Liputan6.com, Jakarta- Cek Fakta Liputan6.com mendapati klaim nikotin efektif obati Covid-19. Informasi tersebut diunggah salah satu akun Facebook, pada 28 Juli 2022.
Unggahan klaim nikotin efektif obati Covid-19 tersebut berupa tulisan
Baca Juga
"Receptor di otak yang mengawal diafragma mengecut adalah sasaran utama spike protein.
Advertisement
Nikotin berupaya menghalang spike protei ini mengikat kepada reseptor tersebutRupanya ada penelitian dilakukan terhadap nikotin dan ia berupaya menjadi pengobatan yg berkesan copidiot."
Tulisan tersebut disertai dengan video seorang yang sedang berbincara memabahas tentang nikotin memberikan perlindungan terhadap Covid-19, didalam video tersebut terdapat tulisan berbahasa melayu seperti berikut.
"Receptor di otak yang mengawal diafragma mengecut adalah sasaran utama spike protein.
Nikotin berupaya menghalang spike protei ini mengikat kepada reseptor tersebut
Rupanya ada penelitian dilakukan terhadap nikotin dan ia berupaya menjadi rawatan berkesan berkesan covid-19."
Jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai berikut.
"Reseptor di otak yang mengontrol diafragma yang berkontraksi adalah target utama lonjakan protein.
Nikotin mampu mencegah lonjakan protein ini mengikat reseptor
Ternyata penelitian tentang nikotin telah dilakukan dan mampu menjadi pengobatan yang efektif untuk Covid-19."
Benarkah nikotin efektif obati Covid-19? Simak hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.
 Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Penelusuran Fakta
Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim nikotin efektif obati Covid-19, dalam artikel berjudul "Cek Fakta Kesehatan: Benarkah Asap Rokok Bisa Membunuh Virus Corona?" yang dimuat Liputan6.com, dokter spesialis paru Feni Fitriani, Ketua Pokja Masalah Rokok Perhimpunan Dokter Paru Indonesia membatah klaim tersebut.
"Ada yang memelintir, 'gak apa-apa merokok, virusnya bisa mati karena virusnya tidak tahan panas,'" kata Feni.
"Itu tidak benar kalau mengatakan bahwa merokok malah melindungi," Feni menambahkan. Bahkan, menjadi perokok sesungguhnya membuat seseorang lebih mudah menjadi sakit. Bukan hanya virus corona namun juga penyakit lainnya seperti kanker paru.
Feni mengatakan, tanpa COVID-19 saja, seorang perokok sesungguhnya sudah memiliki kerusakan pada saluran napasnya.
"Tapi karena efeknya merokok jangka panjang setelah 20 tahun, 30 tahun, tidak secepat COVID-19, jadi abai," kata Feni.
Prof. Dr. Amin Soebandrio, Kepala Lembaga Biologi dan Pendidikan Tinggi Eijkman Kementerian Ristekdikti mengatakan bahwa merokok meningkatkan reseptor ACE 2, yang oleh para peneliti, ditemukan menjadi reseptor bagi virus corona penyebab COVID-19.
Dia mengibaratkan, reseptor tersebut seperti sebuah pelabuhan yang jika menjadi lebih banyak tempat berlabuhnya, maka kapal yang akan datang akan semakin banyak pula.
"Karena ACE 2 ekspresinya meningkat, otomatis dalam data menyebutkan sel paru perokok itu menjadi lebih rentan terhadap infeksi saluran napas. Jadi memfasilitasi masuknya virus," kata Amin dalam kesempatan yang sama.
Terkait dengan klaim nikotin dapat menahan laju spike protein atau kenaikan protein, Cek Fakta Liputan6.com menguhungi Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada yang juga Pakar Farmakologi dan Farmasi Klinik UGM Prof Apt Zullies Ikawati, Ph.D.
Zullies mengatakan, dia ada hubungan nikotin dengan protein dalam pengobatan.Â
"Tidak ada hubungannya nikotin dengan protein," kata Zullies, saat berbincang dengan Liputan6.com.
