Liputan6.com, Jakarta - Kabar tentang perokok yang terlindungi dari virus corona COVID-19 beredar di media sosial. Kabar ini disebarkan situs salambunda.info dengna judul artikel "Penelitian Prancis: 80 Persen Perokok Lebih Terlindung dari Virus Corona".
Berikut narasinya:
Hasil penelitian ilmuwan Prancis mengungkapkan 80 persen perokok lebih terlindungi dari virus corona ketimbang mereka yang bukan perokok. Hasil penelitian ini memicu upaya para ilmuwan memberikan koyo nikotin bagi pasien Covid-19, petugas medis dan warga masyarakat.
Advertisement
Laman Al Arabiya melaporkan, Selasa (5/5), para peneliti di Rumah Sakit Pitie-Salpetriere, Paris, awal bulan ini mengamati hanya ada 5 persen perokok berat dari 482 pasien Covid-19 yang terpapar corona antara 28 Februari dan 9 April.
"Dibanding keseluruhan populasi Prancis, pasien Covid-19 memperlihatkan mereka yang perokok berat 80,3 persen menjalani rawat jalan dan 75,4 persen dirawat inap," kata penelitian yang dipimpin oleh Zahir Amoura di Rumah Sakit Universitas Pitie Salpetriere dan Jean-Pierre Changeux, profesor emeritus ilmu saraf di Insititut Pasteur Prancis.
"Dengan demikian, status perokok tampaknya menjadi faktor yang melindungi mereka dari tertular Sars-CoV-2," ujar kesimpulan para peneliti.
Baik Amoura dan Changeux menjelaskan studi mereka yang menyebut nikotin yang terkandung dalam rokok bisa mempengaruhi bagaimana molekul virus Sars-CoV-2 menempel ke reseptor di dalam tubuh.Namun Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat dan Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan, para perokok, seperti juga pengidap diabetes, jantung, atau penyakit paru lainnya bisa berisiko lebih parah ketika terinfeksi Covid-19.
Penelitian awal di Wuhan, kota yang menjadi awal mula ditemukannhya kasus Covid-19 di China, memperlihatkan para perokok yang terinfeksi corona 14 kali gejalanya lebih parah dari bukan perokok.
Nikotin, seperti juga molekul virus corona, menempel pada reseptor di tubuh. Para peneliti kini tengah menyelidiki apakah nikotin menghalangi interaksi molekul virus corona yang hendak menempel pada reseptor yang sama.
"Mereka menjadi faktor pelindung dari risiko penularan Covid-19 bagi para perokok. Temuan pada tahap ini bagaimana pun berlawanan dengan intuisi. Karena yang diperlukan dalam kondisi saat ini, kami berdua mempublikasikan kesimpulannya bersama, bahwa pendekatan yang dilakukan saat ini lebih ke soal fisika ketimbang biologi," kata Changeux dalam wawancara dengan Human Brain Project.
Para peneliti menekankan, mereka tidak mau penelitian mereka ini mendorong orang jadi merokok yang memang berdampak buruk bagi tubuh.
"Itu bisa jadi malapetaka," kata Changeux.
Para ilmuwan sudah memperingatkan orang untuk tidak merokok setelah studi pertama dipublikasikan sebab para perokok yang terinfeksi virus corona lebih berpeluang mengalami gejala yang lebih parah dan membutuhkan perawatan intensif dibanding mereka yang tidak merokok.
Di Prancis penjualan bahan pengganti nikotin sudah dibatasi untuk mencegah penyalahgunaan atau penggunaan berlebihan guna menghindari kekurangan stok produk seperti koyo nikotin atau permen karet.
Kementerian Kesehatan Prancis melarang penjualan produk nikotin via daring dan membatasi penjualan di sejumlah apotik hanya untuk pasokan satu bulan dan mereka yang memberi harus mendaftar lebih dulu.
Tembakau adalah pembunuh nomor satu di Prancis dengan perkiraan angkat 75.000 kematian per tahun akibat merokok, kata laporan AFP.
Prancis adalah salah satu negara terdampak corona terparah di Eropa dengan lebih dari 21.000 kematian dan lebih dari 155.000 kasus positif.
Penelusuran Fakta
Cek Fakta Liputan6.com menelusuri kabar tentang perokok yang terlindungi dari virus corona COVID-19. Penelusuran dilakukan menggunakan situs pencari Google Search dengan memasukkan kata kunci "nikotin bisa jadi obat corona".
