Liputan6.com, Jakarta- Dunia pendidikan termasuk sistem yang diterapkannya, turut memberikan peran penting untuk meningkatkan literasi di Indonesia, karena sifat dasarnya yang dapat diakses oleh hampir seluruh rakyat Indonesia.
Hal tersebut dikemukakan oleh Wakil Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Irfan Junaedi, dalam sebuah gelar wicara daring tentang literasi media dengan membawa tema “Literasi Media untuk Mendorong Ekosistem Informasi Digital yang Sehat” pada Kamis, (28/10/2021).
Baca Juga
“Saya berharap banyak dengan dunia pendidikan karena itulah instrumen yang bisa mengakses hampir semua warga negara. Mulai dari tingkat SD, SMP, hingga SMA,”ucapnya.
Advertisement
Selain itu, literasi juga diperlukan pada jenjang universitas dan tentu tidak hanya jurusan jurnalistik maupun komunikasi, tetapi pada seluruh jurusan yang ada. Hal tersebut perlu dilakukan karena literasi merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki masyarakat di ruang lingkup digital ini.
Sayangnya, saat ini, situasi perkembangan teknologi sangat pesat, justru tidak diikuti dengan ekosistem media yang memadai serta edukasi literasi media ataupun digital yang cukup bagi masyarakat. Ditambah lagi, edukasi literasi yang kurang ini pun masih dihambat dengan berbagai macam hambatan lainnya yang disebut sebagai ‘penyakit digital’.
“Literasi digital ini udah lambat, tapi masih dihambat. Hambatannya itu ada digital illness seperti FoMO (Fear of Missing Out). Contohnya, kita secara tidak sadar dipaksa untuk membuat status,” ucap Dr. Rulli Nasrullah, Dosen Universitas Islam Indonesia (UIN) Syarif Hidayatullah, pada kesempatan yang sama.
Ia juga mengatakan, salah satu hambatan yang marak saat ini yaitu penyebaran hoaks yang tidak mengenal tingkat lapisan sosial pada masyarakat. Menteri, tokoh pers, hingga media nasional pun pernah dan dapat menyebarkan hoaks.
Maka dari itu, pemerintah diharapkan dapat meningkatkan tingkat literasi media maupun digital melalui kurikulum pendidikan untuk seluruh masyarakat Indonesia.
“Mungkin agak kontroversial ya. Ini tidak bisa dilakukan oleh media, LBH (LembagaBantuan Hukum), MAFINDO (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia), maupun akademisi. Iniharus dilakukan pemerintah. Contohnya, mata kuliah anti korupsi itu ada karena itu regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Jadi, kalau pemerintah membuat regulasi itu, semua kampus mau tidak mau mengikuti regulasinya,” ucap Rulli.
Namun, bukan berarti komponen selain pemerintah tidak penting, justru pihak lain juga dapat ikut mendorong tingkat literasi digital, salah satunya dengan menggunakan platform “Lentera Litera”, platform untuk belajar literasi media dan berita serta jembatan komunikasi antara masyarakat dengan media itu sendiri.
Amadea Claritta - Universitas Multimedia
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi patner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.
Advertisement