Sukses

Mimpi Besar China Jadi Negara Adikuasa Sepak Bola Hancur Berantakan

China gagal menjadi negara adikuasa sepak bola. Beragam upaya yang sudah dilakukan menemui kegagalan.

Liputan6.com, Jakarta- China dikenal sebagai salah satu negara terkuat di dunia saat ini. Mereka memiliki populasi terbesar di dunia. Ekonomi negeri Tirai Bambu juga sedang berkembang pesat sehingga mampu membuat khawatir negara Barat. Namun mimpi besar China menjadi negara adikuasa di sepak bola hancur berantakan. Presiden Xi Jinping pun mulai menyerah.

Tahun 2024 dan 2025 menjadi masa kelam sepak bola China. Timnas China hampir pasti tidak akan bisa lolos ke putaran final Piala Dunia 2026. China bahkan kalah bersaing dengan timnas Indonesia di putaran tiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia Grup C.

Saat ini China berada di dasar klasemen Grup C dengan poin enam. Tim asuhan Branko Ivankovic itu baru mendapat enam poin dari delapan laga yang dijalani. China tertinggal tiga poin dari timnas Indonesia yang ada di urutan empat dan tujuh angka dari peringkat dua Australia.

Untuk lolos langsung ke Piala Dunia 2026 dari putaran tiga, China harus finis di dua besar Grup C. Jalan lain adalah lolos lewat putaran empat dimana mereka harus berada di urutan tiga atau empat klasemen akhir Grup C.

Usaha China meraih tiket ke Piala Dunia 2026 mengalami kemunduran setelah menelan tiga kekalahan beruntun. China dikalahkan Australia 0-2, Arab Saudi 0-1 dan Jepang 1-3.

Tak cuma jadi juru kunci, China juga mengalami kekalahan memalukan 0-7 dari Jepang pada September 2024. Hasil itu digambarkan sebagai "terendah" oleh sebuah surat kabar yang berpusat di Shanghai.

Keterpurukan China di sepak bola ini cukup mengejutkan. Mereka sempat bermimpi menjadi negara adikuasa sepak bola setelah dipimpin Presiden Xi Jinping yang dikenal sebagai penggemar berat sepak bola.

Promosi 1
2 dari 4 halaman

Ambisi Xi untuk Sepak Bola China Gagal

Saat mulai berkuasa di China, Xi Jinping berniat mereformasi sepak bola di sana. Sebagai penggemar bola, Xi punya tiga ambisi besar untuk sepak bola China. Pertama agar China lolos lagi ke Piala Dunia, kedua menjadi tuan rumah Piala Dunia dan impian terakhirnya memenangkan turnamen empat tahunan itu.

Namun satu dekade kemudian apa yang dicita-citakan Xi berantakan. Xi bahkan tampaknya telah kehilangan kepercayaan bila harapannya bisa terwujud. Dilaporkan BBC, saat berbincang-bincang dengan Perdana Menteri Thailand di sela-sela pertemuan puncak internasional pada tahun 2023, Xi terdengar mengatakan bahwa Tiongkok "beruntung" dalam kemenangan baru-baru ini melawan Thailand.

China nampaknya benar-benar tak berdaya untuk mewujudkan impian menjadi penguasa sepak bola. Sepak bola menjadi salah satu yang begitu sulit untuk dikuasa oleh China.

"Ketika pemerintah China bertekad untuk melakukan sesuatu, sangat jarang gagal. Lihat saja kendaraan listrik, lihat saja Olimpiade. Hampir di semua sektor yang dapat Anda pikirkan, China ada di sana," kata Mark Dreyer, seorang penulis olahraga yang berbasis di Beijing kepada BBC.

3 dari 4 halaman

Kegagalan Sepak Bola China

Partai Komunis China gagal saat mencengkram sepak bola. Bahkan Xi mengakui bahwa jika China ingin berhasil di sepak bola, maka Partai harus melakukan apa yang jarang dilakukannya: melepaskan.

Laporan utama pemerintah pada tahun 2015 mencatat bahwa Asosiasi Sepak Bola Tiongkok (CFA) harus memiliki "otonomi hukum" dan harus "independen" dari Administrasi Umum Olahraga (GAS).