Hasilnya terdapat beberapa artikel yang menjelaskan mengenai manfaat nikotin untuk mengatasi virus corona COVID-19. Satu di antaranya artikel berjudul "Penelitian di Prancis Ungkap Manfaat Nikotin untuk Atasi COVID-19" yang dimuat situs jpnn.com pada 6 Mei 2020.
jpnn.com - Para ilmuwan di Prancis melakukan penelitan yang menarik tentang metode penanggulangan penyakit virus corona 2019 (COVID-19). Mereka menggunakan koyok nikotin pada petugas kesehatan dan pasien COVID-19.
Tujuan penggunaan nikotin itu adalah untuk terapi dan pencegahan. Ilmuwan di Negeri Eiffel itu melakukan uji coba apakah nikotin bisa membantu melindungi dari virus corona dan mengurangi gejala-gejalanya pada orang-orang yang terpapar COVID-19.
Sebuah penelitian yang dilakukan Prof Zahir Amoura dari Pitié Salpétrière Hospital di Paris menemukan dari 482 pasien COVID-19 yang datang ke rumah sakit pada kurun waktu 28 Februari hingga 9 April, hanya 4,4 persen pasien rawat inap dan 5,3 persen pasien rawat jalan tercatat sebagai perokok. Ternyata penelitian itu menemukan perokok memiliki kemungkinan 80 persen lebih rendah menderita akibat paparan COVID-19.
Observasi itu menuntun para peneliti pada hipotesis bahwa nikotin mencegah virus corona mengikat sel reseptor. “Tampaknya ada efek perlindungan dari merokok pada risiko infeksi COVID-19,” ujar Jean-Pierre Changeux, profesor emeritus pada jurusan neurosains pada Pasteur Institute yang ikut menjadi penulis pada penelitian tersebut.
Menurut Changeux, temuan itu memang agak kontra-intuitif dari yang dipahami selama ini. “Karena kebutuhan yang mendesak untuk terapi pada kondisi saat ini, kami bersama-sama menerbitkan hipotesis ini,” tuturnya kepada Human Brain Project yang dikutip Al Arabiya.
Changeux menambahkan, saat ini ada dua penelitian tentang nikotin untuk pengobatan COVID-19. Pertama adalah penelitian oleh Prof Zahir Amoura yang menggunakan koyok nikotin pada pekerja kesehatan dengan tujuan mencegah infeksi COVID-19.
Prof Amoura juga menggunakan nikotin pada pasien yang kondisinya memburuk di rumah sakit perawatan COVID-19. Terapi serupa juga dilakukan terhadap pasien COVID-19 yang sudah parah.
Adapun penelitian kedua dilakukan di Pasteur Institute untuk melihat hubungan antara virus dengan nikotin. Para peneliti menyelidiki apakah nikotin membantu mencegah ‘badai sitokin’ atau reaksi berlebihan yang cepat dari sistem kekebalan tubuh pada virus, yang mungkin menyebabkan kasus fatal akibat infeksi.
Namun, Direktur Jenderal Kesehatan Prancis Jerome Salomon memperingatkan orang-orang yang merokok karena meyakini akan mampu melawan COVID-19. “Kita tidak boleh melupakan efek bahaya nikotin. Mereka yang tidak merokok sama sekali tak boleh menggunakan pengganti nikotin,” ujarnya.
Namun ada sejumlah pendapat membantah bahwa perokok terlindungi dari virus corona COVID-19. Salah satunya disampaikan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO). Informasi ini dilansir dari artikel berjudul "WHO: Kebiasaan Merokok Tingkatkan Risiko Terkena COVID-19" yang dimuat situs Liputan6.com pada 9 April 2020.
Liputan6.com, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa perokok cenderung lebih rentan terhadap COVID-19. Hal ini terkait dengan kebiasaan sehari-hari mereka.
"Tindakan merokok berarti jari (dan kemungkinan rokok yang terkontaminasi) bersentuhan dengan bibir yang meningkatkan kemungkinan penularan virus dari tangan ke mulut," tulis WHO dalam laman resminya seperti dikutip pada Rabu (8/4/2020).
Selain itu, WHO juga mengatakan bahwa kapasitas paru-paru pada seorang perokok kemungkinan sudah berkurang atau malah telah memiliki penyakit. Hal ini meningkatkan risiko mereka terkena penyakit serius.
