Liputan6.com, Jakarta - Cek Fakta Liputan6.com mendapati klaim genosida lewat virus nyamuk bionik buatan Bill Gates, informasi tersebut diunggah salah satu akun WhatsApp, pada 22 November 2023.
Klaim genosida lewat virus nyamuk bionik buatan Bill Gates menampilkan tulisan sebagai berikut.
Baca Juga
"Now....
Advertisement
Genosida gelombang ke II setelah Covid 19.
Virus nyamuk bionik buatan Yahudi billgate.
Bersiaplah...."
Benarkah klaim genosida lewat virus nyamuk bionik buatan Bill Gates? Simak hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.
Penelusuran Fakta
Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim genosida lewat virus nyamuk bionik buatan Bill Gates, menggunakan Google Search dengan kata kunci 'nyamuk Bill gates'. Penelusuran mengarah pada sejumlah artikel, salah satunya berjudul "Peneliti: Nyamuk Wolbachia Bukan Rekayasa Genetik Apalagi Nyamuk Bionik" yang dimuat situs Liputan6.com, pada 20 November 2023.
Dalam artikel situs Liputan6.com, peneliti riset nyamuk ber-Wolbachia di Yogyakarta, dr Riris Andono Ahmad MPH PhD, mengatakan bahwa saat ini memang banyak disinformasi sistematik.
"Saat ini memang banyak disinformasi yang sangat sistematik, mengkaitkan dengan nyamuk bionik, mengkaitkan dengan penyakit yang lain yang tak berkaitan sama sekali itu merupakan disinformasi yang sistematik," kata Doni, panggilan akrab Riris dalam dalam media briefing daring bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada Senin, 20 November 2023.
Doni, menjelaskan, setiap penyakit yang berbasis vektor memiliki vektornya sendiri-sendiri. Artinya, satu vektor tidak bisa memengaruhi penyakit yang bukan disebabkan oleh vektor yang sama.
Dia memberi contoh, pada vektor berupa nyamuk Aedes aegypti, penyakit yang bisa ditularkan ada empat yakni dengue, zika, chikungunya, dan yellow fever. Sehingga tidak memengaruhi jumlah penyakit yang disebabkan oleh vektor lain.
"Aedes aegypti hanya bisa menularkan empat penyakit, dengue, zika, chikungunya, dan yellow fever. Bisa jadi mungkin ada penyakit baru lagi yang muncul," katanya.
"Tapi kalau kemudian penyakit lain itu disebarkan oleh vektor nyamuk yang lain, ya tinggi rendahnya penyakit tersebut tidak akan dipengaruhi oleh vektor yang bukan perantaranya," ujar Doni.
Dengan kata lain, vektor Aedes aegypti akan memengaruhi empat penyakit di atas. Sedangkan penyakit lain seperti Japanese Encephalitis, disebarkan oleh vektornya sendiri yakni nyamuk Culex, jenis nyamuk yang berbeda dari Aedes aegypti.
Seperti dipaparkan di atas, Aedes aegypti dapat memicu empat penyakit yakni dengue, zika, chikungunya, dan yellow fever.
Maka dari itu, nyamuk berbakteri Wolbachia tidak hanya berpengaruh pada penurunan angka DBD tapi juga pada chikungunya, zika, dan yellow fever.
"Wolbachia itu juga bisa mencegah atau menurunkan kasus Zika dan chikungunya hingga masing-masing 56 persen dan 37 persen," kata Doni.
Penelusuran juga mengarah pada artikel berjudul "Peneliti Sebut Nyamuk Wolbachia Bukan Hasil Modifikasi Genetik di Laboratorium" yang dimuat situs Liputan6.com, pada 20 November 2023, dalam artikel tersebut Prof dr Adi Utarini MSc, MPH, PhD mengatakan, teknologi wolbachia bukan modifikasi genetika yang dilakukan di laboratorium.
"Bakteri wolbachia maupun nyamuk sebagai inangnya bukanlah organisme hasil dari modifikasi genetik yang dilakukan di laboratorium. Secara materi genetik baik dari nyamuk maupun bakteri wolbachia yang digunakan, identik dengan organisme yang ditemukan di alam," ungkap peneliti Universitas Gadjah Mada itu.
Wolbachia sendiri adalah bakteri yang hanya dapat hidup di dalam tubuh serangga, termasuk nyamuk. Wolbachia tidak dapat bertahan hidup di luar sel tubuh serangga dan tidak bisa mereplikasi diri tanpa bantuan serangga inangnya. Ini merupakan sifat alami dari bakteri wolbachia dan secara alami bakteri tersebut ditemukan di dalam tubuh nyamuk aedes albopictus.
