Liputan6.com, Jakarta - Cek Fakta Liputan6.com mendapati klaim 48 orang tewas di Korea Selatan (Korsel) dan 23 di Norwegia setelah divaksin Covid-19.
Klaim 48 orang tewas di Korsel dan 23 di Norwegia setelah divaksin Covid-19 diunggah akun Facebook Wahyu DA, pada Sabtu (16/1/2021).
Baca Juga
Akun Facebook Wahyu DA mengunggah tangkapan layar halaman muka vido di YouTube berjudul
Advertisement
"BERITA TERBARU HARI INI ~ 48 ORANG DIKORSEL, 23 ORANG NORWEGIA TE.WAS SETELAH DI VAKSIN CORO.NA" yang diunggah akun YouTube CATATAN HITAM.
Benarkah klaim 48 orang tewas di Korsel dan 23 di Norwegia setelah divaksin Covid-19? Simak penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.
Penelusuran Fakta
Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim video 48 orang tewas di Korsel dan 23 di Norwegia setelah divaksin Covid-19, dengan mencari video berjudul "BERITA TERBARU HARI INI ~ 48 ORANG DIKORSEL, 23 ORANG NORWEGIA TE.WAS SETELAH DI VAKSIN CORO.NA" di YouTube.
Penelusuran mengarah pada video berjudul "BERITA TERBARU HARI INI ~ 48 ORANG DIKORSEL, 23 ORANG NORWEGIA TE.WAS SETELAH DI VAKSIN CORO.NA" yang diunggah akun YouTube CATATAN HITAM, pada, 15 Januari 2021.
Video tersebut diawali dengan tayangan tangkapan layar unggahan media sosial Facebook yang memberi informasi 48 orang meninggal setelah divaksin Covid-19, tayangan tersebut disertai dengan narasi yang sama.
Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim 48 orang meninggal di Korsel setelah divaksin Covid-19 dengan menggunakan Google Search dengan kata kunci '48 orang tewas di Korsel setelah divaksin'.
Penelusuran mengarah pada artikel bejudul "Cek Fakta: Tidak Benar 48 Orang Tewas di Korea Selatan usai Disuntik Vaksin Covid-19" yang dimuat situs Liputan6.com, pada 30 Oktober 2020.
Dalam kesimpulan penelusuran artikel situs liputan6.com menyebutkan, postingan yang menyebut ada 48 orang yang meninggal dunia akibat vaksin covid-19 di Korea Selatan adalah tidak benar.
Faktanya kematian tersebut terjadi Korea Selatan dan tidak ada hubungannya dengan vaksin flu yang baru diadakan pemerintah.
Penelusuran dilanjutkan dengan memperhatikan cuplikan video berikutnya yang menampilkan seorang lelaki yang sedang diwawancara terkait seorang yang meninggal setelah divaksin.
Berikut narasi video lelaki tersebut:
"Saya bawa ke rumah sakit umum pake ambulans, terus sampe selasa jam. Dirawat semalam, malam selasa tuh, selasa siangnya meninggal jam 12 lewat 10 menit. Sabtunya dia disuntik vaksin di sekolah".
Cek Fakta Liputan6.com menelusuri wawancara seorang pelaku dalam video tersebut dengan menangkap layar video untuk dijadikan bahan penelusuran menggunakan Yandex dan Google Image. Namun, tidak ditemukan situs yang mengunggah video yang identik.
Penelusuran dilanjutkan dengan menjadikan narasi seorang lelaki tersebut sebagai bahan penelusuran menggunakan Google Search dengan kata kunci 'kematian murid usai vaksin'.
Penelusuran mengarah pada akun YouTube KOMPASTV berjudul "Polisi Menyelidiki Kasus Kematian Siswi SD Seusai Vaksin" yang dimuat pada 11 Januari 2018.
Pada detik ke 00.38 telihat kemiripan dengan cuplikan video klaim dari sisi suara dan wajah sorang lelaki yang diwawancara.
Dalam video akun YouTube KOMPASTV, terdapat cuplikan wawancara kepada seorang lelaki yang menceritakan kondisi anaknya yang meninggal dunia usai divaksin Difteri di sekolahnya. Tidak ada pembahasan tentang 48 orang tewas di Korsel setelah divaksin Covid-19.
Video tersebut diberi keterangan sebagai berikut:
"Korban mengalami panas tinggi hingga kemudian meninggal dunia di rumah sakit.
Pihak kepolisian tengah menyelidiki kasus meninggalnya siswi SD Teariza seusai mendapatkan vaksin.
Menurut orangtua korban putrinya mengalami demam tinggi setelah mendapatkan vaksin.
Korban langsung dibawa ke rumah sakit untuk perawatan dan akhirnya meninggal dunia.
Untuk memastikan penyebab kematian polisi menyaranakan agar korban di otopsi tetapi orangtua korban menolak."
