Liputan6.com, Jakarta - Para peneliti telah menemukan infeksi virus corona covid-19 pada hewan peliharaan anjing dan kucing dan beberapa binatang di kebun binatang, termasuk kucing besar dan gorila selama pandemi. Infeksi ini bahkan terjadi walaupun staf menggunakan alat perlindungan diri (APD).
Bulan Desember, Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) mengonfirmasi kasus pertama binatang liar terinfeksi SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan wabah COVID-19. Para peneliti menemukan cerpelai liar yang terinfeksi virus di Utah, AS, dekat peternakan cerpelai yang sudah terjangkit virus covid-19.
Apakah manusia menularkan virus ini ke hewan liar? Jika benar, apa artinya ini bagi binatang liar dan manusia?
Advertisement
Cara virus berpindah antar spesies
Kami adalah dua ilmuwan yang mempelajari virus di kehidupan liar dan sekarang meneliti potensi transmisi SARS-CoV-2 dari manusia ke binatang peliharaan dan hewan liar.
Ketika virus berpindah dari satu spesies ke spesies lain, ilmuwan menyebutnya sebagai spillover. Untungnya, ini tidak mudah terjadi.
Untuk bisa menginfeksi spesies baru, suatu virus harus terikat pada protein sel dan masuk ke dalam sel, tanpa terhalang oleh sistem imun. Setelah itu, virus ini akan menghindari antibodi dan penyerang antivirus lainnya dan mereplikasi diri dengan tingkat yang cukup tinggi untuk bisa menular ke binatang berikutnya.
Ini biasanya berarti bahwa semakin dekat kekerabatan antara dua spesies tersebut, semakin besar kemungkinan mereka terjangkit virus yang sama. Simpanse, spesies yang memiliki kekerabatan paling dekat dengan manusia, bisa tertular dan sakit oleh banyak virus dari manusia.
Awal bulan ini, dokter hewan di Kebun Binatang San Diego, AS, mengumumkan bahwa kawanan gorila di kebun binatang tersebut terinfeksi oleh SARS-CoV-2. Ini mengindikasikan ada kemungkinan virus ini berpindah dari manusia ke relatif terdekat.
Beberapa virus cenderung menetap di satu spesies atau spesies yang berkerabat dekat, sedangkan virus lain tampaknya lebih mampu berpindah ke banyak spesies.
Influenza, contohnya, bisa menginfeksi berbagai jenis hewan, dari burung gereja hingga paus. Virus corona diketahui biasanya menular ke antar spesies. Penting untuk bisa mengetahui berapa banyak dan spesies mana bisa terinfeksi SARS-CoV-2, serta spesies mana saja menyebarkan virus ini.
Â
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Mencari COVID-19 di kehidupan liar
Untuk spillover SARS-CoV-2 dari manusia-ke-binatang liar bisa terjadi, seekor hewan harus terpapar virus dengan dosis tinggi dan terinfeksi. Situasi dengan risiko tinggi adalah ketika kontak langsung dengan manusia, seperti dokter hewan yang merawat hewan yang cedera.
Kontak antara orang sakit dan hewan peliharaan atau hewan ternak juga menyebabkan risiko. Ini terjadi karena binatang domestik bisa berperan sebagai perantara virus, menularkan ke binatang liar.
Cara lain COVID-19 bisa menular dari manusia ke binatang adalah melalui infeksi tidak langsung, seperti melalui air limbah. COVID-19 dan patogen lainnya bisa dideteksi dalam air limbah, yang kebanyakan dibiarkan dan dibuang ke lingkungan, membahayakan bagi binatang liar seperti mamalia laut.
Ini diduga penyebab gajah laut di California terinfeksi influenza H1N1 ketika pandemi flu babi tahun 2009. Untuk mempelajari apakah telah terjadi spillover SARS-CoV 2, tim kami di Universitas Tufts bermitra dengan para dokter hewan dan penjaga suaka alam berlisensi di AS untuk mengambil sampel dan melakukan tes terhadap hewan yang mereka jaga.
