Sukses

Data: 75 Persen Video Obat COVID-19 di TikTok Mengandung Misinformasi

Konten misinformasi terkait obat COVID-19 juga beredar di TikTok. Apa yang sudah dilakukan untuk memberantas hoaks di aplikasi tersebut?

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi COVID-19 diikuti infodemi alias tsunami misinformasi yang menyebar liar. Penetrasi internet dan maraknya media sosial membuat aliran kabar bohong nyaris tak terbendung.

Salah satu misinformasi yang terbanyak adalah soal obat COVID-19, termasuk perawatan dan pencegahannya. Dari soal Ivermectin, bawang putih yang diklaim bisa mencegah COVID-19, atau produk susu beruang yang tiba-tiba ludes diborong masyarakat yang panik.

Salah satu platform media sosial yang menjadi sorotan terkait misinformasi soal virus corona adalah TikTok. Per Juli 2021, jumlah pengguna aplikasi itu di Indonesia mencapai 92,2 juta, mayoritas Generasi Z (Zoomer) dan Y (Millenial).

TikTok sendiri dalam unggahan blog resminya September 2021 mengklaim bahwa lebih dari 1 miliar orang di seluruh dunia menggunakan aplikasi tersebut setiap bulannya.

Sayangnya, TikTok dianggap kurang maksimal untuk mengambil tindakan mengurangi hoaks yang beredar di platformnya.

Padahal, studi NewsGuard yang dirilis September lalu mengungkap hanya butuh beberapa menit saja bagi pengguna baru TikTok dari kalangan anak-anak menemukan informasi hoaks atau salah tentang COVID-19.

Tim Liputan6.com mencoba mencari tahu mengenai misinformasi yang beredar di TikTok, khususnya terkait obat COVID-19. Hasilnya, 75 persen konten terkait itu mengandung misinformasi.

2 dari 6 halaman

Misinformasi di TikTok

Tim data Liputan6.com mengecek tagar #obatcovid_19 untuk mencari tahu penyebaran misinformasi di TikTok. Hasilnya, kami mendapatkan 260 video yang diunggah pengguna.

Riset dilakukan pada 30 September 2021, dan ada 75 persen yang mengandung konten misinformasi. Hasil itu didapat setelah mencocokkannya dengan database cek fakta Liputan6.com, data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), serta rilis World Health Organization (WHO).

Salah satu konten obat COVID-19 yang populer di TikTok adalah video obat-obatan COVID-19 yang ditonton lebih dari 150 ribu kali. Video seperti itu telah masuk cek fakta Kominfo karena mempromosikan obat corona tanpa resep dokter adalah hal berbahaya. 

Video-video obat COVID-19 dari TikTok mulai melonjak di pertengahan 2021 (Juni-Juli), meski misinformasi ini sebelumnya sudah muncul di akhir 2020. Videonya masih ada dan total jumlah penontonnya pun masih bertambah.

Data diambil dari TikTok pada 30 September dengan tagar obat_covid19 

Liputan6.com membuat enam kategori misinformasi COVID-19 pada tagar obatcovid_19 di TikTok, yakni makanan, minuman, ramuan, aktivitas, obat, dan religi.

Ramuan adalah bahan-bahan rebusan yang dibuat masyarakat sebagai obat COVID-19. Aktivitas terdiri atas berbagai kegiatan yang diklaim bisa menjadi obat COVID-19, bahkan berpotensi melanggar protokol kesehatan (prokes). Aktivitas keagamaan atau religi adalah ketika ajaran suatu agama dikaitkan dengan obat COVID-19.

Misinformasi yang paling dominan adalah makanan.

Pembagian misinformasi obat covid-19 dari data TikTok berdasarkan klaimnya. 

 

Makanan populer karena efek dari narasi obat COVID-19 adalah "makanan enak". Ada banyak video yang memakai audio "makanan enak", yang jika ditelusuri berasal dari pernyataan dr. Tirta Hudi yang mengatakan, "makanan enak adalah obat COVID-19".

Padahal, WHO menegaskan bahwa tidak ada jenis makanan yang bisa mencegah atau menyembuhkan COVID-19. Video dengan audio tersebut banyak beredar di TikTok. Ada juga yang menyebut pete sebagai obat corona dan ditonton hingga 10 ribu kali. 

 

3 dari 6 halaman

Ramuan-Ramuan Obat COVID-19 TikTok

Yang tak kalah populer di TikTok adalah ramuan obat COVID-19. Ada resep yang mengandung kelapa maupun pelepah pepaya. Video-video itu bisa ditonton hingga ratusan kali. Banyak lagi video yang mempromosikan obat-obatan yang diklaim menyembuhkan COVID-19.

