Liputan6.com, Jakarta - Informasi palsu alias hoaks menjadi sangat berbahaya. Belum lama ini, di Indonesia, ada informasi hoaks yang benar-benar menjadi malapetaka dan berdampak buruk.
Kabar hoaks terjadi pada Sabtu (29/8/2020), Markas Kepolisian Sektor (Mapolsek) Ciracas, Jakarta Timur, diserang sekelompok orang berbadan tegap. Massa membakar dan merusak kendaraan pribadi dan kendaraan operasional polisi.
Baca Juga
Belakangan, diketahui sekelompok orang itu diduga kuat adalah oknum personel TNI yang mengamuk lantaran terbakar emosi setelah mendapat informasi bahwa rekannya bernama Prada MI dikeroyok hingga babak belur di wilayah Arundina, Cibubur.
Advertisement
Namun faktanya, setelah dilakukan penyelidikan, Prada MI tidak dikeroyok. Dalam rekaman CCTV, dia mengalami kecelakaan tunggal di Jalan Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur, lebih tepatnya di pertigaan Arundina.
"Dari keterangan saksi dan rekaman CCTV bahwa luka yang ada di Prajurit MI bukan karena pengeroyokan, tapi akibat kecelakaan tunggal," kata Panglima TNI.
Meski mengalami kecelakaan tunggal, Prada MI malah menceritakan kalau dirinya dikeroyok di dekat Arundina kepada teman-teman seangkatannya. Informasi itu disampaikan ke 27 rekan seangkatannya melalui pesan singkat. "Ditemukan bahwa prajurit MI ini telah menghubungi 27 orang rekannya dan itu akan dijadikan pengembangan lebih lanjut," kata Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Akibat ulah tersebut, Prada MI mendapat sanksi berat. KSAD Jenderal Andika Perkasa menegaskan, akan ada hukuman tambahan bagi anggota TNI AD yang terbukti terlibat dalam penyerangan Polsek Ciracas.
"Untuk hukuman, kami ada tambahan hukuman, yakni pemecatan dari dinas militer," ujar Andika saat konferensi pers di Mabes TNI AD, Minggu (30/8/2020).
Dengan adanya kejadian tersebut, sudah sangat membuktikan kalau berita hoaks sangat berbahaya. Lalu, dari mana asal usul hoaks?
Â
Asal Usul Hoaks
Mengutip berita Antara pada 6 Januari 2016, asal kata 'hoax' diyakini ada sejak ratusan tahun sebelumnya, yakni 'hocus' dari mantra 'hocus pocus'. Frasa yang kerap disebut oleh pesulap, serupa 'sim salabim'.
Hoaks pertama kali diperkirakan muncul di dunia terjadi pada 1808. Hal tersebut tertuang dalam buku Sins Against Science yang dikarang oleh Lynda Walsh. Dalam bukunya, Lynda menyebut istilah hoax atau kabar bohong, merupakan istilah dalam bahasa Inggris yang masuk sejak era industri.
Pemahaman tentang asal usul hoaks juga dikemukakan Alexander Boese dalam bukunya, Museum of Hoaxes. Dia mencatat hoax pertama yang dipublikasikan adalah almanak atau penanggalan palsu yang dibuat Isaac Bickerstaff alias Jonathan Swift pada 1709.
Saat itu, dia meramalkan kematian astrolog John Partridge. Agar meyakinkan publik, dia membuat obituari palsu tentang Partridge pada hari yang diramal sebagai hari kematiannya.
Swift mengarang informasi tersebut untuk mempermalukan Partridge di mata publik. Partridge pun berhenti membuat almanak astrologi hingga enam tahun setelah hoax beredar.
Penyair aliran romantik Amerika Serikat, Edgar Allan Poe, pun diduga pernah membuat enam hoax sepanjang hidupnya, seperti informasi dari hoaxes.org yang dikelola Boese.
Poe, sekitar 1829-1831, menulis di koran lokal, Baltimore, akan ada orang yang meloncat dari Phoenix Shot Tower pada pagi hari 1 April. Orang itu ingin mencoba mesin terbang buatannya, dan akan melayang ke Lazaretto Point Lighthouse yang berjarak 2,5 mil.
Saat itu, Phoenix Shot Tower yang baru dibangun, merupakan bangunan tertinggi di AS. Berita orang terbang di gedung tertinggi itu menarik banyak peminat, hingga orang-orang berkumpul di bawah gedung untuk menyaksikannya.
Namun, yang ditunggu-tunggu tak kunjung hadir. Kerumunan orang kesal dan bubar begitu menyadari hari itu 1 April. Poe lalu meminta maaf di koran sore, menyatakan orang itu tak bisa hadir karena salah satu sayapnya basah.
Â
Advertisement
Jenis-Jenis Hoax
Jenis-jenis informasi hoaak diklasifikasikan seperti di bawah ini:
1. False: Sama sekali tak berbasis data, hoaks, klaim yang tak masuk akal.
2. Altered: Foto, audio, video yang diedit, yang bertujuan mengelabui orang, sengaja dipotong dan disajikan di luar konteks (out-of-context).
3. Partly False: Ada inakurasi dalam konten, misalnya terkait tanggal, hari, jumlah. Konten disajukan sebagai opini namun didasarkan pada informasi yang salah.
4. Missing Context: Konten ini bisa mengecoh orang karena tidak menyertakan konteks. Termasuk dalam kategori ini adalah praktik memotong (cropping) video faktual yang tak menunjukkan konteks utuh, dan menambahkan klaim yang tak terbukti tapi disajikan seolah-olah itu fakta.
5. Satire (Satir): Konten yang menggunakan ironi, melebih-lebihkan, namun pembacanya tak menyadari itu adalah satir.
Tentang Cek Fakta
Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia.Â
Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu.Â
Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Advertisement