Liputan6.com, Jakarta - Salah satu faktor hoaks kerap menyebar di masyarakat adalah karena manusia memiliki sisi emosional. Terkadang hoaks menyasar sisi sensitif emosional tersebut sehingga masyarakat percaya dan menyebarkannya.
Bahkan peredaran hoaks semakin meningkat jika ada peristiwa besar seperti pemilihan umum. Menariknya hoaks bertema politik tidak hanya bernarasi negatif tetapi juga memiliki narasi positif.
Baca Juga
"Biasanya hoaks dengan narasi positif, jika sampai pada masyarakat fanatik itu akan tersebarnya akan lebih cepat. Pasalnya masyarakat ingin dapat asupan informasi tapi tidak peduli bahwa yang mereka share itu informasi palsu dan bahkan juga mereka tidak paham apa yang mereka sebarkan," ujar Puji Susanti, Presidium Mafindo kepada Liputan6.com.
Advertisement
Salah satu cara untuk mencegah beredarnya hoaks adalah dengan melakukan edukasi pada masyarakat. Salah satunya yang dilakukan oleh Mafindo yang meginisiasi Satgas Pemilu. Satgas Pemilu ini dibentuk dengan tujuh presidium yang terlibat dan ditambah anggota relawan Mafindo dari beberapa wilayah.
"Jadi meskipun satgas pemilu ini dibentuk oleh Mafindo, harapan kita bukan hanya Mafindo juga yang terlibat. Kita juga melibatkan banyak berbagai organisasi komunitas maupun instasi yang bisa mendukung satgas pemilu ini," katanya.
Edukasi Mafindo Mengatasi Hoaks Pemilu
Mafindo telah melakukan campaign dan edukasi untuk mengajak masyarakat mengenai misinformasi dan disinformasi di ruang publik dengan melakukan kelas offline maupun online. Edukasi ini meliputi kelas yang sedang berjalan, yakni kelas cek fakta, kelas prebunking dan program kelar nalar yang menyasar lansia dan juga akademisi yang berkolaborasi dengan KPU dan Bawaslu.
"Kita juga ada beberapa aplikasi-aplikasi yang bisa membantu masyarakat untuk ikutan berkolaborasi mencegah dan mengatasi hoaks pemilu, misalkan melalui cek fakta dengan tema terkait dengan Pemilu dan kita ingin memberikan pemahaman lebih jernih kepada masyarakat bahwa hoaks itu berbahaya," ujarnya.
Tak hanya itu, Mafindo sedang membuat board game bernama Warna Pilihanku. Ini merupakan gim adaptasi dari fenomena hoaks pemilu di masyarakat Indonesia. Dalam gim ini kita harus menentukan warna (warung nasi) yang kita pilih atau favorit.
"Game ini ibaratnya kita mencoba menganalogikan pemilihan umum kalau di Indonesia kita memilih calon presiden, tapi kalau di game ini kita memilih warung nasi pilihan. Dari sini kita belajar dengan kartu-kartu debunk, prebunk terus kita mengetahui tools-tools periksa fakta apa yang bisa kita gunakan dan lain sebagainya," katanya menambahkan.
Advertisement
Berpikir Kritis
Di sisi lain, Puji mengatakan pemahaman terkait hoaks juga harus diberikan pada masyarakat. Selain itu edukasi untuk berpikir kritis juga penting agar hoaks tak menyebar.
"Behavior masyarakat itu harus berubah dari yang asal terima informasi menjadi coba berpikir kritis dengan efektif serta melihat atau menyimak dulu jika terjadi keraguan,” kata Puji.
Ia juga menambahkan penyebaran konten hoaks tak jarang karena interaksi masyarakat pada konten tersebut di media sosial.
"Jadi mending langsung aja diblokir kalau memang yakin itu hoaks atau mungkin hoaks yang mengandung hasutan kebencian," katanya menambahkan.
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.
Advertisement