Menurut Zullies tidak ada lonjakan protein sebab protein di dalam tubuh tidak bisa berkembang biak.
"Lha memangnya protein itu mahluk hidup yang bisa berkembang biak?," ujarnya.
Dalam artikel berjudul "Fact check: Are smokers at less risk for contracting the coronavirus?" yang dimuat situs usatoday.com Badan Pengawas Obat dan Makanan AS merevisi sikapnya terhadap COVID-19 dan nikotin, dengan mengatakan nikotin juga dapat meningkatkan kemungkinan tertular virus corona. Dilaporkan pada awal bulan bahwa perokok dapat memiliki hasil yang lebih buruk dari virus.
"Orang yang merokok mungkin berisiko lebih tinggi terinfeksi virus yang menyebabkan Covid-19, dan mungkin memiliki hasil yang lebih buruk dari Covid-19," kata badan tersebut kepada Bloomberg News.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit A.S. mengeluarkan panduan bahwa orang dengan kondisi medis seperti penyakit paru-paru kronis, tekanan darah tinggi, dan diabetes memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit parah akibat virus.
Sebuah posting oleh Pusat Penelitian dan Pendidikan Pengendalian Tembakau di Universitas San Francisco mengatakan orang dapat mengurangi risiko tertular virus corona dengan membuang produk rokok dan vaping.
"Ketika paru-paru seseorang terkena flu atau infeksi lain, efek buruk dari merokok atau vaping jauh lebih serius daripada di antara orang yang tidak merokok atau vape," tulis postingan tersebut.
Direktur eksekutif Unit Penelitian Tembakau Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Toronto Ontario, mengatakan kepada Global News. Dia mengatakan bahwa bahkan jika nikotin berperan dalam mencegah virus, itu dapat menyebabkan lebih banyak bahaya daripada COVID-19 jika semua orang mulai merokok.Tulisan berjudul "Pernyataan WHO: Penggunaan tembakau dan COVID-19" yang dimuat situs resmi WHO who.int menyebutkan tembakau membunuh lebih dari 8 juta orang di seluruh dunia tiap tahunnya. Lebih dari 7 juta kematian ini diakibatkan oleh penggunaan langsung tembakau dan sekitar 1,2 juta diakibatkan paparan asap rokok orang lain.
Merokok diketahui menjadi faktor risiko berbagai infeksi saluran pernapasan dan meningkatkan tingkat keparahan penyakit saluran pernapasan. Pengkajian atas penelitian yang dilakukan pakar-pakar kesehatan masyarakat yang diadakan oleh WHO pada tanggal 29 April 2020 mendapati bahwa perokok lebih tinggi kemungkinannya menderita penyakit COVID-19 yang parah dibandingkan orang yang tidak merokok.
COVID-19 merupakan suatu penyakit menular yang utamanya menyerang paru-paru. Merokok merusak fungsi paru-paru sehingga tubuh lebih sulit melawan coronavirus dan penyakit-penyakit lain. Tembakau juga merupakan faktor risiko besar bagi penyakit-penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, kanker, penyakit saluran pernapasan, dan diabetes. Orang-orang yang menderita gangguan-gangguan kesehatan ini lebih berisiko sakit parah saat terkena COVID-19. Penelitian yang ada menunjukkan bahwa perokok lebih berisiko menderita penyakit yang parah dan kematian.
Sumber:Â
https://www.who.int/indonesia/news/detail/11-05-2020-pernyataan-who-penggunaan-tembakau-dan-covid-19
https://www.usatoday.com/story/news/factcheck/2020/05/03/covid-19-fact-check-caution-urged-study-virus-smoking/3055378001/
Advertisement
Kesimpulan
Hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com, klaim nikotin efektif obati Covid-19 tidak benar.
Pengkajian atas penelitian yang dilakukan pakar-pakar kesehatan masyarakat yang diadakan oleh WHO pada tanggal 29 April 2020 mendapati bahwa perokok lebih tinggi kemungkinannya menderita penyakit COVID-19 yang parah dibandingkan orang yang tidak merokok.
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi patner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.
Advertisement