Sukses

Simak Hoaks Seputar Covid-19 yang Beredar Lewat WhatsApp

Berikut kumpulan hoaks seputar Covid-19 yang beredar lewat WhatsApp

Liputan6.com, Jakarta- Penyebaran hoaks seputar Covid-19 memanfaatkan media sosial yang digunakan masyarakat, salah satunya melalui WhatsApp. Informasi palsu yang beredar lewat aplikasi percakapan tersebut pun beragam bentuknya dari foto, teks dan video.

Cek Fakta Liputan6.com pun telah menelusuri sejumlah hoaks seputar Covid-19 yang beredar lewat WhatsApp, hasilnya sebagian informasi tersebut terbukti hoaks.

Berikut kumpulan hoaks seputar Covid-19 yang beredar lewat WhatsApp:

1. Pesan Berantai Pasien Covid-19 Dapat Bantuan dari BTP

Beredar di aplikasi percakapan pesan berantai bantuan untuk pasien covid-19 dari Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Pesan berantai itu ramai dibagikan sejak akhir pekan lalu.

Dalam pesan berantai tersebut disebutkan bahwa BTP akan memberikan bantuan obat-obatan melalui relawannya. Berikut isi pesan berantai ini selengkapnya:

"Program Ahok (Basuki-BTP) membantu banget dalam pengobatan org yg terpapar covid ini. Harap simpan berita ini dan bagikan buat yg perlu, hanya cukup bayar 3rb - 5rb sudah dpt semua.

Teman suamiku barusan pesan obat ini utk mamanya, kaget, dan cepat banget dikirimnya obat2 ini melalui deliver relawan.

Hub Hp ini.

0819 5262 5522

0819 5262 5005"

Lalu benarkah pesan berantai yang mengklaim ada bantuan untuk pasien covid-19 dari Basuki Tjahaja Purnama? Simak penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.

Pesan berantai yang mengklaim ada bantuan untuk pasien covid-19 dari Basuki Tjahaja Purnama adalah hoaks.

Sosok yang akrab disapa Ahok tersebut telah membantah informasi bantuan untuk pasien Covid-19.

 

2. Surat Seruan MUI Tolak Rapid Tes pada Ulama dan Vaksin Covid-19 untuk Anak

 Cek Fakta Liputan6.com mendapati klaim surat seruan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menolak rapid tes pada ulama dan vaksin Covid-19 untuk anak, surat tersebut beredar lewat aplikasi percakapan WhatsApp.

Surat seruan tersebut terdapat logo MUI dan keterangan alamat kantor pusat MUI seperti ini:

 

Penelusuran surat seruan MUI  penolakan rapid tes pada ulama dan vaksin Covid-19 untuk anak

Berikut isi surat seruan MUI  penolakan rapid tes pada ulama dan vaksin Covid-19 untuk anak:

"Hal: Seruan Siaga 1

PEMBERITAHUAN

Assalamua'laikum Warahmatulahi Wabarakatuh

Kami selaku Sekertaris Majelts Ulama lndonesna ( MUI ) Pusat Dengan ini menyerukan kepada seluruh MUI Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Agar berhati-hati dan Waspada dengan di adakannya Rapid Test Covid-19 temadap para Ulama, Kyai, dan Ustadz di seluruh Indonesia.

Kami serukan bahwa rencana Test Corona ini adalah modus operandi dari Pki atas perintah Negara Komums China untuk menghabisi para tokoh agama Islam baik di Indonesia maupun diNegara muslim lain. Oleh karena Itu kita akan tolak niat mereka yang kelihatan baik. Tapi di dalamnya ada misi yang sangat jahat dan licik!Kita banyak belalar dari pengalaman

Kita banyak belajar dari pengalaman sejarah para Ulama dan para Kyai kita di tahun 1948 dan 1965, d1 mana para tokoh agama kita sering di tipu oleh muslihat Pki.

Kalau kit melakukan Rapid Test Covid-19, kita akan dinyatakn Positive. lalu kita akan di Karantina. kita akan di Suntik dengan dalih pengobatan, padahal kita di suntik racun. meninggal dan langsung di kuburkan

Kita sudah terbiasa hidup sehat Dan para Santri pun dan dulu sudah terbiasa hidup Lockdown.

