Liputan6.com, Jakarta - Maraknya judi online di Indonesia menjadi perhatian besar bagi seluruh masyarakat. Dampak buruk judi online ini pun tidak hanya dari sisi materi namun juga menyangkut masalah mental. Terlebih pemain judi online sangat bervariatif mulai dari anak-anak hingga dewasa dan tersebar dari desa hingga perkotaan.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat nilai transaksi keuangan mencurigakan, terutama terkait dengan judi online telah mencapai lebih dari Rp100 triliun pada kuartal pertama tahun 2024. Adapun jumlah pemainnya tercatat mencapai 3,2 juta orang, bahkan 8 ribu orang diantaranya merupakan anak-anak dengan usia di bawah 10 tahun.
Baca Juga
Dalam webinar Forum Internet Sehat bertajuk "Ada Apa dengan Judi Online” yang diselenggarakan oleh ICT Watch, Netrona Emran, psikolog sekaligus dosen menyampaikan berdasarkan tingkat keparahannya, terdapat 3 kategori individu dengan gambling disorder, yaitu Mild (4-5 kriteria terpenuhi), Moderate (6-7 kriteria terpenuhi), dan Severe (8-9 kriteria terpenuhi).
Advertisement
"Di Indonesia, kasus kecanduan judi online tidak kalah berbahaya dengan kecanduan narkotika. Banyak orang kehabisan dana untuk melakukan judi online sehingga menghalalkan segala cara seperti mencuri, melakukan penipuan, menghabiskan uang tabungan, hingga meminjam uang di pinjaman online illegal," ujar Netrona.
"Banyak orang terutama pemula, tidak sepenuhnya memahami risiko dan konsekuensi negatif dari judi online. Mereka mungkin tergoda oleh iklan dan bonus tanpa menyadari dampak kecanduan, kerugian finansial, dan masalah mental yang dapat ditimbulkan," katanya menambahkan.
Individu dengan kategori mild hingga moderate dapat menanggulangi gambling disorder secara mandiri dengan mencari bantuan pada orang terdekat yang dapat dipercaya seperti orang tua, teman atau keluarga untuk mencari solusi, serta menjauhkan diri dari akses internet dan situs judi. Sementara pada kategori Severe, masyarakat bisa meminta bantuan dari tenaga ahli (psikolog/psikiater) untuk penyembuhan.
Penulis: Defira Novianti Crisandy (Program Manager ICT Watch Indonesia)
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence
Advertisement