Liputan6.com, Jakarta- Aplikasi pecakapan WhastApp merupakan saluran komunikasi yang efektif untuk menyebar informasi. Namun, keunggulan tersebut kerap dimanfaatkan untuk menyebar informasi hoaks.
Sejumlah informasi yang beredar di WhatsApp pun tidak semuanya benar, sebab itu kita harus jeli memverifikasi sebelum mempercayainya agar tidak menjadi korban dan dirugikan informasi hoaks.
Cek Fakta Liputan6.com pun telah menelusuri sejumlah informasi yang beredar di WhatsApp. Hasilnya, tidak semua informasi tersebut benar.
Advertisement
Berikut sejumlah informasi hoaks terbaru yang beredar di WhatsApp:
1. Pesan Berantai Mengatasnamakan Satgas Covid-19
Beredar di aplikasi percakapan Whatsapp pesan berantai mengatasnamakan Satgas Covid-19. Pesan berantai tersebut ramai dibagikan sejak pekan ini.
Dalam pesan berantai tersebut menyebutkan beberapa imbauan dan nomor telepon yang bisa dihubungi untuk pasien covid-19. Berikut isi pesan lengkapnya:
"Mengingat semakin banyaknya penularan COVID-19, kami berharap kita semua bisa melaksanakan prosedur kesehatan dengan baik: Memakai masker; Menjaga jarak, Mencuci tangan (3M).
Jika ada rekan-rekan atau anggota keluarga yang terkena COVID, maka segeralah menghubungi Satuan Tugas (SATGAS) COVID. Mereka nanti yang akan bergerak cepat mencarikan RS bagi Anda, karena mereka memiliki informasi terbaru mengenai tempat isolasi/RS yang kosong, dan semua pengobatan GRATIS karena ditanggung kemenkes RI.
Nomor SATGAS COVID Jakarta adalah 119 atau 081-112-112-119 atau 081-388-376-955. Untuk nomor SATGAS COVID di daerah silahkan mencari di google atau kontak Puskesmas terdekat di tempat masing-masing.
Jika Anda harus ke RS, harap perhatikan hal berikut ini:
- Jangan menggunakan asuransi pribadi, karena biaya RS untuk perawatan COVID sangat tinggi, sehingga kemungkinan besar pihak asuransi tidak bisa menanggung 100% biayanya.
- Memberitahukan secara jelas dan pasti kepada pihak RS bahwa biaya penanganan pengobatan agar dilakukan lewat jalur Dana Jaminan Covid/Dana Depkes yang GRATIS.
- Seluruh biaya pengobatan/perawatan COVID tidak ditanggung oleh BPJS melainkan ditanggung seluruhnya oleh pemerintah, sehingga setiap WNI berhak mendapat bantuan ini walaupun tidak mempunyai BPJS
Bagi pasien OTG atau positip bergejala ringan, bisa melapor ke Puskesmas terdekat dan umumnya pasien diminta untuk melakukan isolasi mandiri (isoman) di rumah atau di tempat yang telah disediakan oleh pemerintah.
Pihak Puskesmas akan memberikan obat serta vitamin yang dibutuhkan dan memantau selama isoman. Setelah 14 hari pasien akan diminta untuk PCR kembali. Bila masih positip dan bergejala ringan, maka tetap diminta isoman dan diberikan lagi obat serta vitamin2. Bagi pasien positip dan bergejala sedang/berat maka Puskesmas akan merujuk pasien ke RS untuk dirawat inap.
Bagaimana jika Anda mengalami kesulitan untuk melakukan PCR karena harganya yang mahal? Pihak Puskesmas tidak akan langsung melakukan PCR test jika gejala pasien belum jelas. Secara mandiri, kita bisa melihat indikasi gejalanya seperti: batuk, sakit tenggorokan, mual, pegal-pegal, diare, dan hilang rasa/penciuman. Bila indikasi cukup kuat maka langsung isoman. Jika mengalami demam atau sesak nafas, segeralah menghubungi SATGAS COVID.
Salah satu gejala yang paling sering muncul: kehilangan penciuman, bahkan bau yg sangat tajam saja, tidak bisa bedakan. Bagi Anda yang mempunyai penyakit bawaan (diabetes, jantung, darah tinggi, dll.) harap melakukan prosedur kesehatan 3 M dengan sangat ketat.
Berikut ini 2 situs resmi:
https://covid19.go.id/
https://covid19.go.id/p/konten/kontak-layanan-kementerianlembaga-untuk-covid-19"
Lalu benarkah isi pesan berantai tersebut dari Satgas Covid-19?
