Sukses

[Cek Fakta] Abu Bakar Baasyir Jadi Tahanan Rumah?

Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir diizinkan berobat ke Jakarta. Isu soal tahanan rumah pun mencuat.

Liputan6.com, Jakarta - Dikawal ketat polisi bersenjata, terpidana terorisme Abu Bakar Baasyir datang ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Kamis 8 Maret 2018, pukul 10.40. 

Ia tak sanggup turun sendirian dari mobil berwarna hitam yang mengantarnya. Pria berusia 79 tahun itu harus dibopong, sebelum didudukkan di kursi roda.

Tak ada kata-kata yang diucapkan Baasyir, ia hanya tersenyum lemah ke arah wartawan, lalu menunduk. 

Belakangan Baasyir bolak-balik ke rumah sakit. Kakinya mengalami pembengkakan. Ada juga indikasi gangguan jantung dan penyakit dalam lainnya. Badannya pun kian susut. 

Dalam pemeriksaan di RSCM kemarin, dokter mengambil darah dan memeriksa tensi pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah itu.

"Kalau terkait masalah kakinya itu ya masih hitam, lebam, masih ada juga namanya pembengkakan yang seperti kista itu juga masih ada," kata salah seorang pengacara Abu Bakar Baasyir, Guntur Fattahillah di RSCM.

Sementara, dokter Mer-C, Jose Rizal yang juga mendampinginya mengatakan, meski kondisi Baasyir sudah mulai membaik, tim dokter mendapati temuan baru dari hasil cek darah. Namun, penjelasan detilnya masih dirahasiakan.

Atas nama kemanusiaan, Presiden Joko Widodo mengizinkan Abu Bakar Baasyir menjalani rawat jalan di Jakarta. Ia pernah menjalani pemeriksaan di RS Harapan Kita. Dan, mulai Kamis 1 Maret 2018 pekan lalu, pria yang lahir tahun 1938 itu dirujuk ke RSCM. 

"Ya ini kan sisi kemanusiaan yang juga untuk semuanya," kata Jokowi di Istana Kepresidenan, pada Kamis 1 Maret 2018.

Bukan hanya soal sakitnya Abu Bakar Baasyir yang kini jadi perhatian publik, tapi juga soal status penahanannya. Muncul wacana penahanan rumah untuk Baasyir.

Fakta: 

Pemerintah berupaya memindahkan penahanan Baasyir dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas III Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat ke tempat dekat kampung halamannya di Klaten, Jawa Tengah.

Bahkan, Presiden Jokowi melontarkan ide penahanan rumah untuk Abu Bakar Baasyir. Namun, niat tersebut terkendala aturan. 

Sebelumnya, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, opsi tahanan rumah dipertimbangkan karena kesehatan terpidana yang semakin menurun. Demi alasan kemanusiaan. 

Namun opsi ini tetap harus dipertimbangkan pihak Kementerian Hukum dan HAM, wajib disesuaikan dengan aturan yang ada. 

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, opsi tahanan rumah untuk Abu Bakar Baasyir tidak bisa dilakukan begitu saja. Sebab, status hukumnya kini adalah terpidana, bukan lagi tahanan.

Dalam, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 1, yang dimaksud dengan terpidana adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Abu Bakar Baasyir sudah divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2011 silam, karena terbukti menjadi perencana dan penyandang dana bagi pelatihan kelompok bersenjata di pegunungan Jantho, Aceh, pada 2010.

Menko Polhukam Wiranto pun mengatakan, Baasyir tetap akan menjalani pidana kurungan di rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan. Akan tetapi, lokasinya tidak jauh dari kediaman keluarga Baasyir.

"Kita pindahkan saja ke rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan yang dekat dengan rumah bersangkutan. Yang dekat dengan kampung halaman yang bersangkutan, ya. Kira-kira di Klaten," kata Wiranto 5 Maret 2018.

Menurut dia, keputusan ini sesuai arahan Presiden Jokowi. Pemindahan Baasyir mengedepankan sisi kemanusiaan, tanpa menyampingkan aspek hukum. Sebab, dalam Pasal 22 ayat 2 KUHAP tentang penahanan, tidak disebutkan adanya opsi seorang narapidana menjalani masa hukuman pidana di dalam kota atau rumah.

"Dengan pertimbangkan tadi kan sudah sepuh, kesehatan sudah menurun. Kalau dekat dengan keluarga kan lebih nyaman lebih enak, lebih manusiawi," jelas Wiranto.

Pemindahan Abu Bakar Baasyir juga tetap memperhatikan aspek keamanan. Wiranto tak ingin terjadi penyebaran ideologi yang bertentangan Pancasila menyusul pemindahan tersebut. 

"Tidak kemudian sebebasnya dalam tahanan dan bisa berinteraksi dengan siapa pun. Tetap ada aturannya," tegas Wiranto.

Kesimpulan: BELUM DIPASTIKAN KEBENARANNYA