Pada cuplikan video berikutnya, narasi video menyebutkan 23 orang meninggal setelah divaksin corona, kemudian muncul tayangan dua orang yang sedang diwawancara oleh pembawa acara stasiun televisi.
Cuplikan video tersebut menampilkan seorang yang dipanggil Nidom menyebut vaksin menunjukkan motif ADE (Antibody-dependent-enchancement).
Penelusuran cuplikan video tersebut dilakukan dengan menangkap layar video, untuk dijadikan bahan penelusuran menggunakan Yandex dan Google Image. Namun, tidak ada situs yang mengarah pada video tersebut.
Penelusuran dilanjutkan menggunakan Google Search dengan kata kunci 'Nidom vaksin'. Penelusuran mengarah pada artikel berjudul "Ilmuwan Bicara Vaksin Corona: Virus Bisa Lebih Ganas" yang dimuat situs kompas.tv, pada 22 Oktober 20220.
Situs Kompas.tv memuat video yang identik dengan video klaim, video tersebut membahas tentang efek ADE (Antibody-dependent-enchancement)pada vaksin, video tersebut tidak membahas 23 orang meninggal setelah divaksin corona.
Video tersebut diberi keterangan sebagai berikut:
"JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin dari Profesor Nidom Foundation (PNF) Chairul Anwar Nidom mengatakan 50% kegagalan dan keberhasilan pada sebuah uji klinis vaksin bisa terjadi ketika tidak ada referensi.
Covid-19 menjadi salah satu virus yang baru dan tak ada referensi sebelumnya. Bahkan percobaan pembuatan vaksin untuk virus SARS yang sudah 12 tahun silam pun belum berhasil.
“Saudara sepupunya Covid-19 ini yaitu SARS, belum berhasil dibuat vaksin. Padahal salah satu pembuat vaksin itu adalah salah satu produsen yang akan kita impor ini,” paparnya kepada KompasTV, Rabu (21/10/2020).
Pre-klinis vaksin Covid-19 yang disuntikkan kepada monyet tidak menunjukkan efek ADE (Antibody-dependent-enchancement) sebagaimana ketika vaksin virus SARS disuntikkan terhadap monyet.
Efek ADE, jelas Nidom, merupakan sebuah strategi dari virus untuk menghindari jebakan antibodi dari vaksin atau dari infeksi alam.
Padahal secara virologi, virus SARS dan Covid-19 memiliki kedekatan sekitar 80 persen.
“Itu pada waktu dilakukan uji pre klinis pada monyet, terjadi kerusakan yang parah pada paru-parunya. Itu diduga SARS mempunyai motif ADE,” jelasnya.
Bahayanya, apabila efek ADE terjadi kepada manusia, virus tersebut akan lebih ganas.
“Virus itu akan lebih ganas, karena dia masuk di dalam makrovag, bukan di dalam saluran pernapasan. Jadi kalau dia berkelit bisa masuk ke makrovag, maka dia infeksinya akan lebih parah tidak seperti yang infeksi saluran pernapasan,” lanjutnya.
Infeksi saluran pernapasan bisa terlontar melalui droplet, namun jika melalui makrovag maka bisa merusak sistem imun seseorang.
Kementerian Kesehatan memastikan proses imunisasi Covid-19 untuk tahap pertama akan dilakukan pada akhir November 2020.
Untuk membahasnya simak pembahasannya bersama Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Dany Amrul Ichdan, Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 Unpad Kusnandi Rusmil, Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin dari Profesor Nidom Foundation (PNF) Chairul Anwar Nidom, serta anggota Komisi IX DPR Fraksi PKS, Netty Prasetiyani Heryawan."
Terkait dengan klaim 23 orang meninggal di Norwegia setelah divaksin corona, Cek Fakta Liputan6.com menelusurinya dengan menggunakan Google Search dengan kata kunci '23 orang di Noerwegia meninggal setelah divaksin'. Penelusuran mengarah pada artikel berjudul "23 Lansia Meninggal karena Efek Samping Vaksin COVID-19 Pfizer di Norwegia" yang dimuat situs Liputan6.com, pada 16 Januari 2021.
Artikel situs liputan6.com menyebutkan, Pejabat Norwegia mengatakan sebanyak 23 orang telah meninggal di negara itu dalam waktu singkat setelah menerima dosis pertama vaksin COVID-19 Pfizer.
Dari kematian tersebut, 13 orang di antaranya telah diotopsi, dengan hasil menunjukkan bahwa efek samping vaksin Pfizer mungkin menimbulkan reaksi parah pada orang tua yang lemah.
Advertisement
Kesimpulan
Hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com, klaim video 48 orang tewas di Korsel dan 23 di Norwegia setelah divaksin Covid-19 sebagian salah.
Informasi yang ada dalam video tersebut tidak sesuai antara narasi yang disajikan dengan video, terdapat informasi yang salah dan ada sebagian yang benar.
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia.
Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu.
Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Advertisement