Liputan6.com, Jakarta- Sekolah memiliki peran dalam mengatasi diinformasi. Beberapa langkah penting yang dapat dilakukan adalah dengan mencari dan membaca berbagai sumber dan tidak menyebarkan konten yang meragukan.
Situs theconversation.com menyebutkan, di Australia, ada beberapa inisiatif yang patut diperhatikan. Para guru di Camberwell Grammar School di Canterbury, Victoria telah memanfaatkan sumber yang diproduksi oleh ABC Education untuk mengajari siswa cara mengidentifikasi sumber berita yang kredibel.
Baca Juga
Di samping itu, program percontohan University of Canberra menggunakan prinsip “lateral reading” Stanford University sedang diuji coba di tiga sekolah dasar dan sekolah menengah di ACT (Australian Capital Territory) atau Wilayah Ibu Kota Australia tahun ini. Program ini memberi instruksi kepada peserta untuk mencari tahu dan memeriksa Wikipedia jika mereka menemukan klaim yang tidak diketahui atau meragukan. Jika tidak dapat diverifikasi, tinggalkan klaim tersebut.
Advertisement
Edukasi informasi seperti ini perlu dilengkapi dengan kesadaran akan norma dan nilai demokrasi. Tidak hanya itu, pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya privasi juga harus diimplementasikan: semakin banyak kita berbagi tentang diri kita, semakin besar kemungkinan kita menjadi sasaran kampanye disinformasi.
Meskipun disinformasi dapat berlanjut dan bahkan semakin berkembang di wilayah tertentu, beberapa cara terbaik untuk melindungi diri dari disinformasi adalah dengan memastikan bahwa kita membaca informasi dari berbagai sumber yang kredibel, menggunakan layanan pengecekan fakta, dan menjadi lebih bijaksana tentang informasi yang kita baca dan bagikan.
Sederhananya, jangan menanggapi perilaku oknum-oknum yang menyebarkan informasi untuk mencari perhatian atau memicu konflik – atau platform di mana mereka berada.
Bentengi Generasi Muda dari Hoaks, Edukasi Cek Fakta Sasar Siswa dan Mahasiswa
Sekolah dan kampus menjadi sasaran sosialisasi materi cek fakta dan literasi media, hal ini merupakan upaya untuk memerangi hoaks yang beredar di tengah masyarakat.
Hal itu mengemuka dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan oleh Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di Jakarta, Senin-Selasa (24-25/10/2022).
“Tujuannya untuk mengembangkan nalar kritis siswa dan mahasiswa. Apa yang harus mereka lakukan saat menerima informasi, sehingga mereka memiliki skill memilah mana hoaks, mana fakta. Tidak mudah terlena oleh informasi yang mereka terima dari medsos maupun media perpesanan,” ujar Septiaji Eko Nugroho, Ketua Presidium Mafindo, dalam keterangan tertulis.
Materi cek fakta itu diyakini sebagai imunisasi bagi siswa dan mahasiswa agar mampu membedakan fakta dan hoaks yang bertebaran melalui gawai dan piranti digital lainnya.
Untuk melebarkan jangkauan edukasi soal cek fakta ini, perlu memasukkan materi cek fakta ke sekolah dan kampus.
AJI, AMSI, dan Mafindo didukung Google News Initiative memiliki platform cekfakta.com yang berfungsi untuk cek fakta terhadap informasi yang beredar. Sehingga dapat memudahkan masyarakat membedakan informasi yang benar dan hoaks.
Advertisement
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi patner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.