WHO menyebut, beberapa produk merokok seperti shisha memungkinkan penggunannya untuk saling berbagi selang. Mereka mengatakan bahwa aktivitas ini bisa memudahkan transmisi COVID-19.
"Kondisi yang meningkatkan kebutuhan oksigen atau mengurangi kemampuan tubuh untuk menggunakannya dengan benar, akan menempatkan pasien pada risiko yang lebih tinggi terhadap kondisi paru-paru serius seperti pneumonia," tulis WHO.
Dalam sebuah temu media di kantor Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta beberapa waktu lalu, dokter spesialis paru Feni Fitriani mengatakan bahwa adanya COVID-19 adalah saat yang tepat bagi perokok untuk berhenti.
Feni mengatakan bahwa merokok saja berisiko membuat seseorang terkena berbagai penyakit. "Tanpa COVID-19 saja, orang yang merokok itu dia sudah mengalami kerentanan di saluran napas," kata Feni.
Menurutnya, selama ini orang abai dengan kebiasaan tersebut karena dampak buruk dari rokok terlihat dalam jangka panjang dan tidak secepat COVID-19.
Sehingga, dia berharap dengan fenomena pandemi ini, seorang perokok bisa jadi lebih waspada dan memiliki motivasi untuk berhenti melakukan kebiasaan tersebut.
Liputan6.com juga menemukan artikel lain yang menjelaskan mengenai perokok yang rentan jika terpapar virus corona COVID-19. Adalah artikel berjudul "4 Alasan Perokok Rentan Alami Kondisi Fatal Virus Corona" yang dimuat situs detik.com pada 29 April 2020.
Jakarta - Beberapa hal bisa menyebabkan seseorang rentan terhadap virus Corona COVID-19, mulai dari faktor usia hingga penyakit penyerta atau komorbid.
Namun, salah satu hal yang sangat berpengaruh pada kondisi pasien Corona adalah kebiasaan merokok.Dalam pemaparannya, Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Dr dr Agus Dwi Susanto, SpP(K) menyebutkan bahwa perokok lebih berisiko terhadap virus Corona.
Hal ini dibuktikan dengan data dari 12 penelitian di dunia yang menyebutkan dari 9.025 orang, sekitar 17,8 persen perokok lebih berisiko mengalami kondisi buruk.
"Sedangkan yang bukan perokok, hanya mengalami perburukan sebanyak 9,3 persen. Artinya, merokok hampir dua kali lipatnya meningkatkan risiko terjadinya perburukan dari COVID-19," katanya dalam webinar yang diselenggarakan pada Selasa (28/4/2020).
Berdasarkan hal itu, terdapat 4 alasan yang menjelaskan mengapa seorang perokok atau yang mempunyai kebiasaan merokok itu lebih mengalami kondisi fatal saat terinfeksi COVID-19.
1. Mengganggu sistem imunitas saluran pernapasan
Dalam hal ini, dr Agus mengatakan terdapat dua hal yang bisa menyebabkan rokok bisa mengganggu sistem imunitas saluran pernapasan. Pertama, adalah fungsi silia untuk membersihkan saluran pernapasan menjadi terganggu.
Silia berfungsi untuk menyaring dan membersihkan saluran pernapasan, sehingga bakteri dan virus akan dibuang melalui batuk. Tetapi, jika orang tersebut menghisap rokok sebanyak 2-3 kali, bisa melemahkan fungsi silia sebanyak 50 persen bahkan tidak berfungsi lagi.
Kedua, zat radikal seperti nikotin yang ada di dalam sebatang rokok bisa berpengaruh pada sel-sel imunitas tubuh manusia. Nikotin ini akan menekan fungsi sel imunitas seperti leukosit, untuk memerangi virus. Akibatnya, infeksi virus akan menjadi lebih berat.
2. Kadar ACE2 lebih tinggi pada perokok
Sebuah riset mengatakan bahwa seorang perokok bisa meningkatkan reseptor ACE2 sebanyak 50 persen. Hal ini dibuktikan dengan penelitian di Kanada, yang menunjukkan kadar ACE2 pada perokok lebih tinggi 3 kali lipat dibandingkan yang bukan perokok.