Satu hal juga kepada semua orang tua, jika pemerintah melakukan suntik imunisasi untuk anak-anak sampai umur 18 tahun dengan dalih untuk lmunisasi Corona. agar ditolak, balk itu di lingkungan sekitar rumah, sekolah, dan tempat-tempat lain.

Cermat, Waspada dan berhati-hati karena umat muslim sedang di dzolimi oleh pihak -pihak komunis yang berlindung dalam wadah kekuasaan pemerintah.

Sekian dan terimakasih.Wassalamu a'laikum Warahmatulahi Wabarakatuh.

Jakarta 03 April 2020Sekretariat MUI Pusat."

Benarkah surat seruan MUI penolakan rapid tes pada ulama dan vaksin Covid-19 untuk anak? Simak penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.   

Hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com klaim surat seruan MUI penolakan rapid tes pada ulama dan vaksin Covid-19 untuk anak tidak benar.

DPMUI Pusat tidak pernah mengeluarkan surat, pengumuman, pernyataandan sejenisnya yang isinya agar seluruh MUI Provinsi, Kabupaten/Kotaberhati-hati dan waspada dengan diadakannya Rapid Test Covid-19terhadap ulama, kyai, dan ustadz di seluruh Indonesia.

 

3. Booster Vaksin Covid-19 untuk Nakes Karena Sinovac Tak Dipakai di China

Beredar di aplikasi percakapan postingan booster vaksin covid-19 diberikan pada nakes karena vaksin Sinovac tak dipakai di China. Postingan itu ramai dibagikan pada awal pekan ini.

Dalam postingan itu terdapat potongan layar berita berjudul "Kenapa 99,5 persen Nakes Malaysia Kebal Covid-19 setelah Divaksin, Beda dengan nakes Indonesia"

Selain itu postingan juga disertai narasi "Pantes bukan Sinovac yang murah n di rrc jg gk d pake"

Lalu benarkah postingan yang mengklaim booster vaksin covid-19 diberikan pada nakes karena vaksin Sinovac tak dipakai di China? Simak penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.

Hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com, postingan yang mengklaim booster vaksin covid-19 diberikan pada nakes karena vaksin Sinovac tak dipakai di China adalah tidak benar. Faktanya booster diberikan karena nakes mempunyai risiko tinggi untuk terpapar covid-19.

 

4. Setelah Divaksin Lebih Mudah Terinfeksi Virus Mengakibatkan Kematian Korban Covid-19 Bertambah

 Cek Fakta Liputan6.com mendapati klaim setelah divaksin lebih mudah terinfeksi virus mengakibatkan kematian korban Covid-19 bertambah, klaim tersebut beredar lewat aplikasi percakapan WhatsApp.

Berikut klaim setelah divaksin lebih mudah terinfeksi virus mengakibatkan kematian korban Covid-19 bertambah:

"MENGAPA KORBAN COVID YG TEWAS SEMAKIN BERTAMBAH???

SILAHKAN DISIMAK👇👇

Bagi Bapak/Ibu/Sdr. yang sudah menerima vaksin, ataupun yang baru mau disuntik vaksin Covid-19, ini ada tulisan penjelasan yang mungkin bermanfaat, dan bisa menambah wawasan kita tentang vaksin. Mohon dibaca sampai selesai.

Ada seseorang, setelah menerima vaksin Covid-19, pergi ke Bali, menghadiri acara pesta pernikahan anaknya. Sekembalinya dari acara tersebut, langsung masuk rumah sakit. Tiga hari kemudian, meninggal dunia karena Covid.

Pandangan dan penjelasan dari seorang dokter, dr.Cynthia, perihal kejadian tersebut di atas.

dr.Cynthia :Bagi Bapak/ibu yang sudah menerima vaksin ke-1 (tahap pertama), tidak diperkenankan banyak melakukan aktivitas yang berat-berat. Mereka harus lebih banyak istirahat di rumah, jangan pergi ke mana-mana dulu, karena setelah menerima vaksin, justru akan lebih mudah terinfeksi virus. Imunitas tubuh belum terbentuk sempurna (apapun jenis vaksinnya) pada tahap pertama ini.

