Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Sosial dari Universitas Indonesia, Devie Rahmawati menilai, perkembangan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) tidak perlu ditakuti.
Menurut Devie, ketika teknologi AI digunakan untuk hal-hal positif justru dapat membantu manusia. Yang terpenting, kata dia, masyarakat mau belajar memanfaatkan AI.
Advertisement
Baca Juga
"Sederhana ya kita harus belajar. AI tidak perlu ditakuti. Bahkan akan membuat kita menjadi manusia seutuhnya, karena ada banyak sekali pekerjaan yang sangat melelahkan itu dengan mudah terbantu dengan AI," ungkap Devie dalam acara Virtual Class Liputan6.com, Sabtu (17/8/2024).
Selain mengimbau masyarakat belajar memanfaatkan AI, Devie juga meminta, pemerintah turut membuat regulasinya. Tujuannya adalah mencegah teknologi AI dimanfaatkan untuk hal-hal negatif, termasuk tindak kejahatan di dunia maya.
Ia menambahkan, pemerintah punya kewenangan untuk menciptakan ketertiban masyarakat dengan regulasi yang tegas, sehingga pendidikan, sosialisasi serta penegakan hukum bagi mereka yang melanggar bisa membuat efek jera.
"Karenanya negara punya kewenangan untuk bisa mengatur agar ketertiban sosial itu tetap terjaga, dengan pendidikan, sosialisasi, dan penegakan hukum tentunya," tambah Devie.
Sebelumnya, Peneliti Pusat Riset Mekatronika Cerdas Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Estiko Rijanto, menyebutkan Artificial Intelligence (AI) dapat dimanfaatkan untuk membantu memprediksi penyakit tidak menular, khususnya terkait penapisan hipertensi.
Estiko berkolaborasi dengan tim medis pada Mei 2024 yang abstraknya terbit dalam suplemen Journal of Hypertension.
"Salah satu referensi kajian ini merujuk pada publikasi S. Koshimizu, yaitu sistem pengukuran tekanan darah berbasis AI. Hal ini memungkinkan pemantauan tekanan darah pasien secara terus menerus di luar rumah sakit. Ilustrasinya pengukuran indikator input terkait gaya hidup, lingkungan, dan genome. Kemudian disimulasikan dalam model AI, dan menghasilkan output dengan memanfaatkan instrumen digital untuk mengukur tekanan darah," ujar Estiko dicuplik dari laman BRIN, Minggu (11/8/2024).
Estiko mengatakan pengelolaan hipertensi akan membantu dokter klinis dalam memantau pasien sebelum terdeteksi mengalami hipertensi. Penanganan berbasis prediksi tersebut dapat menekan risiko pasien mengalami penyakit kardiovaskuler.
"Perlu diingat, sistem ini tidak dapat mengganti peran dokter yang sifatnya bukan subtitusi, namun komplementer," ungkap Estiko.
Pengalaman riset lainnya juga dipaparkan Estiko terkait hipertensi studi potong lintang. Tujuan riset dilakukan untuk mengamati hipertensi menggunakan faktor risiko yang mudah diperoleh dan murah, serta dapat diterapkan di pusat kesehatan masyarakat seluruh Indonesia.
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi patner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.
Advertisement