Peningkatan risiko buruk terkait COVID-19 juga ditemukan pada rokok bentuk lain, seperti shisha dan rokok elektronik lainnya yang bisa meningkatkan tekanan pada imunitas. Khusus pada shisha, penularan juga bisa lebih mudah melalui pipa yang digunakan secara bergantian. Jika pipa itu digunakan orang yang terinfeksi, maka virus bisa terus menyebar ke banyak orang.
3. Memperparah penyakit penyerta
Rokok juga berhubungan dengan berbagai penyakit komorbid, yang bisa berisiko tinggi terhadap COVID-19. Seorang perokok bisa meningkatkan berbagai penyakit komorbid, seperti gagal jantung, hipertensi, koroner, PPOK, asma, diabetes, dan gagal ginjal. Bahkan bisa berisiko meninggal dunia.
Berdasarkan data dari RS Persahabatan, sebanyak 63 persen pasien COVID-19 mengidap penyakit komorbid. Tentunya dengan merokok bisa memancing penyakit komorbid bermunculan, sehingga kondisi COVID-19 dalam tubuh semakin memburuk. Beberapa penyakit komorbid yang menyebabkan pasien meninggal, antara lain:
- Hipertensi 30,4 persen- Diabetes 21,7 persen- Gagal jantung 4,3 persen- Asma sekitar 2,2 persen- dan yang tidak ada komorbidnya hanya sekitar 15 persen.
4. Risiko tangan terkontaminasi
Saat merokok, orang cenderung akan memegang mulut berkali-kali tanpa mencuci tangannya terlebih dulu. Hal ini bisa meningkatkan transmisi virus hingga menyebabkan infeksi COVID-19. Dengan kata lain, risiko terkontaminasi dari tangan bisa sangat besar terjadi.
Bantahan WHO
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) turut merespons penelitian dari ilmuwan di Prancis yang memanfaatkan nikotin sebagai obat corona COVID-19. WHO menyebut ada salah kaprah dalam memahami studi itu.
Informasi ini dikutip dari situs Liputan6.com dengan judul artikel "Merokok Bisa Sembuhkan Sakit Virus Corona COVID-19? Ini Kata WHO" pada 11 Mei 2020.
Liputan6.com, Jenewa - WHO angkat bicara terkait berita bahwa merokok bisa melindungi seseorang dari Virus Corona (COVID-19). Faktanya, perokok yang terinfeksi Virus Corona menghadapi potensi kematian yang lebih tinggi.
Dilaporkan Xinhua, Minggu (10/5/2020), WHO merespons studi yang menyebut perokok lebih kebal terhadap virus ini. WHO menyebut ada salah kaprah dalam memahami studi itu.
Ahli epidemiologi WHO Dr. Maria Van Kerkhove berkata studi itu memang meneliti prevalensi perokok di antara pasien COVID-19 di rumah sakit, tetapi studi itu tidak menyebut bahwa merokok bisa melindungi orang dari Virus Corona.
"Bahaya dari tembakau sudah jelas diketahui dan kita tahu jutaan orang meninggal tiap tahunnya akibat penggunaan tembakau. COVID-19 adalah penyakit pernapasan dan merokok menyebabkan kerusakan pada paru-paru," ujar Dr. Maria Van Kerkhove di Jenewa.
"Kita tahu bahayanya merokok dan tahu bahwa perokok, jika mereka terkena COVID-19, memiliki tingkat terkena penyakit berbahaya dan kematian yang lebih tinggi," lanjutnya.
Sebelumnya, riset mengenai rokok itu berasal dari Prancis yang meneliti pasien di sebuah rumah sakit di Paris. Berdasarkan penelitian itu, mayoritas dari 482 pasien COVID-19 di rumah sakit Pitié-Salpêtrière adalah non-perokok.
Dirjen Kesehatan Prancis Jerome Salomon tidak merekomendasikan bahwa nikotin di rokok bisa mencegah Virus Corona.
Advertisement
Kesimpulan
Benar bahwa ilmuwan di Prancis melakukan penelitan dan memanfaatkan nikotin sebagai obat corona COVID-19. Namun, kabar terkait penelitian itu dianggap salah kaprah oleh WHO.
Ahli epidemiologi WHO Dr. Maria Van Kerkhove berkata studi itu memang meneliti prevalensi perokok di antara pasien COVID-19 di rumah sakit, tetapi studi itu tidak menyebut bahwa merokok bisa melindungi orang dari Virus Corona.
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia.
Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu.
Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Advertisement