Liputan6.com, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bersama Google News Initiative (GNI) menggelar serangkaian Webinar dengan tema "Memahami Fenomena Misinformasi dan Disinformasi dari Perspektif Psikologi," pada Selasa, 24 Oktober 2023.
Hadi Purnama, selaku Dosen Universitas Telkom sekaligus Trainer GNI-AJI mengatakan, paparan hoaks bisa dicegah dengan teori psikologi. Menurut Hadi, ada tiga teori psikologi yang penting diketahui masyarakat untuk memahami proses mental masing-masing dalam menghadapi hoaks yang beredar.
Advertisement
Baca Juga
Yang pertama adalah teori disinhibisi online, yakni teori dalam psikologi yang menjabarkan tentang keterbukaan perilaku individu dalam lingkungan online yang lebih ekspresif dibandingkan di dunia offline.
Hal ini dikarenakan adanya konsep anonim, sehingga memicu individu untuk lebih nyaman berinterkasi secara bebas dan minimnya rasa takut, karena kurangnya konsekuensi langsung. Seringkali Disinhibisi yang tak terkendali dapat memicu perilaku kasar dan menyimpang.
Kedua yaitu the filter bubble theory. Teori ini merupakan teori psikologi yang menggambarkan tentang algoritma media sosial yang cenderung mempersempit eksposur para pengguna terhadap informasi yang sejalan dengan pandangan dan preferensi mereka. Sederhananya, para pengguna hanya terpapar pada konten yang mendukung bias mereka dan mengisolasi dari pandangan berbeda.
Ketiga adalah teori inokulasi. Teori ini menyatakan bahwa individu dapat mempersiapkan diri terhadap pengaruh pesan yang meragukan dengan terlebih dahulu menerima informasi atau argumen yang melawan pesan tersebut. Sederhananya, teori ini dianalogikan seperti vaksinasi.
Menurut Hadi, motif penyebaran hoaks oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab dilatarbelakangi karena adanya motif ekonomi, politik, ideologi, kebencian, dan iseng.
"Dampak media sosial itu sangat-sangat besar terhadap penyebaran hoaks karena tidak sulit dijangkau oleh monitor, terutama oleh pihak-pihak pengecek fakta" tuturnya.
Melihat besarnya dampak yang diperikan dari kehadiran misinformasi, Hadi menjabarkan 3 langkah memitasi bahaya dari penyebaran misinformasi. Pertama adalah preventif-edukatif. Langkah ini perlu dipersiapkan untuk menghindari misinformasi adalah dengan mengedukasi publik tentang literasi digital dan langkah selanjutnya adalah prebunking yang berbasis fakta, logika, dan sumber kredibel.
Kedua yakni korelatif. Langkah yang perlu dilakukan adalah debunking atau pengecekan fakta dari misinformasi yang menyebar luas. Terakhir adalah represif, yakni dapat dilakukan adalah dengan cara melakukan penegakan hukum dan memberikan sanski perdata dan pidana kepada oknum-oknum yang menyebarluaskan hoaks yang dapat merugikan masyarakat.
Â
Â
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.
Advertisement