Sukses

Kisah Robin van Persie: Keras Kepala Tapi Romantis [2]

Robin van Persie muda dijual Feyenoord ke Arsenal karena perilakunya yang dinilai tak bisa diatur. Robin memang keras kepala, tapi romantis.

Robin van Persie sejak usia belia seperti sudah tahu apa yang harus dijalaninya untuk urusan masa depan. Sepakbola menjadi pilihannya. Orang-orang terdekatnya, orangtua dan guru di sekolah sulit memahami kemauannya, tapi Robin tetap kukuh dengan keinginannya itu. Entah dengan kedua saudarinya Lily dan Kiki. Tak banyak kisah yang terungkap tentang kedekatan hubungan tiga kakak beradik itu.

"Aku ingin jadi pemain sepakbola profesional," gumamnya dalam hati.

Sebagai orangtua, Bob van Persie dan Jose Ras ingin agar Robin mengikuti jejaknya sebagai seniman. Sementara di sekolah, gurunya ingin Robin van Persie lebih fokus ke pelajaran akademis bukan sepakbola. Tapi lagi-lagi, Robin sudah 'cinta mati' pada bola. Ya, sudah. Orangtuanya pun akhirnya mengalah.

Sejak usia 14 tahun, Robin serius masuk ke SBV Excelsior. Hanya setahun bergabung di skuat SBV, Robin lalu pindah ke Feyenoord. Kepindahannya ke Feyenoord secara tak langsung karena pengaruh dari sang ibu yang mempunyai hubungan akrab dengan salah satu pelatih di klub itu.

Suasana di Feyenoord sepertinya cocok untuk Robin. Ia pun kerasan di sini. Permainannya pun cepat berkembang. Bahkan tak perlu menunggu terlalu lama untuk bisa bergabung dengan tim senior Feyenoord. Tepat di usia 17 tahun, Robin sudah masuk di tim inti Feyenoord dan 15 kali tampil sebagai starter.

Eksistensi Robin pun diakui. Tak hanya di kalangan para koleganya di dalam klub tapi dari publik sepakbola Belanda. Gelar sebagai pemain muda terbaik dari Federasi Sepakbola Belanda musim 2001-2002 diraihnya. Tak lama berselang, Robin van Persie pun dinobatkan sebagai pemain paling berbakat pada ajang Best Talent KNVB di akhir musim 2001-2002.

Ribut dengan Pelatih

Prestasi Robin van Persie yang cantik tak disia-siakan klub. Pihak klub yang bermarkas di De Kuip Rotterdam itu tak ingin kehilangan pemain muda berbakat tersebut. Kontrak profesional pun disodorkan. Dan Van Persie menandatangani masa kontrak 3 tahun bersama klub yang berdiri sejak 19 Juli 1908 itu.

Entah siapa yang benar dan siapa yang salah, atau siapa yang memulai konflik, tak jelas benar. Tapi kenyataannya, hubungan sang pelatih Feyenoord Bert van Marwijk dengan Robin tak harmonis. Ujung-ujungnya, Robin van Persie lebih banyak duduk di deretan bangku cadangan.

Suatu ketika, sang manajer tampak marah pada Robin. Kemarahan itu pun sempat diungkapkannya pada pers yang ada di situ, "Perilakunya tidak memungkinkan baginya untuk tetap berada di skuat lagi. Jadi dia akan bergabung di deretan pemain cadangan," ucap Marwijk.

Entah perilaku apa tepatnya yang dimaksudkan sang manajer Feyenoord itu. Tapi faktanya, saat usai laga antara Feyenoord melawan Ajax, Robin van Persie menjadi pemain yang paling dicari suporter yang menyerbu ke dalam lapangan. Fans Robin van Persie memang banyak di Rotterdam. 

Puncak keretakan hubungan Robin van Persie dengan Marwijk terjadi ketika menjelang partai final Super Piala UEFA 2002. Waktu itu, Feyenoord bertemu Real Madrid. Rupanya sang manajer tak suka dengan bahasa tubuh yang ditunjukkan Robin van Persie ketika diperintahkan untuk melakukan pemanasan sebelum diturunkan. Rupanya, insiden itu menjadi catatan tersendiri bagi sang pelatih dan manajemen klub.

Feyenoord sudah tak tahan lagi dengan tingkah laku RvP. Di sisi lain, Robin van Persie pun tak betah lagi di De Kuip. Padahal catatan rapornya tak terlalu buruk. RvP selama bermain 28 kali bersama Feyenoord telah menyumbangkan 8 gol.

Kegalauan Robin van Persie tercium oleh Arsene Wenger. Arsenal pun buru-buru memburu pemain muda terbaik Belanda itu.

Hengkang ke Arsenal

Robin van Persie memilih melanjutkan perjalanan karier sepakbolanya di ajang Liga Premier. Cinta Arsenal ternyata tak bertepuk sebelah tangan, Robin van Persie memutuskan bergabung dengan The Gunners. Klub asal London itu membeli RvP seharga 2,75 juta pound pada 2004.

Van Persie yang dinilai memiliki permainan yang lengkap digadang-gadang Arsenal untuk menggantikan peran Fredrik Ljungberg yang pergi dan Dennis Bergkamp yang bakal meninggalkan The Gunners untuk menikmati masa pensiunnya. RvP bisa dipasang di sayap kiri dengan permainan dribblingnya yang ciamik. Dalam kondisi khusus Robin juga pas dan tajam dimainkan sebagai striker.

Melihat kemampuan istimewa itu, Wenger ancang-ancang memasang RvP sebagai striker utama, meski semula hanya akan dipakai sebagai pelapis di ajang Piala Liga dan Piala FA. Sang manajer benar-benar sudah kesengsem. Van Persie diberi peran sebagai tandem Thierry Henry.

Maka jadilah Robin van Persie menjadi pemain utama skuat Arsenal yang diarsiteki Sang Profesor Arsene Wenger.

Keras Kepala Tapi Romantis

Feyenoord kehilangan kesabaran menghadapi sifat keras kepala Robin yang tak juga sembuh. Tuntutan jiwa muda RvP yang meluap-luap acapkali mewujud dalam sikap yang dinilai sang pelatih sebagai perilaku sulit diatur.   

Jika mengingat masa lalunya, Robin van Persie yang kini menjadi bomber andalan klub raksasa Inggris Manchester United sering tertawa sendiri. Ia menyadari betapa bandelnya ketika masih muda. Pengalaman itu menjadi salah satu bagian catatan hidup RvP yang tak mungkin dilupakan.

Masih banyak pengalaman lain yang tak mungkin terlupakan. Sosok Robin tak sepenuhnya keras kepala juga tak seluruhnya bengal. Robin van Persie sesungguhnya pria muda yang romantis. Barangkali darah seniman orangtuanya yang selalu memuja keindahan masih mengaliri jiwanya.

"Saya agak lupa, kapan pertama kali ciuman. Tapi yang saya ingat, ketika itu saya masih SMA, masih di tim junior Feyenoord," ungkap Robin van Persie dengan ekspresi malu-malu saat diwawancarai TV Arsenal pertengahan 2008 silam.

Ingin tahu lebih banyak cerita masa lalu bintang top Manchester United ini? Ikuti terus Kisah Robin van Persie: Cerita cinta, karier di Timnas Belanda, dan perjalanan meraih gelar juara, hingga reuninya di Jakarta. (Vin)
Video Terkini