Terkait aktivitas, ada video seperti balap motor yang dikaitkan dengan tagar obat COVID-19 dan PPKM. Video itu meraih banyak viewers dan likes. 

Ada pula aktivitas yang melibatkan banyak orang, seperti terkait perayaan keagamaan. Hal itu berpotensi melanggar prokes dan PPKM untuk mencegah penyebaran corona. 

Sebagai catatan, jumlah likes di suatu video tidak mencerminkan berapa kali video itu tersebar ke masyarakat. Ada video obat COVID-19 yang hanya dapat lima likes, tetapi ditonton 380 kali. Ada yang dapat 76 likes, tapi dilihat 3.600 kali. Video yang menyebut pete bisa menjadi obat COVID-19 mendapat 65 likes, tetapi ditonton hingga 11 ribu kali. 

Itu pun belum menghitung ketika video misinformasi itu disebar ke luar TikTok, baik itu melalui WhatsApp atau Instagram. Ini artinya ada risiko lebih banyak orang terekspos misinformasi obat COVID-19 yang beredar di TikTok.

4 dari 6 halaman

Kominfo: TikTok Harus Tanggung Jawab

Pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengakui bahwa memang ada konten-konten misinformasi di TikTok. Kementerian juga berkata ikut patroli di TikTok selama 24 jam. 

"Kominfo memiliki tim pengendalian Konten di bawah Ditjen Aptika, yaitu Tim AIS. Tim AIS melakukan patroli siber selama 24/7 keseluruh platform media sosial termasuk pada platform TikTok," ujar Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Pangerapan, kepada Liputan6.com, Senin (25/10). 

AIS yang dimaksud adalah Pengais Konten Negatif. Semuel juga berkata bahwa Kominfo memiliki kerja sama dengan TikTok, sehingga bisa secepatnya berkomunikasi dengan TikTok apabila diperlukan. 

Pasal 5 ayat (2) PP No. 71 Tahun 2019 tentang PSTE, penyelenggara sistem elektronik diwajibkan tidak memfasilitasi konten-konten yang dilarang oleh UU. TikTok pun lantas memiliki tanggung jawab untuk menangkal konten-konten tersebut. 

"Platform Tiktok harus memastikan seluruh konten yang ada pada platformnya tidak bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang ada di Indonesia," jelas Semuel. 

Ia menegaskan bahwa misinformasi terkait COVID-19 juga menjadi salah satu konten yang harus dicegah agar tidak menimbulkan polemik di masyarakat. Hukuman kepada platform yang menyebarkan misinformasi bisa mulai dari teguran hingga pemutusan akses. 

"Sesuai dengan PM No 5 tahun 2021, misinformasi termasuk dalam kategori meresahkan dan mengganggu ketertiban umum, sehingga perlu penanganan khusus dan secara cepat," jelas Semuel.

5 dari 6 halaman

Reaksi TikTok

TikTok berkata pihaknya "berusaha semaksimal mungkin" agar lingkungan aplikasi bisa tetap aman. Mereka juga mendorong agar pengguna melaporkan konten-konten bermasalah, termasuk mengenai COVID-19. 

"Kami mengambil tindakan serius terhadap konten yang menyesatkan mengenai COVID-19," ujar Faris Mufid, Public Policy & Government Relations TikTok Indonesia kepada Liputan6.com. 

Secara global, TikTok mengaku telah menghapus 27 ribu konten terkait disinformasi COVID-19 pada April-Juni 2021. Meski demikian, tak dijelaskan berapa konten COVID-19 di Indonesia yang dihapus.

TikTok mengaku telah berkolaborasi dengan komunitas-komunitas lokal dalam APAC Safety Advisory Council yang beranggotakan para ahli, termasuk Anita Wahid dari Jaringan Gusdurian dan MAFINDO (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia).

"Baru-baru ini, kami juga meluncurkan program #LawanCovid19 bersama KPCPEN, dimana kami bekerja sama dengan dokter profesional di TikTok untuk menyediakan informasi terakurat terkait COVID-19 dan vaksinasi," jelas Faris. 

Namun, hingga berita ini ditulis, konten-konten misinformasi #obatCOVID_19 di TikTok masih bisa diakses, baik itu yang mengajak membuat ramuan, resep obat tanpa petunjuk dokter, maupun misinformasi "makan enak" yang sudah dibantah WHO. 

6 dari 6 halaman

Infografis Hoaks COVID-19: