Sukses

Cek Fakta: Tidak Terbukti Lonjakan Protein pada Anak Usai Disuntik Vaksin COVID-19 Sebabkan Kerusakan Organ Tubuh

Beredar klaim tentang lonjakan protein usai divaksin COVID-19 menyebabkan kerusakan permanen pada organ tubuh anak-anak. Benarkah?

Liputan6.com, Jakarta - Klaim tentang lonjakan protein usai divaksin COVID-19 menyebabkan kerusakan permanen pada organ tubuh anak-anak beredar di media sosial. Klaim tersebut disebarkan salah satu akun Facebook pada 25 Desember 2021.

Akun Facebook tersebut mengunggah video berisi pernyataan dari Robert Malone, seorang ahli virus dan imunologi asal Amerika Serikat.

Dalam video itu, Malone mengatakan bahwa gen virus pada vaksin COVID-19 jika masuk ke dalam sel anak, menyebabkan lonjakan protein yang beracun. Protein tersebut diklaim menyebabkan kerusakan permanen pada organ penting anak-anak.

"Yang pertama adalah bahwa gen virus akan disuntikan ke dalam sel anak anda. Gen ini memaksa tubuh anak anda untuk membuat protein lonjakan beracun. Protein ini sering menyebabkan kerusakan permanen pada organ penting anak-anak, termasuk otak dan sistem saraf anda. Jantung, dan pemubuluh darah mereka termasuk pembekuan darah, sitem reproduksi," demikian pernyataan Malone dalam video tersebut.

"ASTAGHFIRULLAH.. 😭Tonton dan simak pernyataanDR. ROBERT MALONE. MDahli VIROLOGIST and IMMUNOGIST," tulis salah satu akun Facebook.

Konten yang disebarkan akun Facebook tersebut telah 3 kali dibagikan dan 44 kali ditonton warganet.

Benarkah lonjakan protein usai divaksin COVID-19 menyebabkan kerusakan permanen pada organ tubuh anak-anak? Berikut penelusurannya.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

2 dari 4 halaman

Penelusuran Fakta

Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim tentang lonjakan protein usai divaksin COVID-19 menyebabkan kerusakan permanen pada organ tubuh anak-anak. Penelusuran dilakukan dengan memasukkan kata kunci "robert malone vaccine children" di kolom pencarian Google Search.

Hasilnya terdapat beberapa artikel yang membantah klaim tersebut. Satu di antaranya artikel berjudul "Video makes inaccurate claims about Covid-19 shots harming children" yang dimuat situs factcheck.afp.com pada 24 Desember 2021.

Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa klaim tentang lonjakan protein usai divaksin COVID-19 menyebabkan kerusakan permanen pada organ tubuh anak-anak ternyata tidak terbukti.

Hal ini disampaikan oleh dokter penyakit menular dan Direktur Pusat Pendidikan Vaksin di Rumah Sakit Anak Philadelphia, Paul Offit.

"Itu salah. Tidak ada bukti, baik pada hewan percobaan atau manusia," kata Offit.

Rekan American Academy of Pediatrics Deborah Greenhouse juga sepakat dengan apa yang disampaikan Offit.

"Sama sekali tidak ada bukti bahwa protein lonjakan yang dihasilkan sebagai respons terhadap vaksin Covid-19 itu beracun," ucap Greenhouse.

"Protein lonjakan adalah target yang berguna untuk vaksin karena berbeda dari protein lain yang dapat diproduksi manusia. Jadi sistem kekebalan kita dapat mengenalinya sebagai benda asing dan memasang respons kekebalan terhadapnya. Juga tidak ada bukti. bahwa protein lonjakan tetap berada di dalam tubuh lebih lama daripada protein khas lainnya dan tidak ada bukti bahwa itu menyebabkan kerusakan yang signifikan," tambah Greenhouse.

Seorang dokter penyakit menular pediatrik di Rumah Sakit Nasional Anak di Washington DC, Alexandra Yonts juga mengemukakan hal yang sama. Ia menyebut tidak ada bukti yang mendukung bahwa protein yang diproduksi vaksin mRNA COVID-19 beracun.

"Jutaan orang di seluruh dunia kini telah divaksinasi dengan vaksin mRNA Covid-19, dan tindak lanjut keamanan yang ketat serta pengumpulan data tidak menunjukkan bukti toksisitas dalam skala besar," katanya.

Malone juga mengatakan bahwa protein lonjakan yang dihasilkan melalui vaksin mRNA Covid-19 sering menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada otak, sistem saraf anak-anak, jantung, pembuluh darah, dan sistem reproduksi. Namun klaim itu diragukan oleh Yonts.

"Itu benar-benar tujuan vaksinasi. Vaksin akan menyebabkan perubahan dalam sistem kekebalan, karena memberikan sistem kekebalan dengan target untuk mengembangkan memori kekebalan terhadap protein lonjakan untuk melindungi orang dari penyakit," kata Yonts.

"Sama sekali tidak ada bukti bahwa protein lonjakan dapat menyebabkan kerusakan permanen pada organ vital anak-anak," kata Greenhouse.

Sementara, terkait efek samping serius yang langka seperti miokarditis dan perikarditis memang benar adanya. Tapi, kata Yonts dan Offit kondisinya bersifat sementara.

"Miokarditis jelas merupakan konsekuensi dari vaksin mRNA. Jarang, tapi nyata. Berumur pendek, sementara dan sembuh sendiri," kata Offit.

Baik Offit dan Yonts mengatakan bahwa data menunjukkan kasus miokarditis yang jarang terjadi bukanlah akibat langsung dari lonjakan protein itu sendiri, seperti yang dikatakan Malone.

Para ilmuwan masih mempelajari kasus miokarditis ini, tetapi kemungkinan besar terkait dengan respons imun bawaan tubuh, bukan protein lonjakan vaksin COVID-19.

Dalam video itu, Malone juga mengklaim, tidak ada manfaat vaksinasi COVID-19 bagi anak-anak. Namun, sejumlah ahli juga menolak klaim ini.

"Lebih dari 1.000 anak sekarang meninggal karena infeksi COVID-19. Puluhan ribu dirawat di rumah sakit. Salah satu pasien saya dirawat di rumah sakit minggu lalu dengan penyakit signifikan akibat penyakit Covid," kata Greenhouse.

"Vaksin telah terbukti aman dan efektif untuk anak-anak berusia lima tahun ke atas. Rasio manfaat risiko berdasarkan data yang tersedia hingga saat ini jelas mendukung vaksinasi anak-anak usia lima-11 tahun," tambah dia.

Yonts juga menekankan vaksin sangat bermanfaat bagi anak-anak dan mencegah dampak buruk ketika terinfeksi COVID-19.

 

Referensi:

https://factcheck.afp.com/http%253A%252F%252Fdoc.afp.com%252F9V36YN-1

 

3 dari 4 halaman

Kesimpulan

Klaim tentang lonjakan protein usai divaksin COVID-19 menyebabkan kerusakan permanen pada organ tubuh anak-anak ternyata tidak terbukti. Sejumlah pakar kesehatan menyebut bahwa tidak ada bukti ilmiah yang mendukung klaim tersebut.

 

4 dari 4 halaman

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi patner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Video Terkini