Liputan6.com, Jakarta - Menjelang Pemilu 2024, Ketua Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho, mengimbau masyarakat untuk bersikap skeptis dan terus melakukan pengecekan fakta terhadap setiap informasi yang diterima melalui media sosial.
"Sikap skeptis tersebut dilanjutkan dengan usaha untuk melakukan pengecekan fakta (fact-checking) dan mengikuti atau berlangganan (subscribe) kanal-kanal bermutu, seperti media yang terverifikasi," ujarnya dikutip dari Antara.
Ia menambahkan terdapat perbedaan bentuk hoaks yang tersebar antara periode Pemilu 2019 dan Pemilu 2024 mendatang. Menurutnya, bentuk hoaks pada Pemilu 2019 mayoritasnya masih berupa foto. Sedangkan, saat ini lebih banyak hoaks berbentuk video yang tersebar di beberapa platform media sosial.
Advertisement
"Ditambah lagi, penyebarannya saling silang. Jadi, misalnya sudah nyebar di YouTube, suatu waktu nanti disebarkan melalui WhatsApp, atau misalnya dari TikTok diunggah lagi di Facebook," ucapnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, Septiaji meminta masyarakat untuk mengendalikan emosinya sebelum mengecek kebenaran atas informasi yang diterima. Ia juga mengimbau masyarakat untuk berhati-hati saat menemukan konten video di media sosial.
Ia menyarankan agar masyarakat melakukan pengecekan informasi yang terkandung dalam konten video tersebut di mesin pencarian Google. Selain itu, penting pula untuk masyarakat agar hanya mengikuti akun-akun media sosial yang terverifikasi dan memiliki kredibilitas yang jelas.
Ciri-Ciri Hoaks Bentuk Video di Tahun Politik
Septiaji juga menjelaskan ciri-ciri hoaks berformat video yang marak beredar menjelang Pemilu 2024. Ciri yang pertama adalah biasanya hoaks tipe ini memiliki durasi satu hingga lima menit, dan berisi potongan beberapa video yang dijadikan satu kemudian ditambahkan judul yang bombastis.
"Nah, itu sebenernya video-video tuh banyak yang tipenya sama, yaitu video itu durasinya bisa satu menit sampai lima menit ya. Isinya adalah potongan-potongan dari beberapa video, misalnya video-video dari media yang terverifikasi dijadikan satu, kemudian dibikin judul yang bombastis," katanya menjelaskan.
Selain dilihat dari durasi dan judul yang biasa dipakai, hoaks jenis video juga biasanya menggunakan foto sampul hasil editan yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan isi video di dalamnya.
Berkaitan dengan modus-modus hoaks yang telah disebutkan di atas, Septiaji mengingatkan masyarakat untuk tetap bersikap skeptis atas video yang diterimanya melalui aplikasi perpesanan ataupun media sosial.
"Judul-judul yang bombastis, video-video yang mengadu domba saat ini menjadi modus yang banyak digunakan oleh penyebar hoaks, entah motivasinya politik ataupun ekonomi, bisa jadi keduanya," ujarnya.
Â
Advertisement
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.