"Kegagalan China dalam sepak bola telah menjadi aib nasional dan mencari tahu alasannya telah menjadi obsesi nasional. Tetapi bagi saya, alasannya cukup jelas dan memberi tahu kita banyak hal tentang bagaimana negara ini dijalankan," kata Rowan Simons, penulis Bamboo Goalposts: One Man's Quest to Teach the People's Republic of China to Love Football, kepada BBC.

FIFA sebenarnya menegaskan negara tidak boleh ikut campur dalam mengurus sepak bola. Namun di China sudah menjadi hal umum karena Partai Komunis mengendalikan sebagian besar aspek kehidupan publik. Presiden CFA saat ini, Song Cai, merangkap jabatan sebagai Wakil Sekretaris Partai Komunis. Pekerjaannya diawasi oleh pejabat senior pemerintah di GAS.

Semua negara besar yang bergerak di bidang sepak bola memiliki "piramida" liga. Klub-klub profesional elite berada di puncak, didukung oleh banyak tim semi-profesional dan amatir, yang semua pemainnya berlomba-lomba untuk naik kelas.

4 dari 4 halaman

Ambruk Usai Covid-19

China sempat mencoba membenahi dan menggebrak dengan liga profesionalnya. Di tahun 2010-an, Liga Super China menarik pemain asing ternama karena mendapat gelombang investasi dari perusahaan milik negara, didukung oleh ekonomi yang berkembang pesat.

Saat itu pemain top dari Liga Inggris berhasil dibajak untuk merumput di Liga China dengan iming-iming gaji besar seperti Oscar, Ramires, Marouane Fellaini, Javier Mascherano, Demba Ba, Graziano Pelle, Nicolas Anelka hingga Didier Drogba.

Namun gebrakan liga China ini berumur pendek. Sejak pandemi Covid-19 dan perlambatan ekonomi di China, lebih dari 40 klub profesional telah gulung tikar karena perusahaan-perusahaan yang didukung negara mulai menarik investasi mereka. Perusahaan-perusahaan swasta ternyata juga tidak bisa konsisten dalam komitmen mereka.

Contoh paling pahit terjadi pada Suning Group. Perusahaan yang pernah memiliki klub Italia Inter Milan itu membeli Jiangsu FC pada 2015. Kemudian Jiangsu dibawa merajai Liga Super China pada 2020.

Akan tetapi beberapa bulan kemudian, Suning Group memutuskan menutup klub tersebut. Alasannya karena ingin fokus pada bisnis ritel mereka.

Keruntuhan hebat juga dialami Guangzhou Evergrande yang merupakan tim sepak bola tersukses di China. Dengan dukungan raksasa properti Evergrande Group, Guangzhou membuat heboh dunia dengan nmemenangkan trofi demi trofi di bawah manajemen orang-orang hebat Italia seperti Marcello Lippi dan Fabio Cannavaro.

Di saat mereka meraih kejayaan di China dan di Asia, perusahaan induk mereka justru kewalahan menghadapi pasar properti yang sedang melambung. Evergrande sekarang menjadi perusahaan properti dengan hutang terbesar di dunia. Guangzhou pun kini dimiliki pemilik baru tapi harus menerima kenyataan pahit dikeluarkan dari liga pada Januari lalu.

Bencana sepak bola China diperparah dengan korupsi termasuk pengaturan pertandingan. Seminggu setelah kekalahan memalukan dari Jepang, puluhan pemain, pelatih, dan administrator ditangkap karena perjudian, pengaturan pertandingan, dan penyuapan sebagai bagian dari penyelidikan dua tahun terkait korupsi dalam permainan domestik.

Salah satu pesepakbola terbaik China yang pernah bermain di Liga Inggris bersama Everton dan tampil di Piala Dunia, Li Tie malah menjadi pesakitan dalam kasus korupsi sepak bola. Li Tie menjadi tokoh paling terkenal yang ditangkap tahun lalu dalam serangkaian penangkapan antikorupsi yang belum pernah terjadi sebelumnya di sepak bola China. Pada bulan Desember, ia dijatuhi hukuman 20 tahun penjara.

 

Selanjutnya: Ambisi Xi untuk Sepak Bola China Gagal
EnamPlus