Melalui proyek ini, kami telah menguji hampir 300 hewan liar dari sedikitnya 20 spesies. Sejauh ini, dari kelelawar ke anjing laut ke anjing hutan, tidak ada yang menunjukkan COVID-19 melalui swab atau uji coba antibodi.
Para peneliti lain telah meluncurkan monitoring pada hewan liar di beberapa tempat di mana hewan dalam penangkaran telah terinfeksi. Konfirmasi infeksi pertama terdapat pada cerpelai liar yang ditemukan di dekat peternakan cerpelai yang terinfeksi.
Masih belum jelas bagaimana cerpelai liar ini bisa terkena virus corona, tetapi kepadatan tinggi dari cerpelai yang terinfeksi dan penularan berpotensi dari mereka membuat lokasi ini berisiko tinggi.
Buruk bagi hewan, buruk bagi manusia
Ketika suatu virus menginfeksi spesies baru, virus itu kadang bermutasi, beradaptasi, mereplikasi, dan menular dengan lebih efisien ke hewan baru. Ini disebut sebagai adaptasi inang. Ketika suatu virus berpindah ke inang baru dan mulai beradaptasi, hasilnya tidak bisa diprediksi.
Akhir tahun 2020, ketika SARS-CoV-2 menular ke cerpelai ternak di Denmark, virus itu perlu mengalami mutasi yang tidak umum pada manusia. Beberapa dari mutasi ini terjadi pada bagian virus yang dirancang untuk dikenali oleh vaksin.
Dan, ini tidak hanya terjadi sekali. Mutasi-mutasi ini muncul sendiri pada peternakan cerpelai berkali-kali.
Meskipun belum jelas apakah ada dampak mutasi ini pada penyakit manusia atau vaksin, ini adalah tanda adaptasi inang yang memungkinkan varian dari virus untuk bertahan dan muncul kembali dari inang hewan di masa depan.
Risiko lainnya adalah SARS-CoV-2 bisa menyebabkan penyakit pada hewan.
Para ahli ekologi terutama sangat khawatir tentang spesies langka, seperti musang berkaki hitam, yang berkerabat dekat dengan cerpelai dan dianggap sangat rentan dengan virus tersebut.
Spillover manusia-ke-hewan liar pernah terjadi. Akhir abad ke-20, virus Ebola berpindah dari manusia ke kera besar dan berakibat parah bagi hewan-hewan langka.
Saat ini, virus pernapasan manusia telah terdeteksi pada populasi gorila gunung yang langka dan sudah menyebabkan kematian. Namun, risiko terbesar bagi manusia adalah spillover bisa berujung pada virus corona menciptakan reservoir pada hewan dan wilayah baru.
Ini menjadi kesempatan penyebaran jenis COVID-19 baru ke manusia di masa depan.
Bulan ini, para peneliti mempublikasikan makalah yang menunjukkan bahwa ini telah terjadi dalam skala kecil dengan penularan manusia-ke-cerpelai-ke-manusia di peternakan cerpelai di Denmark.
Meski tim kami tidak menemukan bukti COVID-19 pada hewan liar di AS saat ini, kami menemukan bukti adanya spillover pada anjing dan kucing, serta hewan di kebun binatang.
Penemuan cerpelai liar yang terinfeksi mengonfirmasi ketakutan kami. Menemukan hewan liar pertama yang terindeksi COVID-19 secara alami itu mengkhawatirkan, tetapi sayangnya, kejadian ini bukannya tak terduga.
Dilansir dari: The Conversation, Penulis Jonathan Runstadler (Professor of Infectious Disease and Global Health, Cummings School of Veterinary Medicine, Tufts University) dan Kaitlin Sawatzki (Postdoctoral Infectious Disease Researcher, Tufts University)
Advertisement