dan melihat langsung saya naik ring.

Waktu itu sudah jadi petinju profesional ya?

Iya, saya masuk professional setelah menang melawan semua petinju di seluruh Indonesia. Di professional saya kasih kalah habis seluruh petinju Indonesia, Asia Tenggara, sampai saya jadi saya juara nasional, juara OPBF dan juara dunia. Di Indonesia siapa yang bisa begitu? Enggak ada, ha..ha..ha..

Dari 26 pertandingan di karier professional Bang Elly, masih ingat enggak lawan yang paling kuat yang dihadapi waktu itu?

Kalau lawan yang paling kuat hanya Khaosai Galaxy. Kalau yang lainnya saya kasih lewat habis. Soalnya Thailand kan Thai Boxing, apalagi dulu masih zaman 15 ronde. Kalau 12 ronde seperti sekarang orang enak. Kalau saya dulu 15 ronde, siapa yang bisa main sampai 15 ronde bisa mati.

 

4 dari 5 halaman

Kalau Takut, Pulang Kampung Saja

Apa saja kegiatan Bang Elly setelah menggantung sarung tinju?

Kegiatan saya melatih anak-anak yang mau jadi juara tinju, serta memberi masukan dan nasihat kepada mereka. Kalau kamu mau jadi juara harus seperti saya, harus percaya diri, harus latihan betul-betul supaya bisa jadi juara dunia.

Selain itu harus jaga makan yang baik, teratur, supaya kalau menghadapi lawan tidak takut lagi. Yang penting harus percaya diri, karena anak-anak sekarang kan biasa-biasa saja, mentalnya belum teruji.

Mental itu perlu ya?

Menang atau kalah itu risiko kita sendiri, yang penting harus percaya kita bisa menang supaya jangan sampai masyarakat Indonesia melihat kita hanya latihan dan pas bertanding menang biasa-biasa saja, enggak bisa jadi juara dunia. Jadi harus kuat, mental harus kuat. Kalau mental tidak kuat, mana bisa jadi juara?

Di Amerika saja kalau petinju enggak mau latihan akan dipukul pelatih. Pokoknya harus jadi juara, karena dia sudah capek-capek melatih dan kita harus kerja keras. Jadi kalau mau jadi juara dunia, dia harus yakin dan mampu jadi Ellyas Pical yang baru menggantikan saya.

Jadi mental dan keyakinan tak boleh goyah ya?

Ya enggak boleh, kalau goyah ya sudah pulang kampung saja. Sudah merantau capek-capek tinggal di tanah orang kenapa kita enggak mau berjuang? Harus berjuang menjadi juara. Sama seperti pejuang di masa lalu yang harus berperang dan berjuang, kalau tidak berjuang Indonesia merdeka enggak akan terwujud.

Kalau support dari orangtua atau keluarga?

Itu juga harus. Kalau saya mau main, saya mau pertandingan, pasti Mama berdoa dari rumah. Kalau saya hanya berdoa di atas ring, hanya beberapa kata saja. Tuhan, tolong saya bisa menjadi juara dunia untuk mengharumkan nama bangsa, itu saja. Karena dulu belum bisa berdoa karena saya terlalu bandel, sekarang sudah bisa berdoa.

Bang Elly dikenal dengan pukulan andalan yang disebut The Exocet, bisa diceritakan seperti apa pukulan itu?

Itu cara kita menghadapi lawan. Kita lihat lawan terbuka, tiba-tiba pukulan saya sudah ada di depan dia. Dia masuk saya pukul kiri, saya taruh pukulan langsung KO. Karena dia sedang memukul tangannya masih lemas. Kelemahan petinju itu ada di rahang, tulang rusuk dan ulu hati.

Saat bertanding Bang Elly paling sering menjatuhkan lawan pakai pukulan apa?

Hook dan uppercut.

Sekarang Bang Elly bekerja di KONI, apa saja yang dilakukan?

Saya hanya bagian tata usaha, kalau ada surat-surat dari mana kita terima, nanti teman-teman yang kerjain.

5 dari 5 halaman

Bangga Kisah Hidupnya Difilmkan

Pada tahun 2020 Bang Elly mendapat tanda kehormatan Satya Lencana Dharma Olah Raga dari Pak Jokowi, bagaimana Bang Elly melihat perhatian pemerintah kepada atlet berprestasi dulu dan sekarang?

Kalau dulu enggak ada, tapi sekarang sudah ada. Dulu cuma omong saja, tapi nyatanya enggak ada. Masa kita sudah juara, dapat medali emas pun tidak ada apresiasi apa-apa. Ada yang juga dapat, ada yang tidak dapat.

Tapi sekarang pemerintah ingat dan perhatian, dulu belum ada. Saya juara Presiden Cup dapat apa? Paling-paling dapat tanda penghargaan itu saja.

Tapi, perjalanan hidup dan karier Bang Elly sudah dibuat film juga kan, dibintangi Denny Sumargo sama Christine Hakim.

Iya, betul. Christine Hakim persis sama Mama saya, mukanya mirip. Saya senang dan bangga karena film ini sudah angkat saya punya prestasi. Apalagi film ini akhirnya bisa dibuat, setelah beberapa kali batal dibuat karena berbagai alasan.

Kalau bicara soal keluarga, anak-anak Bang Elly ada yang tertarik jadi petinju?

Anak saya memang ada yang mau, bahkan sudah pernah bertanding di Jambi. Tapi dia kapok karena merasakan sakit saat dipukul, akhirnya dia enggak mau lagi. Waktu itu lawannya besar, sementara dia kecil. Kalau sama-sama tinggi enggak apa-apa, ini tinggi lawan pendek. Akhirnya dia bilang, jangan lagi, sakit, ya stop-lah.

Bang Elly ada pesan-pesan untuk generasi muda?

Sebagai petinju juara dunia pertama di Indonesia, saya harapkan atlet-atlet Indonesia yang sekarang ini bisa menjadi juara dunia seperti saya. Teruslah berlatih yang baik, untuk jadi juara seperti saya harus kerja keras, latihan disiplin.

Jadilah juara yang bisa mengharumkan nama bangsa dan negara, untuk tanah air tercinta Indonesia, itu yang saya harapkan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini