Sukses

[Cek Fakta] Hanya Tunjukkan E-KTP Bisa Nyoblos? Simak Aturannya

Viral di twitter, pengumunan soal KTP yang bisa digunakan di TPS untuk penggunaan hak suara, benarkah?

Liputan6.com, Jakarta - Seorang pengguna twitter mengumumkan bahwa masyarakat cukup menggunakan e-KTP untuk menggunakan hak suaranya di tempat pemungutan suara (TPS).

Hal ini sebagaimana diunggah oleh pemilik akun @sesuatu75046255 pada 15 April 2019.

"INFO PENTING .=Mahkamah Kontitusi memutuskan := NYOBLOS BISA PAKE E-KTP dan waktunya adalah mulai jam 12.00 siang.

*BUAT MENGURANGI GOLPUT KARENA TIDAK PUNYA SURAT/FORMULIR C6 ATAU A5.**SEKARANG BISA BAWA KTP ELEKTRONIK SAJA SAAT MAU NYOBLOS DI TPS.*

Tolong sebarkan!!!," tulis @sesuatu75046255.

Benarkah pengumuman tersebut?

 

2 dari 4 halaman

Penelusuran Fakta

Dari penelusuran, meskipun Mahkamah Konstitusi (MK) telah membuka ruang digunakannya KTP untuk memilih, namun tetap dengan persyaratan yang ketat.

Seperti harus disertai dengan kartu keluarga, memilih di TPS sesuai dengan alamat yang tertera pada KTP, dan mendaftarkan diri kepada KPPS yang dilakukan satu jam sebelum selesai pemungutan suara.

Fakta ini sebagaimana dikutip dari Liputan6.com dalam artikel berjudul 'MK Nyatakan Aturan E-KTP sebagai Syarat Memilih Pemilu Inkonstitusional'.

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannya menyatakan, kepemilikan e-KTP sebagai syarat utama memilih dalam Pemilu 2019 sebagaimana diatur dalam Pasal 348 ayat (9) UU 7/2017 (UU Pemilu) adalah inkonstitusional bersyarat.

"Menyatakan frasa 'kartu tanda penduduk elektronik' dalam Pasal 348 ayat (9) UU 7/2017 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan amar putusan Mahkamah di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis (28/3/2019) seperti dilansir Antara.

Aturan tersebut dinyatakan mahkamah sebagai inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "Termasuk pula surat keterangan (suket) perekaman kartu tanda penduduk elektronik yang dikeluarkan oleh dinas kependudukan dan catatan sipil atau instansi lain yang sejenisnya yang memiliki kewenangan untuk itu."

Pada pertimbangan mahkamah yang dibacakan Hakim Konstitusi Saldi Isra, mahkamah menjelaskan, hak pilih merupakan hak konstitusional warga negara sehingga tidak boleh dibatasi, disimpangi, ditiadakan, dan dihapus.

Mahkamah menimbang keberadaan KTP, paspor, atau identitas lain untuk menggunakan hak memilih adalah solusi terhadap masalah tidak terdaftarnya pemilih dalam DPT Pemilu 2019, sehingga pada saat yang bersamaan penggunaan identitas tersebut menjadi cara lain untuk menyelamatkan hak memilih warga negara yang tidak terdaftar dalam DPT.

Meskipun Mahkamah membuka ruang digunakannya KTP untuk memilih, namun tetap dengan persyaratan yang ketat seperti harus disertai dengan kartu keluarga, memilih di TPS sesuai dengan alamat yang tertera pada KTP, dan mendaftarkan diri kepada KPPS yang dilakukan satu jam sebelum selesai pemungutan suara.

"Dengan syarat-syarat dimaksud Mahkamah tetap memosisikan bahwa akuntabilitas setiap pemilih yang memberikan suara dalam pemilu tetap harus dijaga," tambah Saldi.

Artinya segala peluang terjadinya kecurangan akibat longgarnya syarat bagi seseorang untuk dapat menggunakan hak memilihnya harus ditutupi, sehingga tidak mengabaikan aspek kehati-hatian terhadap kemungkinan terjadinya kecurangan yang dapat mengganggu terlaksananya pemilu.

Kendati demikian mahkamah tetap pada keyakinan bahwa syarat minimal bagi pemilih untuk dapat menggunakan hak pilihnya adalah memiliki KTP-el sesuai dengan UU Administrasi Kependudukan.