Pesan berantai yang mengatasnamakan Satgas Covid-19 adalah hoaks. Pesan berantai tersebut bukan merupakan pernyataan atau informasi resmi dari Satgas Penanganan Covid-19
2. Penyuntikan Vaksin Covid-19 Jokowi Gagal dan Harus Diulang
Klaim soal penyuntikan vaksin yang dilakukan Presiden Jokowi gagal dan harus diulang beredar di media sosial. Klaim tersebut viral lewat pesan berantai di aplikasi percakapan WhatsApp sejak 14 Januari 2021.
Berikut isi dari pesan berantai tersebut:
*VAKSINASI PRESIDEN HARUS DIULANG DAN HATI-HATI DENGAN VAKSINASI*
Bismillaahirrohmaanirrohiim,
Cirebon Indonesia, 14 Januari 2021
Kepada
Yth : Presiden Republik Indonesia
Ir. H. Joko Widodo
Di tempat
Salam Vaksinasi,
Hari ini, saya melihat anda divaksinasi. Setelah melihat berkali-kali video itu dan berdiskusi dengan para dokter serta para perawat senior, maka saya menyimpulkan bahwa vaksinasi yang anda lakukan adalah gagal. Atau anda belum divaksinasi. Alasannya adalah
Injeksi vaksin Sinovac, harusnya intramuskular ( menembus otot). Untuk itu, penyuntikkan harus lah dilakukan dengan tegak lurus (90 derajat). Dan memakai jarum suntik untuk ukuran volume minimal 3 cc ( spuit 3cc ). Tetapi yang menyuntik anda tadi siang memakai spuit 1cc dan tidak tegak lurus 90 derajat. Hal tersebut menyebabkan vaksin tidak menembus otot sehingga tidak masuk kedalam darah. Suntikan vaksin yang dilakukan pada anda tadi siang hanyalah sampai di kulit ( intrakutan ) atau dibawah kulit ( sub kutan ). Dan itu berarti vaksin tidak masuk ke darah.
Pabrik vaksin Sinovac telah membuat zat vaksin tersebut, hanya bisa masuk ke darah bila disuntikkan dengan cara intramuskular. Penyuntikkan dikulit i(ntrakutan) atau dibawah kulit ( subkutan) tidak akan menyebabkan vaksin tersebut masuk ke dalam darah. Kalaupun dapat masuk, hanyalah sedikit sekali. Lain halnya bila vaksin atau obat itu di desain untuk tidak disuntikkan secara intramuskular. Misalnya menyuntikkan insulin. Injeksi insulin harus dilakukan secara subkutan.
Selain itu, setelah menonton berkali-kali, saya melihat bahwa masih ada vsksin yang tertinggal pada spuit tersebut. Atau tidak seluruh vaksin disuntikkan.
Satu orang lagi, yang saya lihat menjalani vaksinasi adalah Raffi Ahmad. Penyuntikkan dengan sudut 90 derajat sudah benar. Dan vaksin dalam spuit telah habis dikeluarkan semuanya. Tetapi karena yang digunakan spuit 1cc, maka sudah pasti spuit tersebut tidak dapat menembus otot Raffi Ahmad. Atau Raffi Ahmad pun harus mengulang vaksinasi COVID-19 seperti juga anda.
Bapak Presiden RI yang terhormat,
Dengan dasar apa yang dituliskan diatas, wajib bagi anda untuk secepatnya divaksin lagi. Sebab vaksin Sinovac mewajibkan diulanginya suntikan vaksin setelah 1 Bulan suntikan pertama. Atau harus dua kali suntikan vaksin, supaya timbul respon imunitas dari tubuh. Dengan diulanginya vaksinasi yang gagal hari ini, maka jelas bagi anda, kapan lagi jadwal vaksinasi yang ke dua. Hal itu sangat penting bagi anda, bila memang anda meyakini bahwa vaksinasi COVID-19 dengan vaksin Sinovac, memang bermanfaat untuk terhindar dari serangan COVID-19.
Bapak Presiden RI yang terhormat,
Contoh teladan seperti yang saya tuliskan diatas, diharapkan akan menambah semangat dan kepercayaan bawahan anda serta seluruh rakyat Indonesia akan manfaat vaksinasi COVID-19.