“Wolbachia secara alami terdapat pada lebih dari 50 persen serangga, dan mempunyai sifat sebagai simbion (tidak berdampak negatif) pada inangnya. Selain itu, analisis risiko yang telah dilakukan oleh 20 ilmuwan independen di Indonesia menyimpulkan bahwa risiko dampak buruk terhadap manusia atau lingkungan dapat diabaikan,” lanjut akademisi yang karib disapa Prof Uut itu.
Penelusuran juga mengarah pada artikel berjudul "Guru Besar UI Jelaskan Bakteri Wolbachia Tidak Menginfeksi Manusia" yang dimuat situs Liputan6.com, dalam artikel itu Guru Besar Ilmu Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Indonesia Prof Anom Bowolaksono menjelaskan, bakteri Wolbachia tidak menginfeksi manusia. Lebih lanjut, Anom mengatakan, bakteri tersebut merupakan bakteri alami yang terdapat di dalam tubuh serangga, termasuk nyamuk.
Beberapa negara seperti Australia dan Singapura, kata Anom, pun telah menerapkan inovasi Wolbachia dan berhasil efektif menekan lajut kasus demam berdarah Dengue (DBD).
"Masalah bagi manusia adalah bagaimana menurunkan angka penderita DBD. Sampai saat ini penyakit DBD masih belum ada obatnya. Maka dari itu, salah satu alternatifnya adalah memutus rantai vektor dengan cara menekan populasi nyamuk pembawa virus Dengue," ujarnya, dilansir Antara.
Menurutnya, untuk terjadinya wabah atau penyakit maka harus dilihat dari jumlah vektor dan jumlah penderitanya. Jika jumlah vektor menurun, maka penyakit tidak akan menular dengan baik. Hal itu akan berujung pada penurunan angka penyebaran.
Secara penelitian, bakteri Wolbachia, kata Anom, mampu mengurangi kapasitas nyamuk dengan menyasara pada jaringan reproduksi. Jika bakteri Wolbachia disisipkan pada nyamuk jantan, maka akan membuat nyamuk tersebut menjadi lebih feminiin dan tidak bisa menghasilkan spermatozoa. Begitu pula pada nyamuk betina, Wolbachia akan menyerang jaringan reproduksi dan menyebabkannya tidak bisa bertelur.
Nantinya, nyamuk menjadi tidak berkembang dan tidak mampu menularkan virus Dengue pada manusia yang terkena gigitan.
Dalam artikel berjudul "Picu Pro Kontra, Pakar UGM Sebut Nyamuk Wolbachia Aman bagi Manusia " yang dimuat situs Liputan6.com, Peneliti Pusat kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada sekaligus anggota peneliti World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta Riris Andono Ahmad menjelaskan, pelepasaan jutaan telur nyamuk Wolbachia di populasi nyamuk Aedes aegypti ini untuk menekan penularan virus dengue atau Demam Berdarah Dengue. Karena pelepasan nyamuk ber-Wolbachia jantan dan betina dalam waktu sekitar 6 bulan ini supaya sebagian besar nyamuk di populasi memiliki Wolbachia.
Tentang nyamuk jantan ber Wolbachia kawin dengan nyamuk betina tanpa Wolbachia maka telurnya tidak akan menetas, namun bila nyamuk betina ber-Wolbachia kawin dengan jantan tidak ber-Wolbachia seluruh telurnya akan menetas. Lalu jika nyamuk betina ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk jantan ber-Wolbachia maka semua keturunannya akan menetas dan mengandung Wolbachia.
Sehingga kekhawatiran masyarakat tentang Wolbachia dapat menginfeksi tubuh manusia, menurutnya Wolbachia tidak menginfeksi manusia dan tidak terjadi transmisi horizontal terhadap spesies lain bahkan Wolbachia tidak mencemari lingkungan biotik dan abiotik. Riris mengatakan penelitian teknologi Wolbachia di Yogyakarta sudah berjalan selama 12 tahun sejak 2011 lalu.
Penelitian ini pun sudah sesuai dengan tahapannya sehingga aman dilaksanakan. Mulai dari penelitian fase kelayakan dan keamanan (2011-2012), fase pelepasan skala terbatas (2013-2015), fase pelepasan skala luas (2016-2020), dan fase implementasi (2021-2022). Riris mengatakan di dunia, studi pertama Aplikasi Wolbachia untuk Eliminasi Dengue (AWED) dilakukan di Yogyakarta dengan desain Cluster Randomized Controlled Trial (CRCT).
Advertisement
Kesimpulan
Hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim genosida lewat virus nyamuk bionik buatan Bill Gates tidak benar.
Guru Besar Ilmu Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Indonesia Prof Anom Bowolaksono menjelaskan, bakteri Wolbachia tidak menginfeksi manusia. Lebih lanjut, bakteri tersebut merupakan bakteri alami yang terdapat di dalam tubuh serangga, termasuk nyamuk, bukan modifikasi genetika yang dilakukan di laboratorium.
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.
Advertisement