Namun bila KTP-el tersebut belum dimiliki, sementara yang bersangkutan telah memenuhi syarat untuk memiliki hak pilih maka sebelum KTP-el diperoleh, yang bersangkutan dapat memakai atau menggunakan surat keterangan perekaman KTP-el dari dinas urusan kependudukan dan catatan sipil instansi terkait sebagai pengganti KTP-el.

"Sehubungan dengan pertimbangan hukum tersebut, penting bagi Mahkamah mengingatkan pemerintah untuk mempercepat proses perekaman KTP-el bagi warga negara yang belum melakukan perekaman, lebih-lebih yang telah memiliki hak pilih, agar dapat direalisasikan sebelum hari pemungutan suara," ujar Saldi.

Sementara untuk waktu pemungutan suara di TPS, pemilih perlu memperhatikan aturan yang telah dibuat oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sehingga pemilih tidak terlambat ketika tiba di TPS.

Berikut tata cara dan jadwal pemungutan suara di Indonesia seperti dikutip dari Liputan6.com dengan judul artikel 'Jadwal Pencoblosan Pemilu hingga Aturan bila Surat Suara Habis'.

Liputan6.com - Jakarta Pemungutan suara pemilu serentak dilakukan pada 17 April 2019. Jadwal pencoblosan surat suara dimulai pukul 07.00 WIB hingga 13.00 WIB dan langsung dilanjutkan dengan penghitungan suara sampai selesai.

Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Pasal 40 ayat 1 Nomor 9 Tahun 2019, publik yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) atau Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) dapat menggunakan suaranya dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) atau surat keterangan.

"Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memberikan suara 1 jam sebelum waktu pemungutan suara di TPS (Tempat Pemungutan Suara) berakhir," tertulis dalam PKPU.

Lalu, untuk menghindari kecurangan atau pemilih asing, mereka yang masuk dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK) ini hanya bisa memberikan suara di TPS sesuai alamat tinggal. Ketersediaan suara juga dipertimbangkan.

Apabila surat suara habis, pemilih akan langsung diarahkan ke TPS terdekat. TPS ini harus satu wilayah kerja dengan panitia pemungutan suara sesuai alamat tinggal pemilih.

Jika di satu tempat tersebut juga habis, pemilih akan diarahkan ke TPS lain pada kelurahan atau desa yang sama. Setelah waktu sudah menunjukkan 13.00 WIB, waktu setempat, panitia di TPS akan mengumumkan waktu pemungutan telah habis.

Mereka masih bisa memilih melewati waktu jika sedang menunggu gilirannya untuk memberikan suara dan sudah dicatat kehadirannya oleh panitia atau petugas di TPS.

"Telah hadir dan sedang dalam antrean untuk mencatatkan kehadirannya dalam formulir," tulis Pasal 46.

Dalam artikel Bisakah Mencoblos di Kota Lain yang Berbeda dengan Alamat E-KTP Tanpa A5? Ini Jawabannya yang dimuat Kompas.com dijelaskan bahwa pemilih harus membawa e-KTP sebagai salah satu syarat mencoblos di TPS yang sesuai dengan alamat yang tercantum pada e-KTP.

"Pemilih yang merantau atau tidak berada di alamat yang tercantum di e-KTP saat hari pemungutan suara tidak bisa hanya menggunakan e-KTP untuk mencoblos.

Pemilih yang merantau hanya bisa menggunakan hak pilih di TPS di wilayah rantau dengan menggunakan formulir A5 yang diperoleh dari prosedur pindah memilih atau pindah TPS. "Iya, (pemilih yang merantau) tak bisa gunakan e-KTP. Harus mengurus A5," kata komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ilham Saputra, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (16/4/2019). Layanan pindah memilih telah ditutup pada 10 April 2019. Dengan demikian, pemilih yang belum mengurusnya pada batas waktu itu tidak bisa lagi mendapatkan formulir A5."

3 dari 4 halaman

Kesimpulan

Kabar soal pengguaan e-KTP ketika ingin mencoblos di TPS ternyata tidak sepenuhnya benar.

Berdasarkan aturan dari KPU, penggunaan e-KTP hanya berlaku untuk di TPS yang sesuai dengan domisili, bukan di kota lain. 

4 dari 4 halaman

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama 49 media massa lainnya di seluruh dunia.

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi hoax yang tersebar di masyarakat.

Jika anda memiliki informasi seputar hoax yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.