Sukses

Tak Hanya Masyarakat, Edukasi Literasi Digital Juga Harus Sasar Pejabat dan Parpol

Media kerap kali menyoroti sasaran utama dari literasi digital adalah masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat media sosial sekaligus CEO Komunikonten Hariqo Wibawa Satria menyebut sasaran edukasi literasi digital bukan hanya masyarakat umum saja. Namun sasaran edukasi literasi digital juga harus diperluas pada pejabat maupun seluruh penyelenggara pemilu.

Terlebih menjelang pemilu, marak bertebaran hoaks dan hate speech. Jika dibiarkan tentu berpotensi menimbulkan konflik antar masyarakat itu sendiri.

"Sasaran dari literasi digital itu, titik tekannya bukanlah masyarakat yang utama. Sama kayak revolusi mental, kan sasaran utamanya itu agak salah kaprah itu masyarakat. Jadi, sasaran utama literasi digital saat ini adalah penyelenggara pemilu, parpol, peserta pemilu, para pejabat, menteri, ASN. Mereka dulu deh yang dibenerin literasi digitalnya. Kalau mereka sudah benar, baru enak memberikan teladan pada masyarakat," ungkap Hariqo dengan tegas saat diwawancarai tim Cek Fakta Liputan6.com.

Hariqo menyebut, selama ini sudah banyak media yang berkolaborasi untuk meluruskan berbagai hoaks, termasuk di Liputan6.com.

Menurutnya, usaha media sudah cukup baik dalam hal ini. Namun, ia mempertanyakan bagaimana usaha dari partai-partai politik dalam meluruskan hoaks yang beredar terkait Pemilu tersebut.

"Selama ini saya melihat sudah banyak media membantu meluruskan hoaks-hoaks soal partai politik dan sebagainya. Tapi upaya dari partai politiknya apa? Setidaknya parpol sebagai peserta pemilu dan lembaga penyelenggara Pemilu juga melaporkan hoaks-hoaks itu dan berkoordinasi dengan pihak media sehingga setiap orang lebih mudah mendeteksi hoaks dan hate speech," kata Hariqo.

2 dari 4 halaman

Kaitan Hate Speech dan Hoaks dengan Kecakapan Literasi Digital

Hate speech dan hoaks sangat berkaitan dengan literasi digital. Literasi digital adalah kemampuan untuk memahami, menggunakan, dan mengevaluasi informasi yang ditemukan di media digital. Ketika seseorang kurang memiliki literasi digital yang memadai, mereka lebih rentan untuk menjadi korban hoaks atau terpengaruh oleh hate speech.

Kurangnya kemampuan untuk mengevaluasi kebenaran informasi yang ditemukan di internet membuat orang lebih mudah terjebak oleh hoaks. Orang yang kurang paham tentang cara mencari dan memverifikasi sumber informasi yang sahih cenderung mudah terpengaruh oleh hoaks. 

Literasi digital yang rendah juga membuat seseorang kurang mampu memahami konteks sosial dan politik di balik hate speech. Orang yang tidak memahami konsekuensi dari bahasa kasar dan diskriminatif dapat memperkuat dan menyebarkan hate speech tanpa menyadari dampak negatifnya.

Oleh karena itu, meningkatkan literasi digital dan mempelajari keterampilan untuk mengevaluasi dan memverifikasi informasi secara akurat sangat penting untuk memerangi hate speech dan hoaks serta melindungi diri dari dampak buruknya.

3 dari 4 halaman

Mengapa Pejabat Perlu Memiliki Kecakapan Literasi Digital?

Pejabat perlu menjadi sasaran utama literasi digital saat ini. Hal ini dikarenakan pejabat memiliki tanggung jawab untuk menyebarkan informasi yang akurat dan bertanggung jawab kepada masyarakat. Selain itu, pejabat sering menjadi sumber informasi publik yang terkait dengan isu-isu sosial, politik, dan ekonomi yang penting.

Meningkatkan literasi digital pejabat sangat penting agar mereka dapat memahami cara mengidentifikasi hoaks, memverifikasi sumber informasi yang akurat, dan memastikan bahwa informasi yang mereka sampaikan adalah benar dan akurat. Pejabat juga harus belajar bagaimana menggunakan media sosial dan platform digital lainnya dengan etika dan bertanggung jawab.

Hariqo menuturkan, pejabat saat ini masih kurang kesadaran dari segi digital empathy (empati digital). Di tengah pandemi, kemiskinan, pengangguran dan bencana alam yang terjadi di Indonesia, para pejabat bahkan keluarganya menunjukkan nirempati mereka pada masyarakat dengan pamer harta di media sosial. 

"Kesadaran bermedia sosial, perlu diterapkan dari atas sampai bawah. Kesadaran media sosial itu media publik yang bisa diakses oleh banyak orang, bukan masyarakat saja, tapi para pejabat juga. Kalau melihat dari kasus-kasus terakhir dengan banyaknya pejabat yang pamer di media sosial, artinya kita meragukan apakah ada literasi digital di kementerian maupun lembaga negara yang besar-besar itu? Karena masyarakat juga akan tetap melihat dan menilai dari situ. Jadi jangan hanya bilang masyarakat ini yang literasi digitalnya tidak bagus. Sebetulnya juga pejabat dan keluarganya pada tidak bagus literasinya."

 

 

4 dari 4 halaman

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi patner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.