Liputan6.com, Jakarta - Debat kedua Pilpres 2019 digelar pada Minggu 17 Februri 2019, mempertemukan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo atau Jokowi dengan capres nomor urut 02, Prabowo Subianto.
Ada sejumlah tema yang diangkat dalam debat yang berlangsung di Hotel Sultan tersebut, yakni energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam, dan lingkungan hidup.
Dalam debat pangan, Presiden Jokowi menyebut bahwa produksi beras Indonesia mencapai 33 juta ton. Ini ia jadikan unggulan ketika melawan Prabowo Subianto di debat capres kedua.
Advertisement
Jokowi menyebut hal itu sebagai penjelasan mengapa Indonesia butuh impor beras di masa panen. Ia pun menyebut impor beras semakin turun
"Di bidang beras sejak 2014 sampai sekarang impor kita turun dan produksi beras kita tahun 1984 swasembada memang sebanyak 21 juta ton produksi beras. Namun sekarang produksi kita mencapai 33 juta ton. Konsumsi kita itu saat ini 29 juta ton, artinya ada stok atau surplus sebanyak 2,8 juta ton. Kita itu surplus," jelas dia.
Perihal produksi, klaim Jokowi ada benarnya karena per Oktober 2018, produksi beras adalah sebesar 32,4 juta ton. Itu turun dari target produksi Kementerian Pertanian sebesar 48 juta ton.
Bagaimana dengan klaim soal impor beras yang turun?
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor beras pada tahun 2018 menunjukkan kenaikan. Berikut datanya:
- 2013: 472,66 ribu ton
- 2014: 844,16 ribu ton
- 2015: 861,60 ribu ton
- 2016: 1,2 juta ton
- 2017: 311,52 ribu ton
- 2018: 2,25 juta ton
Jumlah impor beras sempat turun pada 2017, kemudian kembali meroket menembus 2,25 juta ton di 2018.Â
"Impor beras di 2018 jadi yang tertinggi kedua sejak 2000. Tertinggi pertama yaitu pada 2011," ujar peneliti Indef Rusli Abdulah, pada 14 Februari 2019.
Data Indef
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan, impor beras yang dilakukan Indonesia merupakan hal yang tidak bisa terhindarkan. Bahkan dalam 18 tahun terakhir, impor beras pada 2018 merupakan yang tertinggi kedua setelah 2011.
Peneliti Indef Rusli Abdulah mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sejak 2000 tren impor beras yang dilakukan Indonesia berfluktuatif. Ada kalanya melonjak tinggi atau lebih rendah.
Dia mengatakan, secara garis beras impor beras kecenderungannya meningkat di tahun-tahun mendatang. Hal ini jika pemerintah tidak melakukan antisipasi dengan mendorong peningkatan produksi di dalam negeri.
‎"Ini (impor beras) bisa meningkat, mengingat konsumsi meningkat. Tapi untungnya kita sudah punya data yang valid," tandas dia.
Dia membeberkan, pada tahun 2000, impor beras tercatat sebesar 1,35 juta ton. Kemudian naik pada 2001 mencapai 644 ribu ton, 2002 sebanyak 1,8 juta ton, 2003 sebanyak 1,4 juta ton, 2004 sebanyak 236 ribu ton, 2005 sebanyak 189 ribu ton, 2006 sebanyak 438 ribu ton.
Kemudian 2007 sebanyak 1,4 juta ton, 2008 sebanyak 289 ribu ton, 2009 sebanyak 250 ribu ton, 2010 sebanyak 687 ribu ton.
Kemudian pada 2011 sebanyak 2,75 juta ton, 2012 sebanyak 1,81 juta ton, 2013 sebanyak 472 ribu ton, 2014 sebanyak 844 ribu ton. Selanjutnya di 2015 sebanyak 861 ribu ton, 2016 sebanyak 1,28 juta ton, 2017 sebanyak 305 ribu ton dan 2018 sebanyak 2,25 juta ton.
Advertisement