Liputan6.com, Lombok - Nusa Tenggara Barat diguncang dua gempa bumi dalam waktu berdekatan. Pertama, gempa dengan kekuatan 6,4 Skala Richter terjadi pada 29 Juli 2018. Sepekan kemudian, lindu dengan kekuatan lebih besar, 7 SR, kembali mengguncang pada Minggu petang, 5 Agustus 2018.
Sedikitnya 91 orang meninggal dunia akibat dampak lindu kedua, jauh lebih banyak dari gempa sebelumnya yang menelan 20 korban jiwa.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, dalam keterangan pers di Jakarta, Senin, 6 Agustus 2018, mengatakan wilayah terparah yang mengalami dampak gempa adalah Lombok Utara.
Advertisement
"Sebanyak 72 orang meninggal dunia, 64 orang luka. Lombok Tengah 2 orang meninggal dunia, Lombok Timur 2 orang, Lombok Barat 9 orang, Mataram 4 orang, dan Bali 2 orang," kata Sutopo.
Simpati masyarakat pun tertuang bagi para korban gempa bumi di Nusa Tenggara Barat. Berbagai upaya untuk menolong korban gempa digalakkan.
Di media sosial, warganet menunjukkan dukungan dan doa untuk Nusa Tenggara Barat dengan tagar #PrayForNTB. Melalui tagar ini pula, warganet membagikan berita dan informasi terkini terkait gempa di NTB.
Namun, di balik simpati warganet, ada beberapa pihak yang malah mengaitkan gempa Lombok dengan situasi politik nasional, terutama jelang Pilpres 2019.
Sejumlah warganet beranggapan bahwa rentetan bencana alam yang melanda Lombok merupakan akibat dari sikap politik tokoh tertentu, dalam hal ini Gubernur NTB, Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang.
Tuan Guru Bajang
Seperti diketahui sebelumnya, Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi, mendeklarasikan dukungan kepada Presiden Joko Widodo untuk kembali maju menjadi calon presiden pada Pilpres 2019. Keputusan ini menggemparkan jagat politik Tanah Air, sebab pada Pilpres 2014 TGB merupakan bagian dari tim pemenangan Prabowo Subianto yang menjadi lawan Jokowi.
Dukungan TGB pun bertentangan dengan Partai Demokrat yang menjadi tempatnya bernaung saat itu. Partai Demokrat diketahui tengah intens menggalang koalisi dengan Prabowo Subianto. Tak sedikit pula pendukung TGB yang menyesali keputusannya.
Klaim Gempa Lombok Akibat Sikap TGB
Beberapa warganet di media sosial yang tidak setuju dengan sikap politik TGB pun meniupkan isu yang mengaitkan rangkaian gempa Lombok dengan sikap politik TGB.
Advertisement
Ini Kata Ahli
Menurut Sutopo Purwo Nugroho, penyebab gempa Lombok 7,0 SR berjenis gempa dangkal. Episenter darat gempa berkedalaman 15 km pada 18 km barat laut.
"Jenis gempa dangkal ini akibat aktivitas Sesar Naik Flores (Flores Arch Thrust), dibangkitkan deformasi bantuan dengan mekanisme pergerakan naik," kata Sutopo di Kantor BNPB, Jakarta Timur, Senin (6/8/2018).
Sutopo menerangkan, kerawanan gempa merupakan akibat pergerakan Sesar Naik Flores di Lombok Utara. Menurut dia, di Flores hingga Lombok terdapat patahan atau sesar yang memanjang.
Sesar merupakan retakan pada batuan di lempeng kerak bumi yang telah mengalami pergeseran. Tidak semua retakan disebut sesar. Sebuat retakan dinyatakan sebagai sesar jika ada pergeseran dari batuan yang retak. Jika pergeseran terjadi secara tiba-tiba, energi yang dilepaskan dapat menyebabkan gempa bumi.
Liputan6.com mewawancarai sejumlah ahli kegempaan terkait desas-desus yang mengaitkan gempa Lombok dengan sikap TGB.
Mantan Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Surono, menepis anggapan tersebut.
"Indonesia itu kalau enggak heboh enggak seru. Ibarat nonton film, kalau enggak ada tembak-tembakan atau perangnya, enggak seru. Pilpres pun kalau enggak heboh ya enggak seru. Kalau bisa diseru-serukan, semua ditarik-tarik," kata dia kepada Liputan6.com, Senin 6 Agustus 2018.
Pria yang akrab dipanggil Mbah Rono menegaskan, bencana adalah keniscayaan dari Tuhan. "Namun, kita juga diberi akal untuk menganalisisnya," kata dia.