Ada beberapa lansia juga di Surabaya yang terkena Covid, karena setelah di-vaksin, mereka tidak mau istirahat. Mereka menganggap, kalau sudah di-vaksin Covid-19 itu aman, sehingga bisa bepergian kemana-mana.

PERLU DIKETAHUI, bahwa antibodi itu terbentuk sempurna, 2 MINGGU SETELAH VAKSIN KEDUA.

Maka dikuatirkan ada ledakan Covid positif pasca Vaksin disebabkan adanya pemahaman yang salah dari banyak orang, bahkan semua orang penerima vaksin.

Tulisan ini dibagikan untuk membantu pengertian bersama, terutama golongan lansia yang tidak begitu mengerti.

● Vaksin ke-1 (Tahap I) ●Setelah disuntik vaksin ke-1, harus menunggu 21 - 28 hari untuk pelaksanaan penerimaan suntik vaksin ke-2.

Mengapa? Karena vaksin ke-1 harus bereaksi dulu dengan tubuh dan mulai membangun sistem kekebalan tubuhnya sendiri.

Ingat ya, bahwa SESUDAH DIVAKSIN TIDAK OTOMATIS LANGSUNG KEBAL.

Dalam masa ini, bila kita dekat-dekat dengan orang yg positif Covid, maka akan TETAP BERBAHAYA, TETAP BISA TERJANGKIT, karena kekebalan anti Covid-nya belum siap. Setidaknya, harus menunggu 21 hari kemudian.

● Vaksin ke-2 (Tahap II) ●Tahap kedua adalah pembangunan sistem imunitas Anti Covid dan sistem ini juga perlu waktu untuk tumbuh dan berkembang, serta menjalin kekebalan dengan antigen yg telah disuntikkan di dalam vaksin pada Tahap I sebelumnya. Hal ini memakan waktu kira-kira 14 - 21 hari, barulah imunitas anti Covid bisa terbentuk aktif.

Jadi, pada masa sebelum 14 hari, pasca atau setelah suntikan ke-2 apabila berdekatan dengan orang yang positif Covid, maka akan TETAP BERBAHAYA, TETAP BISA TERJANGKIT, karena kekebalan anti Covid-nya belum siap.

Jadi bila dihitung-hitung, dari Vaksin ke-1 menuju Vaksin ke-2 hingga kekebalan tubuh itu terbangun, maka para penerima vaksin itu harus menunggu sekitar 2 bulan untuk mereka dinyatakan kebal covid sekitar 85% - 92%.

Jadi, bukannya vaksin itu tidak bagus dan tidak efektif, melainkan karena proses cara bekerja vaksin itu diibaratkan seperti membangun dinding tembok tanggul untuk menahan banjir, sepetak demi sepetak, waktu demi waktu, secara bertahap. Tidak seperti sulap/sihir: Simsalabim langsung kebal setelah disuntik.

Dikhawatirkan banyak yang salah paham dan berlaku salah, seolah-olah merasa diri langsung kebal, yang malah akan menyebabkan pertambahan ledakan kasus Covid. Dan akhirnya akan sia-sialah uang negara yang sudah keluar banyak untuk vaksin, apabila para penerima vaksin tidak patuh dan disiplin dalam mengikuti prosedur S.O.P. yang telah diinformasikan oleh petugas kesehatan terkait. Sedangkan perlu diketahui, bahwa saat ini banyak negara miskin yang tidak mampu untuk membeli vaksin Covid.

Salam Sehat🙏"

Benarkah setelah divaksin lebih mudah terinfeksi virus mengakibatkan kematian korban Covid-19 bertambah? Simak penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.   

Hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com,  klaim setelah divaksin lebih mudah terinfeksi virus mengakibatkan kematian korban Covid-19 bertambah tidak benar. 

Tingkat kerentanan untuk terinfeksi virus covid-19 sebelum dan sesudah vaksin sama saja, namun memang kekebalan (antibodi) yang diciptakan dari vaksin butuh waktu untuk terbentuk dan rentang waktunya 14 sampai 28 hari. Data dari Kemenkes, sebanyak 90 persen pasien Covid-19 yang meninggal karena tidak mau atau belum divaksin.   

Simak Video Berikut

2 dari 2 halaman

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi patner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.