Liputan6.com, Jakarta- Hoaks menjadi masalah di tengah perkembangan teknologi digital. Tak hanya di Indonesia, Amerika Serikat pun sedang menghadapi permasalahan seputar berita bohong tersebut.
Pegiat Literasi Digital Klinik Devie Rahmawati mengatakan, masalah hoaks yang dihadapi oleh Amerika Serikat sebagai negara maju, menandakan hoaks menjadi masalah yang dialami di mana saja.
Baca Juga
"Bicara soal masyarakat kita terperangkap oleh informasi yang tidak bertanggung jawab ini bukan masalah Indonesia, kenapa Amerika Serikat sebagai ayah kandung dan ibu kandung dari teknologi digital sedang sakit kepala dengan hadirnya hoaks," kata Devie, dalam Live Streaming Virtual Class, dikutip, Jumat (29/2/2024).
Advertisement
Menurut Devie, masalah penyebaran hoaks yang dialami negara maju seperti di Amerika Serikat menandakan faktor penyebab tersebarnya hoaks bukan hanya rendahnya literasi masyarakat.
"Ini menunjukan bahwa thesis yang mengatakan masyarakat kita kurang baca maka mudah sekali tergulung hoaks ini tidak relevan, karena hal ini terjadi pada masyarakat yang sangat maju seperti di Amerika Serikat. sekalipun terjadi.
Devie pun mengungkap ada 5P yang menjadi faktor penyebab penyebaran hoaks.
Penyebab hoaks oleh Faktor 5 P
Devie menyebutkan, yang pertama adalah Pahlawan, pada dasarnya hoaks itu beredar karena manusia itu mahluk yang baik sehingga mau jadi pahlawan bagi manusia lainnya, sehingga ketika ada berita mengganggu seperti bencana alam, kejahatan dan sebaginya tidak berfikir untuk memeriksa kebenaran informasinya.
"Ini dibagikan atas dasar apa? Bukan karena ingin mengacaukan orang lain atau menyebar hoaks, tapi ingin menjadi pahlawan bagi yang lainnya," kata Devie, dalam Live Streaming Virtual Class, dikutip, Kamis (29/2/2024).
Devie melanjutkan berikutnya adalah Pengetahuan yang lemah, dia mencotohkan contoh saat pandemi Covid-19 baru terjadi tidak ada yang memiliki pengetahuan tentang penyakit tersebut sehingga informasi yang beredar kerap dianggap benar tanpa memeriksanya.
"Ketika ada sesuatu yang baru kita tidak punya pengetahuan ada informasi yang belum tentu benar tanpa pengetahuan," tuturnya.
 Devie menyebutkan P berikutnya adalah Pergaulan orang terdekat, ketika orang terdekat memberikan informasi kita tidak lagi berifikir untuk mengecek kebenaran informasi tersebut.
"kita tidak lagi berfikir untuk mengeceka informasi itu karena orang terdekat kita tidak mungkin menyebar berita bohong," ungkapnya.
Dia menambahkan untuk P yang keempat adalah personalitas, memang ada kecenderungan personalitas tertentu mudah percaya informasi yang tidak benar. Terakhir adalah Platform sebagai tempat beredarnya informasi, sejumlah pihak pun menuntut platform untuk lebih selektif dalam menyebar informasi.
"Ini yang sedang ramai menuntut paltform menjadi medan pertarungan informasi benar dan tidak benar, platform diminta untuk lebih memilih informasi yang baik," imbuhnya.
Advertisement
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.