Dia menambahkan, Lombok memang daerah rawan gempa. "Apa gara-gara ada kabar itu terus terjadi gempa? Kan tidak. Memang daerah itu sering terjadi gempa, mau ada pilpres atau tidak, dari dulu ada gempa. Tak usahlah bikin kaya gitu, kasihan masyarakat, sudah sengsara dikaitkan lagi dengan politik."
Sementara, ghli geologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr Danny Hilman Natawidjaja mengatakan, pengaitan gempa dengan politik juga klenik terkait pengetahuan masyarakat yang masih minim.
"Harus ada edukasi yang lebih mendasar, mungkin dari SD murid sudah diajarkan gempa itu apa, jadi semua orang jadi tahu. Masyarakat teredukasi gempa itu apa, sehingga kepercayaan-kepercayaan itu dengan sendirinya tidak akan ada lagi," kata dia.
Di Jepang, misalnya, pengetahuan tentang gempa sudah diajarkan sejak dini. "Sehingga cerita klenik dan dihubungkan dengan macam-macam itu tidak ada."
Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati juga menepis anggapan bahwa gempa Lombok terkait dengan keputusan TGB pindah ke kubu Jokowi.
"Gempa bumi yang terjadi akibat fenomena alam," kata dia kepada Liputan6.com.
Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menambahkan, peristiwa gempa dan tsunami Aceh pada 2004 lalu membuktikan bahwa pergerakan lempeng itu memang ada, demikian juga dengan patahan.
"Itu bisa diukur dari sensor-sensor yang mencatat kejadian itu. Bukan alam gaib, melainkan alam nyata karena bisa diukur dengan alat."
Lombok Daerah Rawan Gempa
Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono mengungkapkan, secara tektonik Lombok memang merupakan kawasan seismik aktif. Lombok berpotensi diguncang gempa karena terletak di antara dua pembangkit gempa dari selatan dan utara.
"Dari selatan terdapat zona subduksi lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Pulau Lombok, sedangkan dari utara terdapat struktur geologi Sesar Naik Flores (Flores Back Arc Thrust)," kata Daryono kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin (30/7/2018).
"Tidak heran jika Lombok memang rawan gempa karena jalur Sesar Naik Flores ini sangat dekat dengan Pulau Lombok," kata dia.
Jika memperhatikan peta aktivitas kegempaan atau seismisitas Pulau Lombok, tampak seluruh Pulau Lombok banyak sebaran titik episenter. Artinya memang banyak aktivitas gempa di wilayah ini.
Advertisement
Catatan Gempa Lombok
Catatan sejarah pun menunjukkan bahwa Lombok sudah sering diguncang gempa merusak. Berikut daftar gempa merusak yang pernah terjadi di tanah Lombok:
1. Gempa dan tsunami Labuantereng, Lombok 25 Juli 1856
2. Gempa Lombok 10 April 1978 6,7 SR
3. Gempa Lombok 21 Mei 19795,7 SR
4. Gempa Lombok 20 Oktober 1979 6,0 SR
5. Gempa Lombok 30 Mei 1979 6,1 SR
6. Gempa Lombok 1 Januari 2000 6,1 SR
7. Gempa Lombok 22 Juni 2013 5,4 SR
"Gambaran catatan sejarah gempa tersebut kiranya cukup untuk menilai bahwa Lombok memang rawan gempa," terang Daryono.
Kondisi alam semacam ini merupakan sesuatu yang harus diterima, sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, semua itu adalah konsekuensi yang harus dihadapi sebagai penduduk yang tinggal dan menumpang di batas pertemuan lempeng tektonik.
"Jalan keluarnya, kita harus terus meningkatkan kapasitas dalam memahami ilmu gempa bumi, cara selamat menghadapi gempa dan bagaimana memitigasi gempa bumi, agar kita selamat dan dapat hidup harmoni dengan alam," ucap Daryono.
Kaitan dengan TGB
Dari penjelasan para ahli, dapat disimpulkan bahwa rentetan gempa bumi yang melanda Lombok memang disebabkan kondisi geologi Lombok yang berpotensi tinggi untuk terkena gempa.
Tidak ada bukti ilmiah yang dapat menjelaskan kaitan antara gempa Lombok dan sikap politik Tuan Guru Bajang.
(Penelusuran fakta dibantu reporter News Liputan6.com: Ika Defianti)
Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama 53 media massa lainnya di seluruh dunia.
Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi hoax yang tersebar di masyarakat.
Jika anda memiliki informasi seputar hoax yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta@liputan6.com.
Advertisement