Pada akhirnya demi rasa kasih sesama manusia dan untuk tidak dimurkai Tuhan sebagai orang-orang yang menyembunyikan ilmunya, maka saya menasihatkan anda untuk mengecek rapid antibody sebelum mengulang vaksin yang gagal itu. Hal itu untuk mencegah terjadinya reaksi Antibody Dependent Enhacement( ADE ). Dimana bila hal itu terjadi, maka virus-virus mati yang berada dalam vaksin Sinovac itu, akan dengan mudah masuk kedalam sel-sel organ penting anda ( jantung,otak,ginjal ). Dan bila itu terjadi maka bisa saja menyebabkan kerusakan organ-organ vital tersebut bahkan kematian. Betapapun para ahli mengatakan kemungkinan untuk terjadinya reaksi ADE akibat vaksinasi Sinovac adalah kecil. Pada pandangan saya,tidak ada salahnya bila seseorang yang mampu, untuk melakukan cek rapid antibody sebelum dilakukan vaksinasi Sinovac. Bila rapid Antibody negatif, maka aman untuk divaksinasi. Tetapi bila positif sebaiknya batalkan vaksinasi Sinovac itu. Karena seperti surat yang pernah saya kirimkan dulu kepada anda, bahwa vaksin Sinovac adalah vaksin terlemah dalam menimbulkan respon imunitas dari 10 vaksin unggulan WHO. Maka tanpa disuntikkan vaksin Sinovac pun tidaklah masalah. Karena kita telah mempunyai antibody terhadap virus COVID-19 itu ( rapid test antibody positif ).
Saran saya yang lain lagi adalah cukuplah anda 3x saja menjadi contoh sebagai orang pertama yang disuntik vaksin ( 1x gagal, 1x mengulang kegagalan dan 1x lagi booster, 1 bulan setelah suntikan mengulang kegagalan itu ).
Kenapa hal tersebut saya katakan ?.
Karena, vaksinasi COVID-19 harus dilakukan booster berulang kali. Disebabkan, berdasarkan penelitian, respon imunitas yang dihasilkan akibat vaksinasi COVID-19, paling lama adalah 3-4 Bulan. Dan maksimal adalah 6 Bulan. Karena itulah vaksinasi COVID-19 harus diulang-ulang terus. Minimal 2x dalam 1 Tahun.
Mengulang-ulang vaksinasi ( entah sampai kapan) selain menyebabkan kemungkinan ADE seperti yang saya tuliskan diatas, juga dapat menyebabkan kemungkinan masuknya virus mati ( Sinovac dan Sinopharm ) atau bagian protein dari virus tersebut ( seperti vaksin-vaksin lainnya ) untuk masuk kedalam sel-sel organ dalam kita ( jantung, usus, ginjal, mata, pembuluh darah, dsb ) Hal itu dapat terjadi karena sebagian besar sel-sel organ dalam kita mempunyai enzim ACE2 pada permukaan membran nya. Dan enzim tersebut memudahkan virus hidup COVID-19, virus mati atau bagian protein COVID-19 itu, untuk masuk ke sel organ-organ penting kita. Dan bila itu terjadi, reaksi yang berbahaya yang menyebabkan cacatnya organ-organ tersebut dapat terjadi. Sebagai seorang Presiden, anda harus diselamatkan terlebih dahulu ketimbang bawahan atau rakyat anda. Itulah alasan kenapa saya menyarankan cukuplah 3x saja anda menjadi orang yang pertama kali disuntik vaksin Sinovac.
Demikian surat saya. Bila surat ini penting menurut anda, maka silakan menyebarluaskannya pada bawahan anda dan seluruh rakyat Indonesia. Termasuk juga MUI. Fatwa haram, wajib, atau makruh, tentang vaksinasi COVID-19 beserta booster-boosternya harus dikatakan juga. Bukan hanya halal dan suci saja.
Salam Vaksinasi
dr. Taufiq Muhibbuddin Waly Sp.PD."
Benarkah vaksinasi yang dilakukan Presiden Jokowi gagal dan harus diulang?
Klaim soal vaksinasi yang dilakukan Presiden Jokowi gagal dan harus diulang ternyata tidak benar. Faktanya, menurut Ketua Satuan Tugas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Prof dr Zubairi Djoerban Sp.PD-KHOM vaksinasi yang dilakukan terhadap Presiden Jokowi sudah benar dan sesuai prosedur.
3. Cairan Vaksin Tidak Masuk Tubuh Jokowi dalam Video
Cek Fakta Liputan6.com mendapati klaim video cairan vaksin Covid-19 tidak masuk dalam tubuh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Video cairan vaksin Covid-19 tidak masuk dalam tubuh Jokowi beredar di aplikasi percakapan WhatsApp.
