Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif ICT Watch, Indriyatno Banyumurti menjelaskan, banyak korban love scamming yang mengenal pelaku dari media sosial dan aplikasi kencan, seperti Facebook, Tinder, dan Bumble.
Pelaku love scamming biasanya memakai foto profil menarik dengan profesi yang bisa menimbulkan rasa kagum bagi korbannya.
“Pelaku mengambil foto orang-orang yang good looking, lalu mencantumkan profesi mentereng di profil media sosial atau aplikasi kencan,” jelas Indriyatno Banyumurti dalam media talk dengan tema “Cegah Perempuan Terjerat Love Scamming”, Jumat (8/9/2023), seperti dikutip dari Antara.
Advertisement
Aksi pelaku diawali dari mengirim pesan sambil menyapa ramah nan manis terhadap korbannya. Sering kali rayuan-rayuan dikeluarkan dari pelaku di ruang chat untuk terus menarik korban.
“Bahkan pelaku membawa nama Tuhan, seperti saya (pelaku) diarahkan oleh Tuhan untuk melihat profil kamu,” ujarnya.
Dari rayuan manis tersebut kemudian berujung pada pelaku meminta sejumlah uang milik korban.
Indriyatno menjelaskan pelaku love scamming sangat sabar dalam menjalankan aksinya. Pelaku tidak langsung serta-merta meminta sejumlah uang kepada korban. Pelaku akan berusaha menumbuhkan rasa percaya korban dalam waktu dua hingga tiga bulan.
“Dari mulai kenalan hingga pinjam uang bisa dua hingga tiga bulan. Mereka (pelaku) sangat sabar dalam menumbuhkan kepercayaan korban,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan, love scamming umumnya memiliki dua modus, yang pertama adalah untuk mencuri uang korban.
“Dari ajakan investasi bareng, lalu ada yang mengaku kirim barang mewah kemudian tertahan di Bea Cukai dan pajak Bea Cukai yang harus dibayar korban. Ada juga yang beralasan kondisi darurat keluarga dan pelaku tidak punya akses ke bank,” paparnya.
Kemudian modus lainnya adalah memeras korban dengan foto tidak senonoh. Untuk modus seperti ini, awalnya pelaku akan memaksa korban mengirimkan foto tidak senonoh, kemudian fotonya itu akan dijadikan alat untuk memeras korban.
Love scam adalah penipuan dengan kedok asmara. Pelaku akan melibatkan perasaan dan berusaha untuk mendapatkan kasih sayang korban hingga korban teperdaya.
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.
Advertisement