Video yang diunggah menayangkan proses vaksinasi Presiden Jokowi, pada video tersebut terdapat panah hijau yang mengarah pada warna biru yang ada di ujung alat suntik yang sedang ditusuk ke lengan kiri Jokowi.
Dalam tayangan tersebut terdapat tulisan sebagai berikut:
"Cairan nya Masih utuhUdah di Cabut Aaajamao Bogongin Rakyat Hadehhh.."
Dalam video tersebut terdapat narasi dengan menggunakan bahasa jawa sebagai berikut:
"Birune ijik utuh, tuh ijik utuh, ijik utuh dicabut"
Benarkah klaim video cairan vaksin Covid-19 tidak masuk dalam tubuh Jokowi? Simak penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.
Hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com, klaim video cairan vaksin tidak masuk dalam tubuh Jokowi tidak benar.
Warna hijau pada suntikan Jokowi tersebut bukan cairan vaksin, tetapi plastik bagian dari alat suntik.
4. Pesan Berantai Link Pendaftaran BPUM 2021 dari BRI
Beredar di aplikasi percakapan Whatsapp pesan berantai berisi link pendaftaran untuk Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM) tahun 2021. Pesan itu ramai dibagikan sejak pekan ini.
Dalam pesan berantai yang beredar mengarahkan pengguna ke halaman Google Form dengan logo BRI di bagian atas. Selain itu pengguna juga diminta mengisi data diri seperti nama, nomor KTP, hingga nomor handphone.
Berikut isi pesan berantai tersebut:
"Monggo Banpres BPUM tahap tahun 2021 sdh dibuka ... Warga yg betul-betul mempunyai usaha mikro jgn sampe kelewatan...Hajar Bro
Link : https://docs.google.com/forms/d/e/1FAIpQLSen5GQEwRiFHTW3wH2GZ1qAW9JPv L3aRynbrn4_6qRpTEuxOQ/viewform"
Lalu benarkah isi pesan berantai yang menyertakan link untuk pendaftaran BPUM tahun 2021?
Hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com, pesan berantai yang berisi link pendaftaran BPUM tahun 2021 adalah hoaks. Faktanya BRI tidak pernah membuat pesan berantai seperti itu dan pendaftaran BPUM tidak dilakukan secara online.
5. Undangan Rakernas Catut Nama Dinkes DKI Jakarta
Beredar melalui aplikasi percakapan Whatsapp pesan berantai yang mencatut nama Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta. Dalam pesan berantai tersebut berisi undangan untuk Rakernas Peningkatan Kinerja Tenaga Kesehatan dari Ditjen Yankes Kementerian Kesehatan RI.
Pesan berantai tersebut juga mencatut nama Kepala Dinkes DKI Jakarta, dr. Widyastuti, MKM. Rakernas itu akan diadakan pada 19-20 Januari 2020 di Hotel Aryaduta Makassar.
Selain itu peserta dijanjikan akan ditanggung biaya transportasi dan akomodasi sebesar Rp. 8 juta. Namun peserta diharuskan untuk menghubungi Ketua Panitia Penyelenggara, dr. Suprapto, MH. Kes., PH.D di nomor handphone 081222881124.
Lalu benarkah Dinkes DKI Jakarta akan mengikuti Rakernas Peningkatan Kinerja Tenaga Kesehatan di Makassar?
Pesan berantai berisi undangan yang mengatasnamakan Dinkes DKI Jakarta adalah hoaks.
6. Pesan Berantai Dana Bagikan Uang Tunai via Telegram
Beredar di aplikasi percakapan Whatsapp pesan berantai soal dompet digital Dana membagikan uang tunai gratis. Pesan berantai tersebut ramai dibagikan sejak beberapa waktu lalu.
Dalam pesan berantai terdapat link tautan untuk diisi pengguna sebelum mendapatkan uang tunai. Berikut isi pesan berantainya:
"Penghasil saldo DANA nih🔥Sekali Klik dapat 10 RB, syaratnya yang penting punya aplikasi TELEGRAM 👉🏻https://t.me/uangtunai_bot?start=r01515775230"
Lalu benarkah Dana sedang mengadakan program tersebut seperti yang tersebar dalam pesan berantai?
Pesan berantai yang berisi tautan Dana sedang membagikan program uang tunai adalah hoaks.
Vice President of Communications Dana, Steve Saerang menyatakan, pesan berantai berisi tautan tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan Dana. Link tersebut terindikasi sebagai kejahatan digital atau penipuan (scam).
Simak Video Berikut
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia.
Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu.
Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Advertisement